Dilema Sawit: “Ketahanan Energi atau Ancaman bagi Keanekaragaman Hayati?”

Fathur KA) & L Nuraini)

PERNYATAAN Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, tentang pembukaan lahan sawit untuk menunjang ketahanan energi di dalam negeri menuai kritik dari berbagai pihak. Pasalnya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit tentunya akan mempengaruhi keberadaan biodiversitas hutan yang selama ini dilindungi.
Saat memberikan pengarahan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta pada Senin (30/12), Prabowo menyatakan bahwa “Engga usah takut deforestasi, kelapa sawit juga termasuk pohon, ada daunnya”. Tentunya pernyataan tersebut dapat memicu pembukaan lahan sawit yang sangat berdampak buruk bagi ketahanan biodiversitas hutan di Indonesia.
Padahal menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Senin, (7/2) tahun 2022, melalui siaran persnya, bahwa sawit bukan termasuk tumbuhan kehutanan, melainkan sebagai tanaman budidaya. Pernyataan tersebut didukung dengan peraturan pemerintah, historis, dan kajian akademik tentang tanaman sawit.
Pasalnya menurut data dari KLHK terdapat sekitar 1.679.797 hektar perkebunan sawit ilegal berada di dalam kawasan hutan dan tidak memiliki izin resmi pemanfaatan kawasan hutan.
KLHK juga menyebutkan, bahwa ekspansi perluasan perkebunan sawit menjadi salah satu faktor meningkatnya deforestasi hutan di Indonesia.


Pembukaan lahan perkebunan sawit ini sering dilakukan dengan mengkonversi hutan alam sebagai area perkebunan yang tentunya secara signifikan dapat menghilangkan tutupan lahan dan menjadi ancaman bagi biodiversitas di kawasan hutan tersebut.
Menurut artikel di Betahita yang ditulis oleh Kennial Laia (2024), berdasarkan analisis data dari TheTreeMap, perkebunan sawit di Indonesia tumbuh sebesar 116.000 hektar pada 2023 dan meningkat sebesar ~54% dari tahun sebelumnya pada skala industri.
Sementara itu, sebanyak sekitar 30.000 hektar hutan dikonservasi menjadi perkebunan sawit.
Tentunya berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sawit merupakan salah satu faktor yang mendorong meningkatnya deforestasi di Indonesia. Perluasan atau ekspansi perkebunan sawit tersebut tentunya akan memperluas konflik di lingkup kehutanan secara ekologis ataupun sosial. Terlebih lagi, dalam pernyataannya, Prabowo mengungkapkan bahwa TNI dan Polri diminta agar menjaga perkebunan sawit.
Pernyataan tersebut tentunya sangat berbahaya, karena Presiden secara terbuka menginstruksikan apparat TNI maupun Polri untuk terlibat dalam mendukung upaya perluasan perkebunan sawit di Indonesia.

Kelestarian Terancam
Menurut pendapat kami, alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit dapat menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian biodiversitas di dalamnya.
Dari segi ekologi, ketika alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit monokultur ini dilakukan, kelestarian flora dan fauna di dalamnya dipastikan terancam keberadaannya.
Hal tersebut didukung dengan pola monokulur perkebunan sawit yang dapat menyebabkan punahnya flora dan mengisolasi fauna dari kawasan tersebut karena proses fragmentasi habitat.
Selain itu, perkebunan sawit juga tidak mampu menyediakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi keberagaman hayati. Pasalnya, biasanya dalam perkebunan sawit digunakan pestisida dan herbisida yang dapat merusak ekosistem alam dengan mengancam organisme lain sebagai pendukung keseimbangan alam.
Selain itu, perubahan fungsi ekosistem hutan akibat konversi menjadi perkebunan sawit juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam penyerapan air dan karbon. Hal ini dapat memperburuk dampak bagi lingkungan.
Dari segi sosialnya, ekspansi perkebunan sawit ini juga dapat menyebabkan konflik lahan bagi masyarakat adat yang bergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Faktanya seringkali pemberian izin untuk pembukaan lahan sering kali mengabaikan hak masyarakat adat dan mengesampingkan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Perubahan dalam pola penggunaan lahan sebagai perkebunan sawit juga dapat mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam lainnya, seperti pertanian tradisional.
Jadi, tindakan konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi kekayaan biodiversitas yang ada, baik berbagai jenis flora maupun faunanya.

*)Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. **)Pusat Riset Botani Terapan, Badan Riset dan Inovasi nasional

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *