Melania Hanny Aryantie1 dan Muhamad Yusup Hidayat2
Agen zilenial (Gen Z) sebagai agen-agen lingkungan, sangat nyata kontribusinya dalam penerapan konsep 4R pengelolaan sampah.
BERBICARA tentang lingkungan hidup di wilayah kota-kota besar, tentu tidak pernah lepas dari permasalahan sampah. Sampah selalu menjadi cerita klasik yang seringkali tidak berujung. Mulai dari rumah tangga sebagai sumber utama produsen sampah, hingga proses pengolahan akhir sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).
Dari studi yang pernah dilakukan oleh Aryantie dan Hidayat di Yogyakarta, yang tergolong sebagai kota besar, diketahui bahwa TPST Piyungan menjadi tujuan akhir pembuangan sampah dari wilayah aglomerasi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Dua daerah lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak membuang sampah ke lokasi tersebut, yakni Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo.
Kota Yogyakarta merupakan penyumbang sampah rumah tangga tertinggi (51,02%) dibandingkan dengan Sleman (29,10%) dan Bantul (12,79%). Angka tersebut berbanding terbalik dengan jumlah penduduk kota Yogyakarta (378.913 jiwa) yang paling rendah dibandingkan dengan kabupaten Sleman(1.125.804 jiwa), dan Bantul (985.770 jiwa) (DIY dalam angka 2023).
Penyebabnya ada beberapa hal. Pertama, kota Yogyakarta merupakan “kota komuter”. Dimana para pelaju (pekerja atau pelajar) beraktivitas selama jam kerja menghasilkan sampah pada periode tersebut dan terkumpul di lokasi kantor dan sekolah/kampus.
Kedua, ditemukan kekosongan kelembagaan pada proses pemilahan, pengumpulan, dan pengangkutan sampah rumah tangga ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Yang ketiga; meskipun tingkat partisipasi masyarakat tinggi (89,7%), namun kota ini masih menghadapi perilaku masyarakat dalam mengelola sampahnya.
Temuan lain yang dapat dirujuk sebagai rekomendasi adalah keberadaan bank sampah – bank sampah di wilayah ini.
Gen Z
Peran aktif agen-agen lingkungan sangat dibutuhkan dalam menjaga kesadaran publik mengelola sampahnya. Peran mereka dalam bentuk asistensi dan transfer ilmu melalui Gerakan 4R: reduce, reuse, recycle, dan replant. Bank sampah sebagai representasi proses pemilahan dan pengumpulan sampah terbukti efektif menurunkan volume sampah yang dibuang ke Piyungan.
Dwiyanto (2011) mengklaim bahwa pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dapat menekan timbulan sampah hingga 70%.
Agen zilenial (Gen Z) sebagai agen-agen lingkungan, sangat nyata kontribusinya dalam penerapan konsep 4R pengelolaan sampah. Gen Z yang aktifitas keseharianya sangat erat kaitannya dengan media sosial, akan berkontribusi nyata dalam penyebarluasan informasi.
Konsep pengelolaan sampah yang dapat dikolaborasikan dengan agen lingkungan zilenial (Gen Z) terkait dengan Informasi-informasi penataan kelembagan sampah, pengelolaan bank sampah, sosialisasi, serta alih teknologi pengelolaan sampah.
Pertama adalah penataan kelembagaan yang mengatur gap pemrosesan sampah, yakni dari rumah menuju TPS. Tahap ini penting karena harus dilakukan mandiri oleh masyarakat. Berkaca dari Bantul, tahap ini dikelola melalui RT/RW. Demikian juga Sleman melalui RT/RW ditambah dengan peran swasta/Gen Z sebagai Penyedia Jasa Pengelolaan Sampah (PJPS). Konsepnya dirubah/dimodifikasi dari Gen Z sebagai produsen sampah menjadi Gen Z sebagai operator pengelola sampah.
Kedua adalah internalisasi bank sampah. Bank sampah tidak hanya diperkenalkan pada skala RT/RW, namun bisa diikutsertakan pada kegiatan yang erat kaitannya dengan Gen Z, seperti konser, pameran seni, pawai, dll. Internasilasi kegiatan tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap penurunan timbulan sampah di TPST.
Kebijakan sirkular ekonomi ini juga dapat dikembangkan untuk diperkenalkan terhadap para pelaku usaha untuk menjadi peserta bank sampah, seperti hotel, rumah makan, dan toko oleh-oleh yang banyak tersebar di kota-kota besar.
Ketiga, Pemda secara rutin melakukan sosialisasi melalui berbagai media massa dan elektronik dengan bantuan influencer agen lingkungan. Sosialisasi berperan dalam membangun kesadaran publik dan mendorong partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungannya. Disini pentingya peran agen lingkungan sebagai influencer yang dapat menyebarluaskan informasi terutama generasi zilenial yang tinggi akan mobilisasi dan aktifitas bermedia sosial.
Terakhir adalah pemanfaatan teknologi. Saat ini sudah banyak teknologi pengolahan sampah yang tersedia, mulai dari biologis hingga pembakaran (termal).
Peran Para Pihak
Pemerintah daerah khususnya provinsi D.I. Yogyakarta bisa melakukan studi melalui peran para peneliti BRIDA, kolaborasi dengan akademisi, maupun melakukan studi banding ke TPST atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang telah menerapkan teknologi.
Beberapa diantaranya tersebut Bantargebang Bekasi, Putri Cempo Solo, dan Benowo Surabaya yang menjadi lokasi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Dengan menjalankan peran masing-masing stakeholders, diharapkan TPST Piyungan dapat dikelola lebih baik. Pengurangan timbulan sampah mulai dari sumber (rumah tangga, pelaku usaha, sekolah, dan kantor), penerapan ekonomi sirkular (4R dan bank sampah).
Disamping itu, yang tak kalah penting lagi adalah; penataan kelembagaan, kerjasama antar pihak, dan penerapan teknologi adalah rekomendasi yang bisa dipertimbangkan untuk pengelolaan persampahan di wilayah aglomerasi Kartamantul.*
1Peneliti pada PR Lingkungan dan Teknologi Bersih, 2Peneliti pada PR Ekologi dan Etnobiologi, BRIN