Dalam materinya: ‘Analisis Forest Reference Level (FRL) untuk Penyusunan DRAM’, Dr. I Wayan S Dharmawan memberi banyak pengetahuan bagi peserta training.

DRAM sebenarnya hanya dipersyaratkan untuk offset emisi. Sementara untuk yang tidak ikut NEK (Nilai Ekonomi Karbon) sebenarnya DRAM bukan merupakan sesuatu yang wajib.
Demikian dikatakan Prof. Dr. I Wayan S Dharmawan, Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi- Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN dalam sesi siang Pelatihan Penyusunan Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) yang digelar di Kampus IPB University, Baranangsiang – Bogor. Dalam sesi tersebut, Dr. Wayan didampingi Dr. Ir. Urip Rahmani, yang bertindak sebagai moderator.
Kegiatan yang digelar atas kerjasama IPB University dan PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) tersebut berlangsung selama tiga hari, mulai hari ini (Kamis/ 24) hingga Sabtu (25/04/2025).
Tolok Ukur
Lebih jauh, peneliti BRIN itu mejelaskan pentingnya beberapa hal. Salah-satu diantaranya adalah pemahaman terkait FRL.
FRL (Forest Reference Level) dalam konteks mitigasi emisi karbon adalah tingkat rujukan emisi dari hutan yang digunakan, sebagai dasar untuk mengukur kinerja dalam upaya pengurangan emisi,
Kenapa FRL diperlukan?
Dikatakan Wayan, FRL digunakan untuk mengukur emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, serta penyerapan karbon dari pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan stok karbon.
FRL berfungsi sebagai tolok ukur yang membantu mengukur kinerja negara dan subnasional dalam upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Offset Emisi
Ada perbedaan antara perdagangan emisi dengan offset emisi?
Perdagangan emisi adalah mekanisme pasar yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui jual beli unit karbon. Ini melibatkan pemberian insentif ekonomi bagi perusahaan atau negara yang berhasil mengurangi emisinya di bawah batas yang telah ditentukan.
Sementara offset emisi atau carbon offset, adalah mekanisme untuk menyeimbangkan jejak karbon dengan mendanai proyek-proyek yang mengurangi emisi gas rumah kaca di tempat lain. Atau dengan kata lain; emisi yang tidak dapat dihindari dari suatu kegiatan.
Dalam sistem perdagangan, izin emisi yang dijualbelikan adalah surplusnya.
izin emisi, dalam offset emisi (sering juga disebut offset karbon), yang diperjualbelikan adalah hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan emisi.
Pahami Dasarnya
Prinsip perdagangan karbon itu, seperti dikatakan Wayan, konsepnya adalah antara surplus dan minus jika dipandang dari batas yang ditentukan pemerintah.
Pihak yang melepaskan emisi lebih dari batas atas yang telah ditentukan baginya (defisit) maka harus membeli tambahan izin emisi dari mereka yang izin emisinya tidak seluruhnya terpakai (surplus).
Lalu apakah bisnis perdagangan karbon itu tanpa resiko?
Ada…!
Peneliti BRIN itu pun menjelaskan beberapa hal terkait resiko dalam perdagangan karbon.
Secara umum, materi yang disampaikan pemateri yang satu ini tampaknya cukup menarik perhatian peserta. Terbukti, seluruh peserta tampak memperhatikan dengan serius. Beragam pertanyaan pun dilontarkan kepada Peneliti BRIN tersebut selama menyampaikan materi.

Intinya, kalau bicara karbon harus utuh. ” Saling terkait, tidak bisa terpisah antara satu dengan lainnya,” jelas Wayan.
“Beberapa hal mendasar ini penting dipahami. Kalau tidak bisa salah nantinya,” jelas Wayan.
Seperti halnya baseline. Dijelaskannya lagi bahwa ‘baseline’ adalah sebuah patokan. Lalu apa itu Baseline?
“Baseline adalah titik awal atau standar acuan yang digunakan sebagai dasar perbandingan atau evaluasi untuk melihat perubahan atau pencapaian di masa depan.
***Riz***
No comment