Oleh: Titi Kalima dan Reny Sawitri *)
Indonesia memiliki potensi bahan pangan yang dapat dimanfaatkan, termasuk berbagai jenis umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Salah satunya uwi butun (Dioscorea alata L.)
INDONESIA dengan penduduk besar dan wilayah sangat luas, dengan keanekaragaman jenis umbi-umbian, baik yang dibudi-dayakan maupun yang hidup liar di hutan, salah satunya uwi butun (Dioscorea alata). Uwi butun berpotensi memiliki efek terhadap kesehatan terkait dengan senyawa bioaktif yang bermanfaat terhadap Kesehatan.
Kejadian rawan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Ketahanan pangan menjadi syarat mutlak bagi suatu negara untuk dapat melaksanakan pembangunan secara mantap dan mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah, rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik.
Kemandirian pangan ini semakin penting di tengah kondisi dunia yang mengalami krisis pangan, energi dan finansial seperti: 1) Harga pangan internasional mengalami lonjakan drastis, 2) Meningkatnya kebutuhan pangan untuk energi alternatif, 3) Resesi ekonomi global yang berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan; 4) Serbuan pangan asing (westernisasi diet) berpotensi besar penyebab gizi lebih dan 5) Meningkatnya ketergantungan pada impor.
Data produksi uwi butun belum tercantum dalam Buku Tahunan Indonesia seperti ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Dilaporkan sebanyak 74,34 juta ton spesies Dioscorea yang dihasilkan di dunia pada tahun 2019, dan 97,4% berasal dari Afrika.
Di Indonesia, sentra penanaman uwi butun terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Masyarakat Kepulauan Luwuk Banggai di Sulawesi mengkonsumsi umbi butun sebagai makanan pokok. Beberapa pulau di Maluku dan Papua juga mengkonsumsi umbi butun sebagai makanan pokok.
Uwi butun masih sangat jarang di budi dayakan secara besar-besaran. Keengganan masyarakat untuk menanam uwi butun karena nilai ekonomi yang rendah di pasaran. Jumlah uwi butun sudah mulai berkurang populasinya, jika dibiarkan maka dalam jangka panjang dikhawatirkan uwi butun menjadi langka dan tersingkir sebagai tanaman yang dibudi butun tentunya harus didukung dengan ketersediaan bahan baku.
Saat ini uwi butun mulai sukar ditemui di pasaran karena tanaman uwi butun hanya dijadikan pelengkap dan dibudi dayakan seadanya dalam kebun sebagai bagian dari agroforestry.
Habitus
Uwi butun merupakan tumbuhan perdu merambat. Batang bersayap membelit kekanan hingga 10 m atau lebih panjangnya, bercabang bebas di atas; ruas-ruas persegi dalam penampang. Akar berserabut dan dangkal, biasanya terbatas pada kedalaman 1 m dari tanah.
Tanaman ini umumnya berumbi satu dan memiliki variasi dalam ukuran maupun bentuk (berlekuk atau menjari). Umbi udara (bulbils) terbentuk di ketiak daun, memanjang, hingga 10 cm x 3 cm, dengan permukaan kasar dan bergelombang. Tumbuhan ini memerlukan tiang panjat agar dapat tumbuh ke atas.
Daunnya tunggal, bertangkai panjang, berseberangan (seringkali dengan hanya 1 daun yang persisten); bilah sampai 20 cm atau lebih panjang, berbentuk hati sempit, dengan lobus basal sering bersudut. Bunga kecil, kadang-kadang, jantan dan betina muncul dari ketiak daun pada tanaman terpisah (yaitu, spesies dioecious), bunga jantan dalam malai sepanjang 30 cm, bunga betina dalam paku yang lebih kecil.
Buah kapsul 3 bagian; biji bersayap. Bentuk umbinya bulat, panjang dan ada yang bercabang. Daging umbinya ungu (violet).Kulit umbinya bagian luar berwarna coklat atau coklat kehitaman dengan permukaan kasar dan ditumbuhi oleh serabut akar dalam jumlah bervariasi dan penyebarannya tidak merata.
Sebagian besar umbi umbinya mempunyai lapisan tipis yang keras di bawah kulit umbi. Uwi butun merupakan jenis tumbuhan yang umumnya dijumpai di daerah tropis lembab dan agak lembab dengan curah hujan tahunan berkisar 1.000 – 1.500 mm.
Solusi Harga Pangan
Harga pangan khususnya beras di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia berpotensi cenderung meningkat. Hal ini merupakan salah satu dampak dari makin terbatasnya jumlah beras yang ada di pasar dunia.
Namun Indonesia memiliki potensi bahan pangan yang dapat dimanfaatkan, termasuk berbagai jenis umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Salah satunya uwi butun (Dioscorea alata L.) termasuk ke dalam suku Dioscoreaceae.
Indonesia merupakan negara kedua pusat variasi dari tanaman ini setelah Papua New Guinea di Asia Tenggara. Di dunia, spesies Dioscorea masuk ke dalam 15 komoditas pangan yang signifikan, dan menduduki tingkat keempat dalam kelompok komoditas pangan penting dunia.
Kearifan Lokal
Uwi butun tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Pemanfaatan uwi butun sebagai bentuk kearifan lokal antara lain telah terbukti mampu menjadi penyangga pangan dalam sejarah Panjang Bangsa Indonesia. Sejalan dengan perkembangan perekomian saat ini, secara perlahan tapi pasti telah terjadi pergeseran peran yang unik dalam masyarakat baik sebagai bahan pangan, obat maupun sosio-ekonomi.
Air getah uwi bisa digunakan sebagai pestisida yang ramah lingkungan. Untuk mendapatkan air getah uwi dengan merendam parutan uwi ke dalam air kapur sehingga air getah uwi itu akan memisah dari parutannya. Selain sebagai sumber pangan alternatif dan pestisida nabati, uwi butun dapat juga digunakan sebagai obat-obatan salah satunya sebagai obat bengkak, caranya dengan menumbuk daunnya hingga halus.
Bahan mentah uwi butun warna ungu juga dapat digunakan untuk mengatasi diare di Yogyakarta. Uwi butun mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, dan politenol (Depkes 2009). Keistimewaan lainnya adalah warna ungu dari beberapa kultivar uwi dapat dijadikan sebagai pewarna alami dan kelebihannya karena mengandung antioksidan.
Bahan Pangan Alternatif
Menurut pengamatan Yusuf (2016) bahwa uwi butun (D. alata) dari Wakatobi, Sulawesi Tenggara berpotensi sangat besar sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat 77,95-82,88%, glukosa 0,006‒0,458 % yang dapat dikonsumsi sebagai pengganti beras (nasi). Selain karbohidrat, umbi butun juga mengandung 63,31% pati, 6,66% protein dan 0,64% lemak serta sejumlah nutrisi lain seperti vitamin A, vitamin B1 0,10 mg ,vitamin C- 9 mg, kalsium 10‒62 mg, fosfor 35‒53 mg, zat besi 0,3‒1,0 mg, thiamin 0,10 mg, riboflavin 0,01 mg, niasin 0,8 mg dan asam askorbat 10‒15 mg. Hasil ini sangat membantu penderitan diabetes yang harus membatasi konsumsi gula di dalam makanan mereka.
Uwi butun yang berwarna ungu ini dapat dikonsumsi secara langsung dengan merebus atau menggorengnya maupun tidak secara langsung dengan memprosesnya menjadi tepung untuk selanjutnya dapat diolah menjadi bahan makanan. Warna ungu yang cantik, di Filipina, uwi ini digunakan untuk pewarna es krim dan di Afrika dikembangkan dalam skala besar sebagai tanaman industri penepungan.
Sumber Energi Sehat
Uwi butun (Dioscorea alata L.) termasuk suku Dioscoreaceae merupakan salah satu varietas umbi- umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat, yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif pendamping beras. Karena uwi butun ini memiliki kadar gula yang rendah namun berkarbohidrat tinggi sehingga cocok untuk penderita diabetes. Selain sebagai sumber pangan alternatif, umbinya yang berwarna umgu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi bermanfaat untuk kesehatan dan sumber energi.
Konsumsi umbi-umbian tidak hanya sebagai pangan pilihan pengganti beras namun juga sebagai pangan berpati (Starchy Foods) yang banyak mengandung serat dan dibutuhkan tubuh untuk dikonsumsi setiap hari. Selain itu, juga bermanfaat untuk kesehatan mikloflora usus dan sebagai antioksidan. Disamping sebagai antioksidan, umbinya mengandung lendir kental yang terdiri atas glikoprotein dan polisakarida larut air berfungsi sebagai bahan aktif serat pangan larut air dan bersifat hidrokoloid yang bermanfaat untuk menurunkan kadar glukosa darah dan kadartotal kolesterol (LDL). Disamping itu, indek glikemiknya (IG) yang rendah, sehingga mampu mencegah terjadinya penyakit diabetes.
Sumber energi alternatif terbaharukan yang berbasis sumber energi hayati yang potensial di Indonesia adalah bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan D. alata melalui proses fermentasi. Bioetanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini adalah pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif yang dikenal sebagai octane enhancer (aditif) ramah lingkungan.
Persediaan bahan bakar alternatif semakin berkurang sejalan dengan waktu. Bioetanol tersebut dicampurkan dengan bensin pada komposisi berapa pun memberikan dampak yang positif dalam mengurangi emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak (bensin). Bioetanol dikenal sebagai octane enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan.
*) Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi- Badan Riset dan Inovasi Nasional