Saat ini ada beberapa sumber pendanaan terkait penurunan emisi GRK. Misalnya Green Climate Fund (GCF), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), dan lain sebagainya.
MENURUT Prof. Dr. A. Faroby Falatehan, S.P., M.E. – Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Pembiayaan iklim memiliki konsep yang multitafsir dan terkadang tumpang
tindih dengan konsep pembiayaan lainnya, seperti pembiayaan hijau, pembiayaan berkelanjutan, dan pembiayaan rendah karbon.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan materi pada kegiatan Pelatihan Penyusunan DRAM, yang digelar IPB University bersama PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) di Bogor, beberapa waktu lalu.
Lebih jauh Faroby menjelaskan, pembiayaan iklim sendiri dimaknai sebagai segala bentuk pembiayaan untuk aktivitas yang memiliki tujuan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Tekan Emisi
Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), pembiayaan iklim didefinisikan sebagai pembiayaan yang bertujuan untuk mengurangi emisi, dan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca. Tujuannya ialah untuk mengurangi kerentanan, dan mempertahankan serta meningkatkan ketahanan sistem manusia dan ekologi terhadap dampak negatif.
“Pendanaan aksi mitigasi perlu penyusunan proposal sebelum diajukan. Jika ingin mengajukan proposal pendanaan sebaiknya diajukan ke pemerintah/lembaga di bagian Eropa,” kata Faroby.
Disamping pembiayaan tersebut, Dia menambahkan, bahwa SPE GRK dapat diperdagangkan melalui mekanisme lelang, marketplace, atau melalui bursa karbon.
Lembaga Pendanaan
Saat ini ada beberapa sumber pendanaan terkait penurunan emisi GRK. Salah-satunya Green Climate Fund (GCF). Menurut Faroby, Indonesia telah menerima dana sebesar USD 103,8 juta dari GCF untuk kinerja pengurangan emisi sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU) selama periode 2014-2016.
Ada pula Forest Carbon Partnership Facility (FCPF). Lembaga yang dikelola oleh Bank Dunia ini mendukung upaya penurunan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. Dijelaskan Faroby, bahwa Indonesia memiliki kesepakatan dengan FCPF yang memungkinkan penerimaan hingga USD 110 juta untuk upaya ini hingga tahun 2025, dari pengurangan emisi sebesar 22 Juta Ton CO2e pada tahun 2019-2020.
“Saat ini Provinsi Jambi sedang disiapkan untuk dapat menerima RBP sebesar USD 70 Juta USD,” ungkapnya.
Sementara di dalam negeri, ada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Lembaga ini mengelola dana dari dalam dan luar negeri untuk berbagai bidang seperti kehutanan, energi, dan perdagangan karbon. “Coba saja buka dan lihat di Portal Layanan BPDLH,” tambahnya.
Pendanaan upaya penurunan emisi GRK juga tersedia melalui United Nations Development Programme (UNDP). Lembaga ini bekerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia untuk menyediakan panduan pendanaan iklim dan mendukung pembangunan rendah karbon.
Lalu ada pula Indonesia-Norway Partnership, dimana Indonesia juga sudah menerima Result Base Contribution (RBC) identik dengan RBP, sebesar USD 56 Juta untuk pengurangan emisi pada tahun 2016/2017, kemudian USD 100 Juta untuk pengurangan emisi sebesar 2017/2018 dan 2018/2019.
“Pada saat ini juga sudah mulai dibahas untuk RBC kinerja penurunan emisi tahun 2019/2020,” jelas Faroby.
Inisiatif Pertamina
Masih dalam Training di Bogor tersebut, jelang penghujung kegiatan, Prof. Faroby mengungkapkan, bahwa PT Pertamina (Persero), juga memiliki inisiatif untuk mengurangi emisi karbon melalui kerangka keuangan berkelanjutan (sustainable finance framework) yang memungkinkan akses pendanaan untuk proyek hijau dan transisi energi.

“Pendanaan ini akan digunakan untuk membiayai atau refinance proyek-proyek hijau atau transisi yang memenuhi syarat,” jelasnya.
Sembilan kategori pembiayaan Pertamina tersebut. Diantaranya: energi terbarukan, hidrogen hijau, jaringan transmisi dan distribusi untuk gas-gas terbarukan dan rendah karbon, bangunan hijau, transportasi bersih, bahan bakar rendah karbon, pengelolaan sumber daya alam hidup yang berkelanjutan dan penggunaan lahan, penurunan emisi, dan transisi di sektor perkapalan.
Mekanisme Pendanaan
Pendanaan Langsung: Lembaga seperti Green Climate Fund (GCF) dan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) menyediakan dana langsung kepada pemerintah atau organisasi yang mengajukan proposal proyek yang memenuhi kriteria tertentu. Dana ini digunakan untuk proyek-proyek seperti reboisasi, konservasi hutan, dan pengembangan energi terbarukan.
Kemitraan dan Kolaborasi: Banyak lembaga bekerja sama dengan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah untuk mengimplementasikan proyek-proyek penurunan emisi.
Insentif dan Kredit Karbon: Beberapa lembaga menyediakan insentif dalam bentuk kredit karbon. Kredit ini dapat diperdagangkan di pasar karbon, memberikan nilai ekonomi bagi upaya penurunan emisi.
Pendanaan Berbasis Hasil: Pendanaan ini diberikan berdasarkan hasil yang dicapai dalam
pengurangan emisi. Misalnya, Indonesia menerima dana dari GCF berdasarkan kinerja pengurangan emisi di sektor kehutanan.
Kerangka Keuangan Berkelanjutan: Perusahaan seperti PT Pertamina (Persero) mengembangkan kerangka keuangan berkelanjutan yang memungkinkan akses pendanaan untuk proyek hijau dan transisi energi. Ini termasuk penerbitan obligasi hijau dan instrumen keuangan lainnya yang mendukung proyek-proyek ramah lingkungan.
***Riz***
No comment