Bagang telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari budaya maritim masyarakat pesisir, termasuk di Kalimantan Utara (Kaltara)

SETIAP hari selama dua pekan, perjalanan Tim Survey dan pengambilan sampel karbon PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) di Kalimantan Utara nyaris tak lepas dari transportasi air. Kadang di laut, kadang di sungai.
Suatu ketika, di salah-satu kawasan pesisir, penulis menemukan apa yang disebut nelayan setempat;’bagang’. Bangunan di atas air (laut) itu merupakan alat tangkap ikan tradisional yang telah digunakan sejak lama oleh masyarakat pesisir di Indonesia. Nama lainnya adalah ‘bagan’.
Secara historis, metode ini diperkirakan berasal dari teknik menangkap ikan yang dikembangkan oleh nelayan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Di Indonesia, penggunaan bagang banyak ditemukan di daerah pesisir seperti Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan.
Warisan Leluhur
Bagang dibuat dengan menggunakan bambu atau kayu sebagai kerangka yang ditanam di dasar laut atau mengapung di perairan dangkal.
Jaring dipasang di bagian tengahnya, dan ketika ikan berkumpul di bawah bagang karena tertarik oleh cahaya lampu, jaring diturunkan untuk menangkap ikan.
Metode ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari budaya maritim masyarakat pesisir.
Multi Manfaat
Bagang memiliki berbagai manfaat, baik dari sisi ekonomi maupun sosial:
Manfaat Ekonomi: Bagang berkontribusi terhadap pendapatan nelayan karena hasil tangkapannya cukup stabil.
Biaya operasional bagang relatif lebih rendah dibanding metode penangkapan ikan lainnya, sehingga menjadi pilihan ekonomis bagi nelayan tradisional.
Bagang mendukung industri perikanan lokal dengan menyediakan pasokan ikan yang berkelanjutan bagi pasar, restoran, dan industri pengolahan ikan.
Manfaat Sosial: Bagang menjadi sumber pekerjaan bagi masyarakat pesisir, baik sebagai nelayan, pengrajin jaring, maupun pekerja di sektor distribusi ikan.
Sistem kerja bagang sering melibatkan kerja sama antar nelayan, sehingga memperkuat solidaritas sosial dan nilai gotong royong.

Kearifan Lokal
Di Kalimantan Utara, bagang bukan hanya alat tangkap ikan.
Beberapa aspek kearifan lokal yang terkait dengan bagang di wilayah ini meliputi pengelolaan sumber daya berkelanjutan.
Masyarakat pesisir Kalimantan Utara menerapkan aturan tidak tertulis mengenai penggunaan bagang agar tidak merusak ekosistem laut. Mereka mengatur jumlah bagang yang boleh dipasang dan memastikan ukurannya sesuai untuk menjaga populasi ikan.
Pembuatan dan pengoperasian bagang sering kali dilakukan secara bersama-sama, yang mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat pesisir.
Penggunaan bagang juga menjadi bagian dari identitas budaya nelayan setempat, di mana keterampilan membuat dan mengoperasikan bagang diwariskan kepada generasi muda melalui pembelajaran langsung di lapangan.
Seorang nelayan tak jauh dari Pantai Tarakan, Maldi, menuturkan, bahwa aktifitas bagang dilakukan di malam hari. Dengan memanfaatkan bohlam (listrik), ikan akan berkumpul di bawah bagang, lalu dijebak dengan jaring. **
Bakry
No comment