Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi menjadi keynote speaker pada acara “International on Food, Agriculture, and Natural Resources Conference (FANRes)” yang diselenggaraka di Ballroom Cavinton Hotel, Yogyakarta, medio September lalu.
Pelaksanaan FANRes diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan tujuan untuk mengembangkan produk pertanian melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan dan peningkatan daya saing produk pertanian melalui pengembangan agro-technopreneurship.
Mengawali acara, Agung menyampaikan tantangan pangan baik tingkat global maupun nasional. Populasi penduduk global hampir mencapai 2 kali lipat selama 5 dekade terakhir. Jumlahnya diperkirakan mencapai 9,73 milyar pada tahun 2050 dan 11,2 milyar tahun 2100.
“Jika jumlah penduduk dunia meningkat, permintaan pangan akan meningkat. jika masalah ini tidak ditangani dengan benar maka krisis pangan dunia bisa saja terjadi di masa depan,” ujar Agung.
Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia juga mirip dengan dunia global. Hal ini ditandai dengan meningkatnya populasi penduduk tahun 2010.
Berdasarkan Sensus Nasional jumlah penduduk 2010 mencapai 237 juta atau telah meningkat empat kali lipat selama 3 dekade terakhir dengan diiringi urbanisasi dari desa ke kota.
“Tahun 2010 penduduk yang tinggal di perkotaan 44%, BPS memprediksi pada tahun 2030 akan mencapai 60% lebih. artinya apa, kedepan kecenderungan permintaan pangan olahan dari sumber protein hewani, buah dan sayur akan meningkat. dan konsekuensinya adalah kita harus meningkatkan daya saing produk pertanian,” jelas Agung.
Global competitive index tahun 2018 menempatkan Indonesia pada ranking 36 dari 137 Negara, masih diatas Vietnam (55) namun bersaing ketat dengan Thailand (32). Sedangkan daya saing pertanian nasional berbeda-beda antar wilayah. Wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi memiliki tingkat daya saing paling tinggi di dibandingkan lokasi lainnya.
“Kita lakukan 5 strategi untuk meningkatkan daya saing pertanian. Yang pertama ialah efisiensi transportasi dan logistik. Yang kedua; pemberdayaan kelembagaan petani, dan ketiga : peningkatan efisiensi produksi. Lantas yang keempat ialah perbaikan infrastruktur, dan yang kelima; edukasi sumberdaya manusia,” jelas Agung.
Berbagai upaya terobosan yang telah dilakukan Kementerian Pertanian untuk peningkatan daya saing rupanya membuahkan hasil positif. Berdasarkan data BPS Ekspor Indonesia tahun 2017 mencapai 168.828 juta dollar, dimana 90,67%-nya berasal dari non migas (pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan lainnya). Komoditas pemberi sumbangan terbesar adalah industri minyak sawit dan kopi. Komoditas lain seperti beras, bawang merah, jagung, dan cabai memiliki peluang besar untuk peningkatan ekspor.
Total ekspor pertanian selama tahun 2013-2017 sebesar Rp. 1.875 trilyun atau meningkat 24%. investasi pertanian juga sebesar 14,2% per tahun sejak 2013 hingga 2017.
Dalam konferensi tersebut, Agung yang didampingi Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan juga mengajak seluruh narasumber dan peserta dari Jepang, Korea Selatan, Australia, Inggris, Malaysia, mahasiswa dan perwakilan universitas negeri dan swasta dari berbagai wilayah di Indonesia untuk bersama-sama meningkatkan daya saing pertanian baik lingkup global dan nasional.
“Dengan potensi dan sumberdaya yang dimiliki, saya yakin kita mampu meningkatkan daya saing pertanian kita,” pungkas Agung.***
No comment