Selain menjadi stok karbon, pengembangan hutan mangrove yang dilakukan Toyota di pesisir Karawang, terbukti telah membentengi pantai dari abrasi dan intrusi air laut ke persawahan padi.
BERCAMPUR bahasa khas pesisir Karawang, seorang ibu mengatakan, bahwa dulu air laut sampai ke halaman rumahnya. “Ini, tempat kita duduk ini dulunya air laut,” tuturnya kepada GI. Ditambahkannya, jika musim air laut ‘pasang’, bahkan sawah serta tambak ikan dan udang –yang posisinya lebih ke daratan, tenggelam.
“Makin kesini tanahnya semakin padat dan bisa ditanami,” jelas petani tua lain yang juga duduk bersama GI pada sebuah saung di sela pepohonan mangrove, Kampung Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang (Senin, 27/03). Saat itu GI sembari menunggu Tim CKL (PT. Cedar Karyatama Lestarindo) blusukan ke hutan mangrove bersama Komunitas Cipta Pesona Desa (CPD).
CPD yang merupakan mitra Toyota dalam pengembangan mangrove di Karawang – Jawa Barat tersebut, pada kesempatan itu mendampingi Tim CKL untuk pengambilan sampel serta sensus pohon mangrove. Kegiatan itu adalah langkah awal dalam kegiatan penghitungan serapan karbon mangrove di pesisir pantai Cilamaya Kulon – Karawang.
PI Tertarik
Kegiatan survei terkait carbon accounting itu tampaknya menarik perhatian, baik warga setempat (Petani di Kampung Pasir) maupun pihak lain yang bertepatan sedang berkunjung ke lokasi itu.
Tak lama berselang, usai sejumlah petani yang bercengkerama dengan GI pamit, satu rombongan datang, dan memperkenalkan diri. Mereka dari PT. Pupuk Indonesia (PI).
“Kami tertarik dan juga berniat untuk terus menanam mangrove dan berbagai pohon lainnya,” ucap Dwi Pudyasmoro, dari PT. Pupuk Indonesia (Holding Company).
Kenapa bermacam pohon? Karena Pupuk Indonesia –holding dari beberapa BUMN (Pusri, Petrogres, Pupuk Kaltim, Pupuk Kujang, dan Pupuk Iskandar Muda) tersebut ingin mengembangkan eko-edu wisata di pesisir Karawang – Jawa Barat.
Dibiayai Toyota
Ahmad Fatoni, Ketua Yayasan Cipta Pesona Desa (CPD) mengatakan, bahwa penanaman mangrove di pesisir pantai bersama Toyota tersebut dilakukan sejak tahun 2015. Pada tahap awal mereka telah menanam 237 ribu bibit mangrove.
“Ada dua jenis mangrove yang kami tanam, yakni jenis Rhizophora (bakau) dan Avicennia (api-api),” kisah Fatoni.
Lebih lanjut, dikatakannya, pada tahun 2017 kembali dilakukan penanaman sejumlah 133 bibit mangrove, dan pada 2018 sebanyak 110 ribu pohon. “Ini semua dibiayai Toyota. Sementara kegiatan penanaman dilakukan bersama kelompok pencinta alam KBR Cinta Alam – Karawang, yang sekarang menjadi Yayasan Cipta Pesona Desa (CPD),” jelasnya.
Sayangnya, seperti dikisahkan Fatoni, pada tahun 2019, terjadi kasus oil spill atau kebocoran pipa sumur minyak Pertamina. Ekosistem laut tercemar bahan mentah minyak, dan mematikan semua mangrove muda yang ditanam pada 2018, yakni sebanyak 110 ribu pohon.
Manfaat Dirasakan
Senada dengan ungkapan warga dan petani di Kampung Pasir Putih, Fatoni menjelaskan, bahwa sejak merimbunnya mangrove di sepanjang pesisir pantai, pemilik lahan di sekitar mangrove pun merasa telah diuntungkan.
“Air laut sudah tidak lagi masuk ke areal pertanian. Abrasi tidak terjadi lagi,” jelasnya.
Dampak posisitf lainnya adalah; terjadinya alih fungsi lahan dari tambak menjadi sawah (padi), yang ternyata telah meningkatkan nilai asset tanah milik masyarakat.
“Ekosistem laut atau pantai jadi terlindungi, burung-burung, ikan, dan kepiting kembali hadir. Selain itu, ternyata muncul beberapa jenis mangrove lainnya tanpa ditanam. Mungkin dari biji yang dibawa burung,” tutur Fatoni.
Dia pun menyarankan agar pihak Toyota, agar Toyota kembali melakukan penebalan alias penanaman kembali, sehingga ekosistem mangrove dan pantai semakin terjaga kelestariannya.
***Riz***