Dr. Sri Yanti: Membangun Rasa Memiliki dengan Partisipatif

Semangat pembangunan  ke depan mesti mengarah pada pengelolaan lahan konservasi secara berkelanjutan dan tidak merusak. Untuk itu dalam penyusunan rencana kawasan konservasi harus didekati berdasarkan daya dukung. Daya dukung bukan diatas kertas saja, tapi sudah terpetakan dengan baik. Sudah terdata dengan baik.

Papua Barat (Pabar) saat ini sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah pusat. Terutama dalam pengelolaan Kawasan konservasi. Kenapa Papua Barat ? Hal ini dijelaskan oleh Dr. Sri Yanti, Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Bappenas, “karena kawasan konservasinya lebih luas dari kaswasan budidaya. Untuk wilayah yang demikian harus ada insentif supaya bisa memanfaatkan kawasan konservasi untuk tujuan ekonomi”.

Kawasan konservasi tidak melulu spending tapi dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat sekitar. Untuk Itu diharapkan ada pengaturan dalam penangkapan ikan, budidaya ikan, pariwisata, penelitian dan dan pendidikan.  Menurut Sri yanti, “rencana yang ingin dikembangkan itu rencana teknis (rentek) pemanfaatan yang aplikatif, partisipatif dan terpadu. Ini kuncinya. Jangan sekedar jargon semata”.

Aplikatif bermakna ada modal sosial disana. Ada kearifan lokal yang harus diakomodir. Aplikatif bisa juga berarti sudah ada pengalaman yang baik disana dan cocok. Bagaimana hal yang sudah berkembang di masyarakat menjadi lebih diakui secara nasional dan provinsi.

Kunci lainnya adalah berdasarkan kondisi aktual di lapangan. misal di kawasan konservasi hanya ada 60% yang masih berfungsi sebagai kawasan kosnservasi, tidak bisa balikkan lagi menjadi kawasan konservasi. Kebijakan yang dibuat perlu menyesuaikan dengan kondisi aktual di lapangan.

Di daerah lain misalnya Wilayah konservasi sudah menjadi pemukiman dan perkantoran, kenapa tidak dirubah tata ruangnya. Ini skala kecil dan bisa dinegosiasikan bersama parapihak.

Dalam workshop yang dihadiri oleh Bappenas, ICCTF, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB (PKSPL IPB) dan Pemda Papua Barat baru – baru ini, Sri Yanti menuturkan, “untuk dapat diaplikasikan oleh daerah, salah satu hal penting adalah bagaimana rentek disepakati bersama dan mengakomodir semua kepentingan. Tidak mudah mangokomodir semua kepentingan, pasti ada konflik karena pendekatan kita sektoral dan regional. Bisa jadi antar kabupaten tidak punya visi yang sama.  Di daerah perbatasan juga demikian”.

Hal seperti ini yang harus dikenali. Bagaimana daya dukung terus di-update sesuai kondisi terkini. Bagaiaman menyiapkan Papua Barat khususnya Raja Ampat yang mempunyai Keunggulan sebagai Ujung Tombak Pengelolaan Konservasi Perairan.

“Persyaratannya adalah bagaimana kita membangun rasa memiliki dengan partisipatif, berkomunikasi, berkoordinasi dan melangkah bersama. Tidak melemahkan dan aktivitas satu dengan yang lain saling menguatkan. Ini yang akan menyukseskan program pembangunan kita”, terang Sri Yanti diakhir penjelasannya.

***MRi***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *