Lemas dan putus asa. Komoditas kebanggaan petani Puncak Dua itu kini bagai tenggelam di tengah maraknya perdagangan bunga plastik. Akankah kejayaan hortensia tinggal cerita..?
APALAH daya petani hortensia, jika para dekorator pesta dan hotel, atau perangkai bunga, kini memilih kembang plastik. Akhir-akhir ini, trend itu semakin menjadi-jadi.
“Sekarang kembang tidak ada harganya lagi. Dengar kabar ada bunga tiruan dari Cina. Jadi malas…., mending nanam jahe atau bawang daun ajalah,” tukas Rustandi, petani sekaligus pengepul bunga potong di Kampung Arca Puncak Dua – Bogor, kepada GI bulan lalu.
Dijelaskannya, bahwa bunga plastik (khususnya hortensia) itu tampilannya persis sama. Namun harganya jauh lebih murah. “Ya… selain murah, jelas lebih awet. Namanya juga plastik,” tambah petani muda itu dengan wajah lemas.
Rustandi adalah satu dari puluhan bandar kembang yang rutin setiap minggu (jelang week end) mengantar ribuan tangkai hortensia ke pasar atau dekorator langganannya. Bunga potong tersebut merupakan hasil panen petani di kawasan Puncak Dua – Bogor.
Petani Frustrasi
Hortensia atau yang lebih dikenal dengan dengan bunga ‘panca warna’ atau kembang ‘bokor’, selama ini merupakan salah-satu andalan perekonomian masyarakat di Puncak Dua. Ketenaran panca warna dari kawasan ini dikarenakan kualitasnya.
“Hortensia dari daerah lain tidak sebagus yang di sini. Kalah semua, termasuk yang dari Ciloto (Puncak – Cipanas),” ungkap Mang Hopeng, bandar bunga potong di Desa Batulawang – Puncak Dua. “Sekarang lagi hancur-hancuran Bang,” tuturnya kepada GI saat berkunjung ke rumahnya beberapa waktu lalu.
Maka tak heran, jika aktifitas petani bunga di kawasan itu kini tidak bergairah lagi. Banyak kebuh hortensia yang menyemak. Diterlantarkan begitu saja, atau ada juga yang berganti tanaman wortel, sawi hijau dan bawang daun.
**Riz**
No comment