Oleh: Ramawati dan Niken Sakuntaladewi
Budidaya madu kelulut dapat menjadi salah satu alternatif mata pencaharian yang potensial di lahan gambut terdegradasi.
SEBAGAI negara megabiodiversitas, Indonesia memiliki potensi besar sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati. Namun, peluang ini belum dimanfaatkan secara optimal. Diperlukan cara pandang yang komprehensif terhadap keanekaragaman hayati, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan pasar.
Saat ini, pandangan terhadap keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi tinggi masih terpusat pada hasil hutan kayu, sedangkan nilai ekonomi hasil hutan non-kayu jarang disadari. Sebagai contoh, potensi ekonomi madu lebah kelulut, belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk perekonomian masyarakat.
Madu kelulut, yang dihasilkan oleh lebah Trigona merupakan salah satu produk madu yang bernilai tinggi. Lebah kelulut tidak memiliki sengat seperti lebah biasa dan membuat sarang di tempat tertutup. Berbeda dengan lebah yang memiliki sengat membuat sarang di tempat terbuka.
Meskipun demikian, manfaat madu kelulut tidak kalah pentingnya dengan madu lebah bersengat. Keduanya mengandung antioksidan tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan. Namun sayang, madu kelulut masih kurang dikenal oleh masyarakat umum.
Sejak pandemi Covid-19, permintaan terhadap madu secara umum mengalami peningkatan drastis, termasuk madu kelulut. Momen ini memberikan peluang ekonomi bagi petani madu, termasuk mereka yang menghasilkan madu kelulut.
Harga madu kelulut yang relatif lebih tinggi dibandingkan madu lebah biasa juga menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan budidaya madu kelulut. Namun, setelah pandemi Covid-19, permintaan terhadap madu kelulut mengalami penurunan drastis.
Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh harga yang cenderung mahal, tetapi juga karena madu kelulut belum familiar di kalangan masyarakat. Selain itu, pasar madu kelulut juga belum sebesar pasar madu lebah biasanya.
Mudah dan Ramah Lingkungan
Budidaya kelulut relatif mudah. Lebah jenis ini pun ramah lingkungan, karena tidak memerlukan pengelolaan lahan yang luas. Hal ini membuatnya cocok untuk dilakukan di lahan-lahan marginal seperti lahan gambut.
Seperti di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, misalnya. Sekitar 90% lahan yang ada merupakan lahan gambut dalam dan terdegradasi, sehingga kurang menarik minat masyarakat setempat untuk mengelolanya sebagai lahan pertanian. Akibatnya, pendapatan masyarakat –yang berbasis pertanian, sangat terbatas.
Budidaya madu kelulut dapat menjadi salah satu alternatif mata pencaharian yang potensial di kawasan ini. Dan beberapa warga di Desa Tumbang Nusa, telah melakukannya.
Terbukti, budidaya madu kelulut tidak memerlukan modal dan teknologi pengelolaan lahan gambut yang rumit. Hanya diperlukan modal untuk membeli setup kelulut yang terbuat dari kayu, yang siap digunakan untuk produksi dengan harga sekitar Rp. 1.000.000 per setup dengan ukuran Panjang ±45cm, Lebar ±45cm dan Tinggi ±15cm.
Dalam satu setup, lebah kelulut dapat menghasilkan sekitar 0,5 liter madu per panen per minggu. Madu kelulut dapat dipanen setelah berumur ±1 bulan setelah setup kelulut diletakkan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, masyarakat Desa Tumbang Nusa meletakkan setup madu kelulut di bawah pohon yang menghasilkan bunga sebagai sumber pakan lebah. Contohnya di bawah tegakan kelapa sawit. Hal ini mendorong masyarakat untuk menjaga lingkungan gambut dengan menanam berbagai jenis tumbuhan yang menghasilkan bunga.
Alat Panen Rakitan
Kegiatan panen madu kelulut pun relatif mudah. Yakni dengan menggunakan alat panen rakitan atau modifikasi berupa alat penyedot madu. Alat ini terdiri dari beberapa komponen, seperti selang, aki, penjepit aki, neple, dinamo, dan botol dengan penutup sebagai wadah untuk menampung madu.
Keunggulan menggunakan alat rakitan ini adalah dapat mempercepat proses pemanenan madu. Dalam waktu sekitar 5-10 menit dapat memperoleh 1 liter madu. Selain itu, metode ini juga lebih higienis karena madu langsung ditampung dalam wadah tertutup.
Salah satu keunggulan lain dari penggunaan alat penyedot madu rakitan adalah tidak merusak pot madu. Hal ini memungkinkan lebah kelulut untuk tidak perlu membuat pot madu baru setelah pemanenan. Sebagai hasilnya, lebah kelulut akan segera mengisi pot-pot madu yang telah kosong atau dipanen, memungkinkan siklus produksi madu yang lebih efisien.
Peluang dan Tantangan
Saat pandemic covid-19, harga madu kelulut di tingkat petani mencapai Rp.600.000/liter karena dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan atau untuk pengobatan. Namun setelah masa pandemic covid-19 berlalu, permintaan madu kelulut menurun drastic dan harganya turun sampai Rp.150.000/liter di tingkat petani.
Tantangan lain yang dihadapi masyarakat Desa Tumbang Nusa adalah; belum diketahuinya rantai pasar yang tepat untuk madu kelulut.
Merosotnya harga madu kelulut dan kurangnya permintaan pasar menyurutkan semangat petani untuk membudidayakan madu kelulut. Petani madu kelulut yang biasanya memanen madu setiap minggu kini memanen madu kelulut setiap 2 minggu bahkan ada yang hanya memanen madu kelulut jika ada permintaan pembeli.
Upaya yang telah dilakukan petani madu kelulut untuk meningkatkan pemasaran produk mereka terlihat sangat positif. Memperbaiki kualitas kemasan, seperti menggunakan botol plastik dengan ukuran bervariasi, merupakan langkah yang baik untuk memberikan variasi kepada konsumen dan memberikan kesan profesional pada produk.
Selain itu, memasarkan madu kelulut melalui warung lokal dan menggunakan spanduk di pinggir jalan sebagai iklan juga merupakan cara yang efektif untuk menjangkau konsumen potensial di sekitar daerah tersebut.
Namun, memasarkan madu kelulut secara individu mungkin membatasi daya tawar petani dalam bernegosiasi harga dan persyaratan pembelian dengan pembeli skala industri. Untuk memenuhi permintaan yang lebih besar, menjadi lebih strategis jika petani madu kelulut dapat membentuk kelompok atau koperasi. Dengan berkolaborasi, mereka dapat meningkatkan daya tawar dan menghadapi persyaratan pembelian dalam jumlah yang lebih besar.
Dengan memadukan jumlah produksi dari beberapa petani, kelompok tersebut akan mampu memenuhi kuota minimum pesanan tingkat industry. Salah satu contoh permintaan salah satu industri jamu yang memerlukan madu dengan quantity minimum order 1 ton madu perbulan. Untuk memenuhi ini, petani sangat lemah jika bekerja secara individu. Di Desa Tumbang Nusa, seorang petani madu bisa memliki sampai 30 setup kelulut. Jika sekali panen/setup/minggu bisa menghasilkan 0,5 Liter madu kelulut, maka dalam 1 bulan serang petani bisa menghasilkan 60 Liter madu kelulut.
Hingga Januari 2023, teridentifikasi jumlah setup kelulut di Desa Tumbang Nusa sebanyak 156 setup, yang artinya dapat memproduksi madu kelulut rata-rata 312 liter/bulan. Sedangkan untuk skala Kabupaten Pulang Pisau, jumlah setup madu kelulut milik petani madu, baik secara mandiri maupun berkelompok, sejumlah ±700 setup.
Hal tersebut tentunya merupakan potensi besar bagi mereka untuk berkelompok dalam bisnis madu kelulut dengan harga yang bersaing. Dengan berkelompok dan berkolaborasi, petani madu kelulut akan lebih kuat dan memiliki potensi untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar dalam memasarkan produk mereka dan memenuhi permintaan pasar yang lebih luas.
Potensi ditingkat petani sudah ada, namun kelemahannya ada pada tingkat pemasaran, karena ada keterbatasan kemampuan dalam pemasaran.
Pelatihan kepada petani madu kelulut sudah dilakukan oleh pemerintah, namun masih sebatas pada aspek budidaya. Dengan demikian, diperlukan dukungan pihak yang mampu mengorganisir para petani madu kelulut dalam wadah koperasi, serta melakukan pemasaran yang bisa memberikan keuntungan lebih kepada petani.
Selain itu, dengan membentuk kelompok, petani dapat berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya bersama untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi madu kelulut. Mereka juga dapat mencari peluang pasar baru, berpartisipasi dalam pameran atau acara pertanian, dan menjalin hubungan dengan pihak-pihak terkait dalam industri madu untuk memperluas jaringan pemasaran mereka.
Pemerintah daerah atau lembaga pertanian setempat juga dapat memberikan dukungan dalam membentuk kelompok petani madu kelulut. Misalnya dengan menyediakan pelatihan dan akses ke program pembiayaan atau subsidi untuk pengembangan usaha kelompok tersebut.
Tentang Penulis
RAMAWATI, saat ini bekerja sebagai Peneliti di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, BRIN. Sebelumnya Ia merupakan peneliti Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 2015 hingga 2022. Penulis merupakan anggota aktif Perhimpunan Periset Indonesia (PPI). Sebagai peneliti Ia telah menulis beberapa jurnal yang diterbitkan terutama pada bidang sosial ekonomi dan budaya yang dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal nasional dan internasional dan prosiding IoP terindeks global.
NIKEN SAKUNTALADEWI, saat ini bekerja sebagai Peneliti di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, BRIN. Sebelumnya Ia merupakan peneliti Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 1989 hingga 2022. Dia juga merupakan anggota aktif Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) dan telah banyak jurnal yang diterbitkan di jurnal nasional dan internasional, serta prosiding IoP terindeks global terutama pada bidang sosial ekonomi dan budaya. Disamping melakukan kegiatan penelitian, Niken Sakuntaladewi menjadi koordinator kegiatan penelitian kegiatan ACIAR dan menjadi ketua kelompok riset Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan.*