Potensi ekowisata Raja Ampat luar biasa. “Bahkan ada kelakar: jangan mati sebelum ke Raja Ampat,” ujar Arsyad, disambut histeris oleh mahasiswa. Doktor dari IPB itu pun berpesan agar mahasiswa percaya diri dan mampu berperan dalam memajukan ekowisata ke depan.
SELASA pagi, 8 Februari 2022. Kampus Universitas Papua yang berada di Kampung Moko – Distrik Waisai,, Raja Ampat terlihat lebih bersemangat. Para mahasiswa antusias menyambut kedatangan Tim PKSPL bersama beberapa awak media dari Jakarta dan jurnalis lokal Raja Ampat.
Terkait dengan program Konservasi (rehabilitasi) Ekosistem Pesisir dan Pulau-pulau kecil di kawasan itu, Dr. Arsyad Al Amin, Deputi Direktur Program ICCTF, berkesempatan memberikan pencerahan kepada mahasiswa jurusan Ekowisata Universitas Papua (UNIPA), bahwa mereka sesungguhnya memegang peranan penting di Raja Ampat. Mengapa tidak? Kawasan Raja Ampat merupakan kawasan ekowisata bertaraf internasional.
Dikatakan Arsyad, bahwa kawasan tersebut merupakan pusat segitiga terumbu karang dunia. “Jadi potensi ekowisata Raja Ampat luar biasa. “Bahkan ada kelakar: jangan mati sebelum ke Raja Ampat,” ujar Arsyad, disambut histeris oleh mahasiswa. Dengan kenyataan demikian, Doktor dari IPB tersebut berupaya memberikan semangat kepada para mahasiswa. “Tingkatkan rasa percaya diri dan mampu berperan dalam memajukan ekowisata ke depan,” pinta Arsyad.
Lebih jauh Arsyad memaparkan, bahwa perairan Indonesia, khususnya Raja Ampat, berada di bibir Samudera Pasifik, maka aliran air laut selalu melalui Raja Ampat. “Bayangkan kalau sampah Pasifik menumpuk di sini, dari berbagai benua. Jika tidak diantisipasi, maka jumlahnya bisa sebesar Pulau Kalimantan,” ungkapnya.
Terkait kenyataan tersebut Arsyad Al Amin mengajak agar masyarakat, terutama mahasiswa, Berrkiprrah bahwa menjaga kebersihan pesisir melalui penanggulangan sampah menjadi sangat penting, apalagi terkait ekowisata berkelanjutan. “Kita dikaruniai Allah SWT berbagai kelebihan alam. Berada di wilayah katulistiwa, laut dan pulau-pulau. Ini peluang sekaligus merupakan tantangan bagi kita,” jelas Arsyad.
Berharap Kepedulian
Mendengar paparan Anastasia Gustiarini, salah-seorang Dosen UNIPA, betapa mirisnya kondisi pendidikan di kawasan destinasi wisata berkelas dunia tersebut. Mengapa tidak? Sejak berrdirinya 2015, jumlah mahasiswa hingga saat ini tidak lebih dari 50 orang. “Itupun turun naik. Jadi setiap semester jumlahnya berbeda. Banyak masalah yang mengakibatkan hal itu terjadi, terutama soal minat mahasiswa melanjutkan kuliah,” papar Anastasia.
Untuk itu, menurutnya, yang tak kalah penting mendapat perhatian adalah soal fasilitas kampus yang berada di Kampung Moko – Distrik Waisai itu. “Kami sangat mengharapkan perhatian dan kepedulian berbagai pihak, termasuk Pemkab Raja Ampat,” tambahnya.
Dosen yang juga aktif sebagai jurnalis tersebut pun berharap adanya jalinan kerjasama dengan para pihak, terutama di Raja Ampat, seperti dunia usaha (hotel, transportasi dll), asosiasi wisata, dan pemerintah daerah, terutama dinas terkait di Kabupaten Raja Ampat. Bentuk kerjasama itu mungkin terkait fasilitas pendidikan, beasiswa atau bahkan jaminan pekerjaan bagi calon alumni UNIPA. Dengan demikian semangat anak muda Raja Ampat untuk kuliah, terutama di jurusan ekowisata bisa bangkit,” ungkapnya.
***Riz***
No comment