Arif Wibowo:  Indonesia Harus Tahan Perubahan Iklim

Semua pihak diharapkan ikut terlibat, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan bahkan masyarakat umum.

SESI kedua di hari pertama Pelatihan Penyusunan Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) yang digelar IPB bersama PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) di Bogor, berlangsung serius. Temanya; ‘Kebijakan Internasional dan Nasional, Serta Perkembangan Negosiasi Perubahan Iklim’.    

Pematerinya adalah Ir. Arif Wibowo, M.Sc., IPU, Country Manager ICLEI Indonesia. ICLEI adalah organisasi non pemerintah (NGO) yang aktif mempromosikan pembangunan berkelanjutan.

Sebagai pemateri pertama dalam kegiatan selama tiga hari di Bogor tersebut, Arif memaparkan berbagai hal, terutama terkait kebijakan pemerintah dalam menyikapi perubahan iklim. Dikatakannya, bahwa pembangunan nasional dengan agenda adaptasi perubahan iklim (PI) bertujuan untuk menciptakan sistem pembangunan yang tahan (resilience) terhadap goncangan variabilitas iklim saat ini.

“Iklim sudah ber-anomali, diperlukan antisipasi dampak perubahan iklim di masa depan,” tegas Arif di hadapan puluhan peserta training.

Lebih jauh Arif memaparkan tingginya perhatian dan dukungan dari negara-negara maju, baik untuk mitigasi dan adaptasi. Disamping itu,  dukungan sukarela dari beberapa pihak  pun bermunculan.

Arif pun menjelaskan, bahwa sejumlah negara maju telah mengambil langkah memimpin dalam memobilisasi pembiayaan iklim dari berbagai sumber dan instrumen. Mengapa demikian?

Dikatakannya, bahwa semua pihak memang harus bekerjasama untuk meningkatkan kapasitas  negara berkembang agar menerapkan Perjanjian Paris. Sejumlah negara maju pun berinisiatif  meningkatkan dukungan pengembangan kapasitas di berbagai negara, terutama
negara berkembang.

NDC & NEK

Mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Salah satu isu yang berkembang terkait hal itu adalah Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Di Indonesia, UU 32/2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah sebagai dasar penyelenggaraan NEK. Inilah yang menjadi pedoman dalam upaya pengurangan emisi GRK.  

Pemerintah pun telah menetapkan kebijakan, langkah, serta implementasi kegiatannya.  Sesuai komitmen pemerintah,  akan terjadi pengurangan emisi GRK 29% sampai dengan 41% pada tahun 2030 dibandingkan baseline emisi GRK.  

Hal ini sekaligus ikut berkontribusi dalam membangun ketahanan nasional, kewilayahan, dan masyarakat dari berbagai resiko atas ancaman perubahan iklim. “Pengendalian emisi GRK dilakukan dengan kebijakan pembangunan nasional, pusat dan daerah. Semua pihak diharapkan ikut terlibat, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan bahkan masyarakat umum,” jelas Arif.

Arif pun menambahkan, bahwa upaya pencapaian target NDC, dilaksanakan untuk menuju arah pembangunan rendah emisi GRK dan berketahanan iklim tahun 2050.  Target tersebut  disesuaikan dengan peninjauan NDC dari waktu ke waktu, paling sedikit dalam, 5 (lima) tahun. “Target NDC berlangsung secara terintegrasi dan simultan,” ungkapnya.

Terkait pelatihan Penyusunan DRAM, kepada peserta Arif mengingatkan, dalam pengukuran dan merancang kegiatan aksi mitigasi, gunakan metodologi yang tepat. “Perkembangan  teknologi luar biasa, tapi bijaklah menggunakannya?” ungkap Arif Wibowo. (AnaMika)

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *