Kepastian pasar sayuran, hasil ternak dan ikan akan lebih terjamin. Ekonomi desa pun bergairah.
MAKAN siang Rp 10.000,- per orang menjadi wacana yang hangat akhir-akhir ini. “Apa cukup?” ucap Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri, seperti dikutip sejumlah media.
Memang, banyak pendapat yang terlansir GI terkait program yang akan bergulir tahun depan (2025) itu.
“Kalau dibagi uangnya ke masing-masing orang, ya pas-pasan. Makannya itu-itu saja setiap hari. Tidak bervariasi, apalagi buat beli susu. Tapi jika dimasak bersama, pasti bisa (cukup),” ucap seorang emak di Cipanas – Cianjur.
Skala & Efisiensi
Artinya; hitungan skala, baik dalam hal belanja di pasar hingga kegiatan memasak, tentu mempengaruhi efisiensi biaya.
Dalam sebuah opini di YouTube disebutkan, jika satu sekolah ada 500 anak, maka satu hari ada Rp 5 juta biaya sekali makan siang. Itu jumlah yang lumayan besar jika dikelola dengan benar.
Dampaknya, uang yang beredar setiap hari, di satu desa saja, bisa menggerakkan perekomian masyarakat. Mulai dari petani sayuran, peternak, usaha kolam ikan, tukang masak dan sebagainya, tentu akan bersemangat. Luar biasa.
Gairah Ekonomi
Bagi petani sayuran di kawasan Puncak – Bogor misalnya, wacana itu menjadi sebuah prospek baru.
Mengapa tidak? Pasalnya, pasar hasil panen akan lebih terbuka.
Selama ini aneka sayuran dibeli para bandar alias pengepul lokal untuk dibawa ke pasar induk, di Jakarta, Depok, atau Bogor. Soal harga, terserah bandar, petani ‘pasrah’ saja.
Begitu pula soal pembayaran. Biasanya, seperti pengamatan GI selama ini di sentra sayuran Sukawangi – Puncak Dua, petani baru terima uang sekembalinya para bandar dari pasar. “Balik dari pasar baru ketahuan harganya. Berapa untuk bos, berapa untuk kita. Itupun dipotong biaya perjalanan dan bensin,” tutur Ndang, seorang sopir pick up angkutan sayur yang sering ditumpangi GI. Maklum, tidak ada angkutan umum untuk ke luar kawasan sentra sayuran Puncak Dua.
”Dengan adanya program makan siang gratis, selain dikirim ke pasar induk melalui para bandar atau tengkulak, mungkin bisa pula dijual di desa,” tutur Nurhayati, ibu petani di Kampung Arca Puncak Dua – Bogor.
**Riz**
No comment