PKS yang berjalan di Sukawangi perlu disikapi dengan seksama. “Tampaknya, beberapa oknum ber-kamuflase, diragukan kemurnian dan niat baiknya. Saya tetap berpihak ke masyarakat,” tegas Kepala Desa Sukawangi, Puncak Dua Bogor.
SUKAWANGI memang molek. Sejak isu pemerintah hendak membangkitkan kawasan Puncak Dua sebagai jalur wisata baru, banyak pihak berdatangan dan berhasrat memiliki lokasi di kawasan ini. Perkampungan sejuk, dengan view gunung dan lembah, serta ditimpali sejumlah curug nan indah, tampaknya tak lama lagi akan diramaikan bangunan villa atau fasilitas wisata lain.
Kebun sayur yang hijau, padi menguning di sawah, atau semak sepi di sela bukit pun, kini menjadi incaran bisnis. Lalu lahan-lahan yang selama ini merupakan ‘lapangan hidup’ ribuan warga –bisa jadi– akan berpindah tangan.
Kecemasan itu kian terasa sejak lebih setahun lalu, terutama saat pengelola hutan negara (BUMN Perhutani) mensosialisasikan Program Perhutanan Sosial (PS) melalui tawaran Perjanjian Kerja Sama (PKS) kepada masyarakat. Warga pun menilai tidak ada yang salah dengan program itu. Hanya saja –seperti beberapa kali diberitakan media ini— ‘caranya’ yang kurang bekenan di hati warga Sukawangi.
Selain itu, ploting sasarannya dinilai ‘membabi buta’. Forum Komunikasi Warga Sukawangi (FKWS) sebuah paguyuban di kawasan itu, berpandangan hal ini bisa mengancam kelangsungan hidup warga akibat banyak lahan (pertanian, pemukiman) bakal tergusur.
Warga Kembali Resah
Setahun lalu, melalui FKWS, masyarakat Sukawangi meminta PKS ditunda dulu, sampai penetapan tapal batas wilayah kerja Perhutani dengan tanah adat clear. Upaya tersebut sempat membuat tenang. Warga pun menunggu kabar baik serta kebijakan Kepala Desa yang baru.
Namun setelah tenang beberapa saat, akhir-akhir ini tersebar isu PKS dilanjutkan lagi. Sejumlah warga berbisik, resah. Lalu isu tersebut mulai menjalar dari mulut ke mulut; “Perhutani bersama oknum LMDH kembali bergerak, mengukur lahan-lahan.”
Parahnya lagi, ada isu lahan-lahan yang menurut warga berada di luar hutan Perhutani pun disasar. Kepanikan warga makin menjadi-jadi, karena ada kabar bahwa Kepala Desa yang baru ikut mendukung kegiatan tersebut.
Klarifikasi Kepala Desa
Bak cacing kepanasan, warga pun kelimpungan. Untuk itu, FKWS bermaksud mempertanyakan hal tersebut kepada Kepala Desa Sukawangi.
Kemaren (Kamis, 27/01) beberapa pengurus FKWS mendatangi Kantor Kepala Desa Sukawangi. Bersama GI, perwakilan paguyuban itu diterima langsung oleh H. Budianto, Kepala Desa Sukawangi. Sejumlah aspirasi dan pertanyaan pun dilontarkan pengurus FKWS.
Menanggapi hal itu, Budianto mengklarifikasi. Intinya Dia menolak PKS di tanah milik rakyat atau lokasi garapan petani Sukawangi.
Budianto pun mengaku sadar, ternyata PKS yang berjalan di Sukawangi perlu disikapi dengan seksama. “Tampaknya, beberapa oknum diantaranya ber-kamuflase, diragukan kemurnian dan niat baiknya. Dibalik itu pada akhirnya lahan PKS diperjualbelikan,” ungkap Budianto.
Lebih jauh dikatakan Budianto, LMDH bersama beberapa oknum akhir-akhir ini sibuk mengukur lahan di beberapa lokasi, bahkan sampai ke lokasi yang menurut warga desa bukan wilayah kerja Perhutani.
Pada perrtemuan itu Budianto membantah; adanya kerjasama pihaknya dengan Perhutani dan LMDH terkait persoalan yang dicemaskan masyarakat. “Saya akan tetap berpihak ke masyarakat, sesuai komitmen kita bersama FKWS ke Balai Penetapan Kawasan Hutan (BPKH) Yogyakarta,” tegasnya.
Analisa Dampak Sosial..!
Mendengar klarifikasi Kepala Desa Sukawangi tersebut, perwakilan FKWS tampaknya cukup puas. Mereka pun sedikit tenang. Mengapa tidak? Soalnya lahan di luar kawasan hutan pun mau di-PKS-kan. “Ini yang tidak bisa kita biarkan,” tegas salah seorang pengurus FKWS.
Ikut hadir dalam klarifikasi tersebut sejumlah Anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Sukawangi. Diunjung petemuan, Ketua BPD sukawangi, Tarto, meminta agar kepala desa tetap berpihak ke warga. “Dalam masalah PKS Perhutani kami minta pihak desa berhati-hati dan menganalisa dampak sosial yang akan terjadi di masa mendatang,” tegas Tarto.
***Riz***
No comment