Hutan Adat Rumbio: Oase di Kampar – Riau

Oleh:  Purwanto* danNuralamin**

Kolam ikan yang memanfaatkan air dari mata air kawasan hutan adat (dok. pribadi)

Pernah seorang pimpinan tertinggi adat diberhentikan, karena mengubah sebagian kawasan menjadi perkebunan sawit tanpa bermusyawarah.

HUTAN Riau sudah rusak. Namun masih untung, di tengah derasnya arus kerusakan itu, lestarinya hutan adat kenegerian rumbio di Kabupaten Kampar bak oase di tengah padang pasir.

Hutan adat yang luasnya sekitar 530 hektar itu berhasil dijaga dan dikelola secara lestari oleh seluruh masyarakat adat yang ada. Keberhasilan masyarakat adat dalam menjaga keberadaan hutan larangan adatnya, tidak lepas dari adanya nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini dipegang dan dilaksanakan secara sunggguh-sungguh secara turun temurun.

Pintu masuk ke dalam kawasan hutan larangan adat rumbio (dok pribadi)

Nilai-nilai kearifan ekologis tersebut mereka pahami dan warisi sejak ratusan tahun. Di antara nilai-nilai kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat adat kenegerian Rumbio antara lain, berupa kegiatan menjaga kawasan hutan dari berbagai ancaman dan gangguan.

Untuk kegiatan ini, pemuka adat menunjuk beberapa tokoh adat untuk menjaganya, berdasarkan wilayahnya.

Gangguan terhadap kawasan hutan antara lain berupa pencurian hasil hutan kayu, pengambilan hasil huta non kayu secara berlebihan dan pengambilan lahan kawasan hutan. Pelanggaran berupa penyerobotan lahan, dianggap sebagai pelanggaran serius dengan sangsi sangat keras.

Bahkan pernah seorang pimpinan tertinggi adat mengubah sebagian kawasan menjadi perkebunan sawit tanpa bermusyawarah dengan pimpinan adat yang lain. Akhirnya yang bersangkutan diberhentikan dari kedudukannya oleh seluruh unsur pimpinan adat.

Adapun pelanggaran berupa illegal logging termasuk pelanggaran sedang dimana sangsinya berupa ganti rugi sebesar tiga kali dari nilai kayu yang mereka tebang/jual. Yang terakhir pelanggaran berupa pengambilan hasil hutan non kayu secara berlebihan. Sangsinya biasanya hanya berupa teguran lisan agar tidak mengulanginya.

Namun jika pelaku masih mengulangi pelanggarannya, maka akan dikenakan sangsi sosial yang jauh lebih berat bagi pelaku. Dalam hal sangsi sosial ini, terdapat ajaran adat yang berbunyi, “ke ateh indak bapucuk, ke bawah indak berakar di tengah-tengah digerek kumbang”. Secara sederhana, hukuman ini bermakna pengucilan pelaku oleh masyarakat.

Tokoh adat menegur warga yang mengambil buah secara berlebihan (dok pribadi)

Nilai kearifan lokal lainnya yang diterapkan oleh masyarakat adat di Kenegerian Rumbio berupa kegiatan pengayaan jenis-jenis yang terancam punah. Contohnya jenis meranti, rotan dan jernang serta jenis-jenis tanaman MPTS (multi purposes tree species) seperti cempedak, duku, durian atau manggis.

Dalam kegiatan ini mereka biasanya dibantu oleh instansi terkait seperti Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dalam hal penyediaan bibitnya. Singkatnya, keberhasilan masyarakat adat di Kenegerian Rumbio dalam melestarikan hutan adat nya sudah cukup dikenal dan diakui oleh berbagai pihak, di wilayah Propinsi Riau dan sekitarnya.

Mata Air Kehidupan

Berkat kesungguhan seluruh elemen adat di Kenegerian Rumbio dalam melestarikan hutan larangan adatnya, kini alam dan hutan pun membalas kebaikan mereka. Muncul puluhan sumber mata air bersih di sekitar hutan dan pekarangan masyarakat yang berdekatan dengan kawasan hutan, yang mengalirkan air sepanjang tahun tanpa henti.

Mata air yang muncul, selama ini telah menjadi sumber penghidupan bagi seluruh warga masyarakat adat selama bertahun-tahun, sampai saat ini. Berbagai bidang kehidupan masyarakat banyak tergantung dengan keberadaan mata air tersebut. Contohnya untuk kebutuhan sehari-hari (MCK), air dialirkan menggunakan pipa ke rumah-rumah warga.

Selain itu, air tersebut juga berperan sangat penting bagi sektor pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan. Dalam sektor pertanian, sebagian besar lahan pertanian padi di wilayah tersebut menggunakan air dari mata air tersebut. Hal ini karena belum terdapat irigasi teknis di wilayah tersebut.

Lahan persawahan menggunakan air dari kawasan hutan adat (dok pribadi)

Sebagian yang lain digunakan untuk mengairi usaha kolam-kolam ikan air tawar seperti ikan lele, patin, emas dan nila. Sementara yang lainnya digunakan untuk sumber air pada usaha pariwisata  kolam pemandian.

Bisnis Air Minum Isi Ulang

Selain dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan perikanan, air yang ada juga dimanfaatkan untuk usaha air minum isi ulang. Hal ini karena kualitas air sangat bersih, sehat dan segar, meski tanpa perlakuan tambahan sekalipun. Bahkan menurut konsumennya, terdapat rasa-rasa manis yang khas dari air tersebut sehingga memberi nilai lebih.

Terbukti sampai saat ini, belum pernah ada keluhan karena meminum air secara langsung. Lebih dari itu, berdasarkan uji sampel air di laboratorium di Kota Pekanbaru dari pemilik bisnis air isi ulang setempat juga telah mendapatkan sertifikat higienis dari otoritas terkait.

Begitu besar potensi air yang ada, sehingga pernah sebuah perusahaan air minum nasional menawarkan untuk membeli seluruh konsesi pengelolaan air di kawasan tersebut dengan nilai puluhan milyar. Namun ditolak oleh seluruh anak kemenakan dan niniok mamak di Kenegerian Rumbio.

Terdapat sekitar 15 depot air isi ulang di berbagai titik yang dikelola orang warga untuk dijual. Air dari mata air yang ada ditampung selanjutnya dialirkan ke derigen 35 liter untuk dijual dan diedarkan ke berbagai wilayah sekitarnya, bahkan keluar Kabupaten Kampar seperti Rokan Hulu, Siak dan Kota Pekanbaru.

Berdasarkan observasi lapangan diketahui bahwa dalam sehari, total penjualan air dari seluruh depot yang ada sekitar 100 kendaraan pick up, dimana setiap pick up mampu membawa sekitar 70-80 buah derigen. Sehingga dalam sehari diperkirakan 7000 sampai 8000 derigen air siap minum dijual, dengan harga bervariasi tergantung jarak antar. Untuk pemasaran di wilayah Kenegerian Rumbio, harga per derigen sekitar 7-8 ribu rupiah. Sementara harga sampai di wilayah Siak, Pekanbaru dan Rokan Hulu sekitar 9-10 ribu rupiah.

Kegiatan usaha air minum isi ulang ini memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi wilayah setempat. Karena dalam setiap derigen air yang diambil, pemilik depot harus membayar retribusi sekitar 750 rupiah kepada desa dimana lokasi usaha berada. Uang yang dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk kebutuhan bersama seperti membangun masjid, madrasah, menyantuni kaum dhuafa dan anak yatim dan perbaikan fasilitas umum.

Kontribusi ekonomi lainnya berasal dari lapangan kerja membersihkan dan mengisi ulang derigen. Sebagai gambaran dalam satu kali pengisian derigen sebanyak satu pick up, seorang pekerja akan mendapatkan upah dari sebesar 40 ribu rupiah. Sementara dalam sehari seorang pekerja bisa melakukan pengisian ulang sampai 4 kali. Dalam sehari semalam, terdapat 2-3 shift pekerja sehingga memberi peluang kerja bagi warga lainnya. 

Kegiatan pengisian air isi ulang ke dalam derigen oleh pekerja

Pelajaran Berharga

Pelajaran berharga yang di dapat dari kisah di atas adalah agar manusia berbuat baik terhadap alam. Maka alam pun akan memberikan manfaat yang baik juga.

Sejatinya, alam pun adalah sesama makhluk Tuhan yang mesti diperlakukan dan dijaga dengan baik demi keseimbangan kehidupan kita dan masa depan anak cucu kita sendiri nanti.

*Peneliti Ahli Pertama, **Peneliti Ahli Pertama, Kelompok Riset Konservasi dan Restorasi Ekosistem Gambut, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi. BRIN

Redaksi Green Indonesia