Terdapat peluang besar dalam memanfaatkan minyak jelantah (Used Cooking Oils) sebagai bahan baku komplementer biodiesel. Pengumpulan dan pengelolaan UCO sebagai biodiesel dapat menyelesaikan dua masalah lain, yaitu masalah kesehatan dan lingkungan.
KENAIKAN suhu global berdampak pada semakin tingginya intensitas cuaca ekstrem seperti El Niño yang terjadi sepanjang tahun 2023. Alhasil, kondisi ini berakibat pada terganggunya produktivitas bahan pangan seperti pada beras dan minyak goreng. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan produksi pangan yang lebih adaptif sebagai upaya mengantisipasi dampak krisis iklim dengan beralih pada keberlanjutan pangan.
Menurut Ahmad Juang Setiawan, Climate Researcher dari Traction Energy Asia, permasalahan iklim juga menjadi ancaman atas produktivitas kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng.
Dalam sebuah Siaran Pers yang dikirim ke Redaksi GI (05/03), Dia mengatakan; dampak krisis iklim seperti banjir, kekeringan, asap KARHUTLA (kebakaran hutan dan lahan), mempengaruhi produktivitas kelapa sawit melalui beberapa hal. Diantaranya adalah; pergeseran musim panen, menurunnya kualitas, rusaknya tanaman, hingga potensi kematian tanaman.
Hal lainnya yang berpotensi mengganggu ketersediaan minyak goreng adalah penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel. Semakin tinggi tingkat pencampuran biodiesel, ketersediaan minyak goreng berpotensi akan menurun.
Secara umum stok minyak goreng terancam oleh dua hal, yaitu krisis iklim yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit, dan biodiesel yang mempengaruhi jatah minyak sawit untuk diolah menjadi minyak goreng. Juang mengatakan dalam 4 tahun terakhir, terjadi peningkatan konsumsi minyak goreng saat menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri sebesar rata-rata 38%.
Namun, jika ditelusuri lebih lanjut, kebutuhan akan energi lambat namun mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus 2023, alokasi CPO untuk energi sudah melebihi alokasi untuk pangan, yaitu melebihi 1 juta ton – sementara pangan dibawah 1 juta ton. Hal ini seiringan dengan regulasi pemerintah untuk meningkatkan produksi biosolar, yang juga dikenal sebagai program pencampuran Bahan Bakar Nabati (B35).
Minyak Jelantah
Menurut Juang, terdapat peluang besar dalam memanfaatkan minyak jelantah (Used Cooking Oils) sebagai bahan baku komplementer biodiesel. Pengumpulan dan pengelolaan UCO sebagai biodiesel dapat menyelesaikan dua masalah lain, yaitu masalah kesehatan dan lingkungan.
Minyak jelantah berdampak negatif jika digunakan secara berulang, dan berdampak buruk pada lingkungan jika dibuang sembarangan. Juang juga menambahkan salah satu caranya untuk menuju pangan yang berkelanjutan adalah dengan melihat kembali kearifan lokal yang telah dikembangkan oleh petani-petani kecil di daerah yang sudah mempunyai mekanisme adaptasi perubahan iklim.
***Riz***