Jangan ‘Konyol’ Dibalik Segarnya Konyal

Zaenal Mutaqien*)

Atas: Bunga konyal (sumber: https://powo.science.kew.org/taxon/urn:lsid:ipni:names:675142-1). Bawah; Buah konyal (sumber: https://www.plant-world-seeds.com

Mari nikmati segarnya konyal, namun jangan sembarangan membuang bijinya, agar tidak menjadi konyol. Mengapa? Karena konyal yang tumbuh sembarangan, bisa merusak hutan.

KETIKA udara panas melanda seperti saat ini, paling enak adalah menikmati segarnya es buah. Salah satu pilihan buah yang segar dan  manis adalah buah Konyal (Passiflora ligularis Juss.).

Konyal, bersama dengan 628 jenis lainnya masih berkerabat dekat dengan Markisa (Passiflora edulis). Makanya, sekilas penampakannya mirip (Casierra-Posada & Jarma-Orozco 2016). Konyal memiliki citarasa –yang secara alami– lebih manis dibandingkan Markisa.

Menurut Hayati (2021) Jika diukur, tingkat kemanisan Konyal berkisar 4 – 6.7® Brix lebih tinggi dibandingkan markisa, dimana tingkat kemanisan konyal antara 16.5 – 17.7 Brix, menyamai manisnya batang pohon Tebu. Itulah sebabnya untuk menikmatinya , tidak perlu menambahkan gula. Cukup diambil isi buahnya lalu ditambahkan es batu, rasakan sensasi kesegarannya.

Beda dengan Markisa

Beberapa ciri sederhana bisa dilihat untuk membedakannya. Secara fisik, buah konyal cenderung lebih besar dibanding markisa, berwarna cerah, hijau, kekuningan, hingga jingga. Buah konyal tidak mengkilat.

Sedangkan markisa buahnya relatif lebih kecil, berwarna keunguan serta kulit buahnya mengkilat. Daun Konyal melebar berbentuk hati, sedangkan Markisa daunnya relative memanjang, agak keras dan berwarna hijau pekat (Randu 2020).

Perbedaan Markisa (kiri), Konyal (tengah) dan Rambusa (kanan). (sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:3_species_of_passionfruit.jpg)

Berbeda dengan markisa yang tumbuh di dataran rendah, konyal dapat tumbuh dengan baik secara liar maupun dibudidayakan di dataran tinggi sekitar 900-2.700 meter di atas permukaan laut (Mendes Ferrão, 2002). Tumbuhan yang berbentuk liana (merambat) ini berbuah sepanjang tahun, namun akan jauh lebih banyak lagi pada musim penghujan (Hayati 2021).

Manfaat dan Nutrisi

Buah konyal diyakini masyarakat memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh. Diantaranya adalah sebagai pereda nyeri, penenang, serta anti radang.  Namun, yang secara ilmiah telah terbukti adalah, bahwa nutrisi yang terkandung di buah konyal berpotensi sebagai anti-oksidan, anti-diabetes dan anti-mikroba (Saravanan & Parimelazhagan 2014; Rey et al. 2020).

Lalu, apa sajakah kandungan nutrisi dari buah Konyal?

Berdasarkan Martin dan Nakasone (1970), dalam 100-gram buah konyal mengandung 7-gram Kalsium, 30 miligram Fosfor dan 0.8 miligram Zat Besi. Penelitian lain menunjukkan bahwa daging buah konyal banyak mengandung nutrisi seperti protein, karbohidrat, vitamin C, asam amino serta serat kasar (Morton 1987).

Beberapa senyawa monoglukosida dan diglukosida seperti α-l-rhamnopyranosylβ-d-glucoside (rutinoside) dan 6-O-α-l-arabinopyranosyl-β-d-glucopyranosides dari linalool, benzyl alcohol, dan 3-methyl-2-en-1-ol (Cassaghne et al. 1999).

Kulit buahnya mengandung polisakarida dengan berat molekul tinggi, seperti xilosa, galaktosa, galaktosamin dan fruktosa (Tommonaro et al. 2007).

Salah Kaprah Masyarakat

Terdapat beberapa pemahaman masyarakat terhadap buah yang dalam Bahasa Inggris disebut Sweet Granadilla atau Yellow Passionfruit. Hal ini perlu diluruskan.

Sebagian besar masyarakat dan media elektronik menganggap bahwa buah ini adalah asli Indonesia dan keberadaaanya perlu dilestarikan. Memang, buah ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Jawa dan Sumatera.

Di Jawa Barat, tumbuhan yang bunganya cantik dan beraroma manis ini dapat ditemukan tumbuh liar merambat di lereng Gunung Gede dan diudidayakan di Kabupaten Garut. Sehingga terkadang masyarakat menyebutnya ‘Markisa Garut’.

Lokasi lainnya adalah di lereng Gunung Marapi, Sumatera Barat, yang dikenal dengan nama lokal ‘Markisa Bukik Batabuah’. Di kawasan ini juga konyal tumbuh liar merambati batang pohon Tusam Sumatera (Pinus merkusii Jungh. & de Vriese).

Berdasarkan berbagai literatur ilmiah, ternyata konyal bukanlah buah asli Indonesia. Tumbuhan hutan yang buahnya disukai berbagai jenis hewan dan pendaki ini, ternyata berasal dari Mexico –  Amerika Tengah, dan Amerika Selatan hingga Bolivia.

Karena buahnya yang banyak disukai untuk dikonsumsi, dan bunganya yang menarik sebagai tanaman hias, jenis ini kemudian ditanam di berbagai tempat di dunia – keluar dari habitat aslinya. Konyal telah diperkenalkan dan dibudidayakan di India, Asia timur dan tenggara, Australia dan Selandia Baru, serta di beberapa pulau Pasifik (Mendes Ferrão, 2002; CABI 2016).

Peta sebaran alami (hijau) dan introduksi (ungu) dari P. ligularis. Bahkan sebarannya di Sumatera belum tercatat di peta ini. (sumber: https://powo.science.kew.org/taxon/urn:lsid:ipni.org:names:675142-1)

Ternyata, selain memberi berbagai manfaat, keberadaan konyal juga perlu diwaspadai keberadaannya. Cabi (2016) mencatat jenis ini sebagai jenis asing invasif di Kosta Rika, El Salvador, Galápagos, Guatemala, Hawaii, Honduras, Jamaika, Jawa, Meksiko Tengah, Teluk Meksiko, Meksiko Tenggara, Meksiko Barat Daya, Sri Lanka, Taiwan, dan Zimbabwe.

Yang dimaksud dengan jenis asing invasif menurut Tjitrosoedirdjo et al (2016) adalah semua jenis organisme yang berasal dari luar suatu ekosistem yang kemudian masuk dan berdampak negatif, baik terhadap lingkungan, ekonomi maupun keselamatan secara luas di suatu kawasan.

Contoh paling mudah adalah Eceng Gondok (Pontederia crassipes) di berbagai perairan di Indonesia.

Konyal memiliki kemampuan untuk menggangu kelestarian hutan yang ditumbuhinya. Jenis ini merupakan tumbuhan yang “bandel”, tahan terhadap naungan, dapat tumbuh dengan cepat dan merupakan jenis merambat dengan daun yang cukup lebar.

Dalam satu buah konyal bisa terdiri dari 250-350 biji yang sangat mudah disebarkan oleh berbagai jenis hewan. Sekalinya pohon di hutan dijalari konyal, maka kanopi pohon itu akan dengan cepat ditutupi dan akan mengalami kekalahan dalam berkompetisi mendapatkan sinar matahari, yang berujung pada kematian pohon tersebut.

Demikian pula pada area hutan yang terganggu. Tumbuhan ini akan dengan cepat tumbuh dan menutupi area yang terkena sinar matahari, sehingga akan menghambat suksesi alami yang seharusnya terjadi (Cabi 2016).

Jadi, apakah perlu melestarikan Konyal di hutan?

Jawabannya tidak. Jangan pernah dengan sengaja menyebarkan biji konyal di hutan, karena akan menjadi bencana bagi kelestarian hutan tersebut.

Saat ini Konyal tercatat sebagai salah satu ancaman atas kelestarian hutan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Beberapa titik hutan telah terinvasi jenis ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pengelola untuk memberantas tumbuhan ini, dan itu tidak mudah (Mustika et al. 2013; Setiawan 2020).

Lalu nanti kita tidak dapat lagi menikmati segarnya buah konyal?

Tentu saja bisa. Siapa yang tidak tergoda untuk menikmati segarnya buah Konyal dan mendapatkan manfaat kesehatannya?

Meskipun tumbuhan ini berbahaya bagi hutan pegunungan, namun jika dibudidayakan jauh dari kawasan hutan dan dikontrol dengan baik penyebaran bijinya, maka tidak menjadi masalah. Jadi, mari nikmati segarnya buah Konyal, namun jangan sembarangan membuang bijinya, agar tidak menjadi konyol.

*) Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Redaksi Green Indonesia