Aplikasi fine bubble mulai banyak diterapkan dalam berbagai industri. Bersama pakar, P2SDM akan ikut membantu penyebaran teknologi baru itu ke masyarakat.
ZAMAN makin canggih, berbagai terobosan teknologi pun telah lahir demi kebaikan di segala bidang. Salah-satunya teknologi fine bubble.
Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia (P2SDM)–LPPM IPB pun tidak tinggal diam. Peduli akan peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat, dan demi kemajuan anak bangsa, lembaga yang berkantor di Kampus IPB Baranangsiang itu, kini tengah bersiap menggelar kegiatan pengaplikasian teknologi fine bubble di beberapa lokasi, salah-satunya di pemukiman warga seputaran Kampus IPB University, Dramaga.
“Bersama P2SDM, kita sudah siap, tinggal menunggu waktu yang tepat,” ucap Prof. Dr. Aris Purwanto, Ahli Aplikasi Teknologi Fine Bubble saat diwawancarai GI beberapa waktu lalu. Hal senada sebelumnya juga disampaikan oleh Dr. Wacito, Sekretaris P2SDM-LPPM IPB kepada GI.
“Kegiatan aplikasi dan pengenalan teknologi fine bubble kepada warga desa tetangga Kampus IPB Dramaga tersebut adalah atas kersama antara P2SDM, Perum Pegadaian serta Prof. Dr. Aris Purwanto sebagai ahli. Kita akan melakukan penjernihan dan meningkatkan kualitas air di setu (danau mini) sekitar IPB,” tutur Wacito.
Tentang Fine Bubble
Menurut Dosen Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Prof. Dr. Aris Purwanto, teknologi fine bubble akan menjadi sebuah prospek cerah, termasuk di bidang pertanian. “Ini potensi yang sangat besar untuk Indonesia, baik untuk produk-produk yang berbasis agro, sektor perikanan, maupun untuk lingkungan dan kesehatan,” jelasnya.
Ditambahkannya bahwa banyak sekali aplikasi dari teknologi fine bubble ini, dan manfaatnya luar biasa.
Lebih jauh Aris menjelaskan, fine bubble adalah bubble yang berdiameter 100 µm. Selain itu, di dalam ISO 20480-1:2017 (E) terdapat juga definisi ultrafine bubble dan micro bubble, yang mana ultrafine bubble adalah fine bubble berdiamerter dibawah 1 µm dan micro bubble adalah juga fine bubble berdiameter antara 1-100 µm.
Sebagai gambaran, fine bubble memungkinkan ikan, baik di air tawar maupun air asin, bisa meningkat produktivitasnya. “Berbeda dengan macro bubble yang dengan segera terangkat dari dalam air, fine bubble bersifat stagnan, sehingga lebih lama menjaga kadar oksigen di dalam air,” jelasnya.
Luar Biasa
Ukuran molekul air pada nano-fine bubble yang menyerupai ukuran virus (100-150 µm), serta memiliki kemampuan mempengaruhi mekanisme virus dalam mendekati obyek, yakni mempersulit virus dalam menempel kepada obyek yang ditujunya. Dengan demikian, nano bubble dapat digunakan untuk menstrerilisasi, membersihkan, bahkan membunuh bakteri atau virus.
Kunci dari teknologi ini adalah bagaimana mendapatkan lebih banyak ukuran-ukuran bubble yang sangat halus. Tujuan dari modifikasi teknologi fine bubble adalah untuk mendapatkan bubble yang lebih stabil di air, karena ukurannya yang sangat halus, tingkat kelarutan di air yang lebih tinggi, serta jumlahnya yang lebih banyak. Sifatnya homogen, serta dapat digunakan untuk berbagai gas yang spesifik selain udara (O2, CO2, N2, dll).
“Teknologi ini dapat diaplikasikan di berbagai bidang pertanian, peternakan, tanaman, perikanan dan sebagainya,” ungkap Aris.
Terobosan Baru
Teknologi fine bubble dapat merevolusi beberapa hal. Contohnya, fungsi pupuk urea yang akan tergantikan oleh mesin-mesin ultrafine bubble, karena mampu memproduksi Nitrogen. Disamping itu, teknologi fine bubble bisa mempercepat proses germinasi dan breaking dormancy.
Hasil uji coba yang Aris dan timnya di berbagai negara, termasuk Indonesia, teknologi ini terbukti efektif menghasilkan proses germinasi yang lebih cepat pada tanaman barley seeds, soybean, bawang putih, padi, tanaman hutan dan lain sebagainya. Tumbuhan yang lebih cepat tumbuh dan kesuburannya lebih bagu dibanding pada umumnya.
“Dengan kampanye ecofriendly, juga menjadi bagian tantangan yang dihadapi. Peluang dan tantangan ini membutuhkan teknologi yang dapat menjembatani aplikasinya pada masyarakat. Fine bubble dan ultrafine bubble adalah solusi yang optimal,” tutur Prof. Dr. Aris Purwanto.
***Riz***