Ahmad Rusliadi: “Tidak Masalah, Karena Perhutani Cuma Pengelola.”

Terkait dengan Perhutanan Sosial, khususnya di Bogor, ditemukan adanya sengketa lahan dengan masyarakat, seperti di Desa Sukawangi – Puncak Dua, seperti telah berulang kali diberitakan oleh greenindonesia.co (GI). Kasus tersebut tampaknya berkepanjangan. Apa dan bagaimana solusinya? Untuk itu GI melakukan wawancara khusus, langsung dengan ADM Perhutani Bogor, Ahmad Rusliadi, di Kantor KPH Perhutani – Cibinong 22/09/2022. Berikut petikan wawancaranya:

Mohon pencerahan dari Bapak sebagai ADM Perhutani tentang kegiatan Perhutanan Sosial, khususnya yang berkaitan dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) dan Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK). Apa dampaknya dan bagaimana dengan hubungannya dengan masyarakat di sekitar hutan.  

Wadah masyarakat dalam kaitan kerjasama dengan Perhutani adalah LMDH. Syaratnya; salah-satunya mengakui kawasan hutan.

Sebenarnya selama ini tidak ada masalah… Cuma karena masyarakat telah menggarapnya sangat lama, maka merasa lahan itu hak miliknya.

Lalu bagaimana dengan status lahan masyarakat yang telah ikut dan menandatangi NKK Perhutanan Sosial dengan Perhutani? Apakah mereka nantinya akan mendapatkan legalisasi sebagai pemilik lahan?

Tidak bisa. Karena  itu tanah negara. Perhutani pun sebenarnya bukan pemilik. Perhutani hanya sebagai pengelola. Yang berhak menetapkan itu lahan masyarakat atau bukan, ya BPKH. Bukan Perhutani.

Sekarang kan ada ‘oknum-oknum’ yang memanfaatkan kondisi ini. Memungut biaya dan macam-macam, dengan iming-iming nanti lahannya dilegalkan. Itu oknum! Tetap tidak bisa. Soal pelepasan lahan hutan ke masyarakat ada mekanismenya. Prosedurnya ialah dengan ada pengusulan melalui Pemda, terus ke KLHK dan BPKH.

Apa pendapat Bapak dengan persepsi yang berkembang, bahwa seolah-olah antara Perhutani dengan masyarakat telah terjadi sengketa saling klaim lahan (kasus tenurial).

Sebenarnya itubukan masalah antara Perhutani dengan masyarakat. Masalahnya bukan di situ.

Itu urusan pemerintah, misalnya antara masyarakat dengan Pemda dan KLHK, khususnya BPKH. Karena mereka adalah regulator. Perhutani bukan regulator.

Bagi kami tidak masalah jika ada pengusulan melalui Pemda Bogor ke KLHK untuk mengalihkan (redistribusi) lahan bagi masyarakat. Silahkan saja. Kami akan mengikuti dan mematuhi saja.

Kan selama ini Perhutani adalah sebagai pihak yang diberi hak mengelola dan kewajiban menjaga. Maka ya kami jaga…!

Jika demikian (terkait kawasan hutan yang dikeloa Perhutani), bagaimana nasib masyarakat terkait lahan desa atau alahan adat yang notabene saat ini dinyatakan sebagai kawasan hutan?  

Ada mekanismenya. Bisa dilihat di Permen KLHK No. 7 Tahun 2021, dan Permen KLHK No. 9 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja.

Silahkan saja usulkan. Misalnya Pemda mengusulkan hutan menjadi lahan adat, lahan desa, Fasum, Fasos dan sebagainya. Kalau KLHK dan BPKH memutuskan atau mengabulkan…. ya silahkan saja. Berarti akan ada pelepasan lahan (peta kawasan hutan)  menjadi lahan desa.

Perhutani akan mengikutinya.

Tapi secara bisnis apakah Perhutani tidak merasa kehilangan (rugi), karena sebagai BUMN kan juga dituntut menghasilkan?

Tidak ada masalah. Itu konsekuensi.

Untuk diketahui ya…, saat ini saja Perhutani Bogor telah kehilangan 70% dari total luas lahan kawasan hutan yang dikelola se Kabupaten Bogor. Dari 49.377 hektar sekarang tinggal 14.700 hektar sebagai akibat dari program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Secara bisnis ya, jelas berkurang. Tapi itu bukan masalah. Apa boleh buat, karena itu kebijakan pemerintah. Kami hanya diberi hak mengelola, bukan memiliki. Kami bukan regulator.

Sekarang kita dalam masa transisi. Ini, dalam minggu-minggu ini kita dalam proses pemetaan lagi terkait berkurangnya atau lepasnya lahan tersebut .

Lalu apa kebijakan Perhutani dalam menyikapi kenyataan itu?

Ya inovasi. Kita menjalankan bisnis multi-produk. Tidak lagi mengandalkan sadapan getah, apalagi kayu. Kita tidak boleh menebang.

Inovasinya misalnya pengembangan lebah madu, penanaman sereh wangi (Parung Panjang), air mineral (Bojong Koneng) dan lain sebagainya. Favoritnya kami di Bogor ini ialah agroforestry dan wisata.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *