“Disinilah sisi menariknya, dimana teknis dan perhitungan matematis bermuara pada percaturan bisnis, dan menjadi uang,” ucap seorang peserta training.
SALAH-satu pembicara dalam Carbon Accounting Training yang digelar PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) bersama IPB University dan Green Indonesia (GI) jelang penghujung Juli 2023 adalah Dr. A Faroby Falatehan. Dia adalah dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University.
Prospek Ekonomi Karbon
“Perpaduan teknik (ilmiah) dengan ilmu ekonomi (pasar), tutur salah-seorang peserta saat rehat sore. “Disinilah sisi menariknya, dimana teknis dan perhitungan matematis bermuara pada percaturan bisnis, dan menjadi uang,” imbuh peserta lain.
Jika dulu, ‘orang lama’ menggambarkan sesuatu yang sulit bak ‘menggantang asap’. Sekarang, orang modern malah menakar yang tak terlihat (karbon) dan menghitung tonase-nya untuk dijual.
Selain ‘membayar dosa’, peluang untung pun terbuka. Begitulah, jika isu perubahan iklim yang melanda akhir-akhir ini disikapi dengan benar, bukan mustahil peluang terbuka bagi dunia usaha.
Pajak karbon dipahami, dan penghitungan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pun bisa dilakukan sendiri, maka sumberdaya alam dan lingkungan tidak terlanjur binasa. Dosa-dosa lingkungan, baik oleh industri maupun perusahaan perkebunan atau dunia usaha kehutanan, diharapkan dapat dikurangi.
Bicara untung? Tentu, akan terbuka peluang baru di dunia percaturan karbon. Dengan melalui hitungan-hitungan, rumus tertentu, serta kesepakatan dunia, akhirnya karbon memiliki pasar tersendiri.
Bursa karbon, tanpa wujud nyata, barang atau produk, namun ada nilainya. “Prospek pasarnya pun cukup cerah,” tutur Faroby. Dia mencontohkan, salah-satunya di industri otomotif seperti Tesla. Dimana perusahaan tersebut mendapatkan uang yang banyak bukan hanya dari penjualan unit mobil, tetapi juga ‘bayaran’ dari keberhasilan menurunkan emisi karbon.
***Riz***