Warga Sukawangi Tolak Gema PS

Tawaran fasilitasi Gema PS tidak sesuai konteks yang tengah diperjuangkan warga yang merasa bukan berada dalam kawasan hutan yang dikelola Perhutani.

BAK kata ibarat; migrain di kepala dikasi obat sakit perut, tidak ada kaitannya. Demikian yang terjadi pada pertemuan dan diskusi dalam rangka menampung aspirasi rakyat di Kantor Desa Sukawangi – Puncak Dua Bogor 25 Agustus lalu.

Camat Sukamakmur, Bakri Hasan, mengundang pengurus Yayasan Gema PS (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial) dalam diksusi tersebut. Tujuannya, sesuai yang dikatakan H. Ako, pengurus yayasan itu, adalah untuk membantu dan memfasilitasi warga Sukawangi dalam permasalahan kasus tenurial dengan pihak Perhutani. Pada kesempatan itu, H. Ako mengajak warga untuk ikut serta dalam kegiatan Perhutanan Sosial bersama Perhutani.

Pengurus Gema PS, H. Ako

“Karena status lahan yang tidak beres, seperti halnya di Sukawangi, untuk itu Perhutanan Sosial  antara Perhutani dengan masyarakat di sekitar hutan perlu dilakukan. Masyarakat perlu mengikuti proses dulu, dan kami akan memfasilitasinya,” tuturnya.

Spontan warga menolak hal itu. Alasannya, keberadaan kampung dengan ribuan warga yang sudah menduduki wilayah Sukawangi sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. “Kami sudah turun-temurun di sini,” ucap seorang warga. Jadi, menurut warga Sukawangi tawaran Gema PS itu tidak salah dan baik, tapi tidak tepat sasarannya, karena pemukiman mereka tidak dalam kawasan hutan, walau memang berdampingan dengan hutan Perhutani.

Kampung Arca, Desa Sukawangi

Pada salah-satu pemberitaan GI beberapa waktu lalu, warga Sukawangi menyatakan tidak anti dengan program Perhutanan Sosial. “Silahkan lakukan dalam kawasan hutan bersama warga yang terlibat di dalamnya,” ungkap warga.

Beda Konteks

Dengan demikian, tawaran fasilitasi Gema PS tidak sesuai konteks yang tengah diperjuangkan warga yang merasa bukan berada dalam kawasan hutan yang dikelola Perhutani. Seperti dikatakan salah-seorang pengurus Forum Komunikasi Warga Sukawangi (FKWS), bahwa mereka tengah memperjuangkan ditetapkannya tapal batas-batas antara kawasan hutan Perhutani dengan wilayah tanah adat atau perkampungan warga.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *