Bumi Patra Indramayu: Habitat Satwa Indikator Kawasan Urban

Dila Swestiani, S.Hut., M.For.Ecosys.Sc.*)

Di Taman Kehati Bumi Patra – Indramayu, beragam jenis satwa khas menjadi indikator kondisi ekosistem di kawasan padat penduduk. Taman konservasi ini dikelola PT. Kilang Pertamina International Refinery Unit VI Balongan.

Penulis

FRAGMENTASI habitat akibat perubahan tata guna lahan terus berlangsung. Bahkan semakin meningkat, seiring bertambahnya populasi manusia. Pertambahan penduduk di wilayah perkotaan mengakibatkan peningkatan jumlah pemukiman dan kawasan industri, membuat lingkungan yang sesuai untuk satwa spesialis menjadi berkurang.

Satwa spesialis adalah satwa yang membutuhkan kondisi lingkungan yang khusus untuk menjadi habitatnya dan merupakan satwa yang sensitif terhadap degradasi lingkungan. Jenis satwa ini  merupakan species yang tepat untuk dijadikan  indikator untuk menunjukkan kondisi lingkungan yang baik.

Indramayu sebagai kabupaten yang terletak di pantai utara Pulau Jawa memiliki ekosistem yang beranekaragam mulai dari ekosistem perkotaan, muara sungai, mangrove, pantai, persawahan dan laut. Keanekaragaman ekosistem ini mendukung keanekaragaman satwa yang tinggi. Meskipun demikian, fragmentasi habitat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia dapat mengancam keanekaragaman satwa.

Taman Kehati Bumi Patra, seluas 65 ha, merupakan kawasan konservasi ex-situ genetik jenis-jenis tanaman langka yang dikelola oleh PT. Kilang Pertamina International Refinery Unit VI Balongan. Lokasinya berada di kawasan padat penduduk, di tengah kota Indramayu. Taman Kehati ini didirikan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 3 Tahun 2012.

Secara esensi, pendirian Taman Kehati lebih ditujukan untuk konservasi plasma nutfah jenis tanaman langka dan endemik Indonesia. Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan tanaman menyediakan sumberdaya untuk satwa dan menyatu dengan lingkungannya membentuk suatu ekosistem dan secara alami mulai membentuk rantai makanan, sehingga menjadi habitat yang sesuai untuk satwa spesialis.

Konservasi Satwa Indikator

Satwa indikator yang ditemukan di Taman Kehati Bumi Patra Indramayu terdiri atas kelas Amfibi dan Burung.

Dari kelas Amfibi antara lain Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax), Katak Sawah (Fejervarya cancrivora), Katak Tegalan (Fejervarya limnocharis), Belentuk (Kaloula baleata) dan Kodok Buduk (Duttaphrynus melanostictus).

Dari kelas Burung terdiri atas Bambangan Coklat (Ixobrychus eurhythmus), Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus), Cabak Kota (Caprimulgus affinis), Caladi Tilik (Picoides moluccensis), Cekakak Sungai (Todiramphus chloris), Cekakak Australia (Todiramphus sanctus), Cerek Jawa (Charadrius javanicus), Ibis Roko-roko (Plegadis falcinellus), Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus),  Mandar Batu (Gallinula chloropus), dan Raja-udang Biru (Alcedo coerulescens).

Jenis-jenis satwa indikator yang berhabitat di Taman Kehati Bumi Patra (atas – bawah: Raja-udang Biru, Ibis Roko-roko, Katak Tegalan) (foto; Dok. pribadi

Cekakak Sungai, Cekakak Australia, dan Raja-udang Biru, merupakan satwa indikator yang menunjukkan lingkungan perairan yang bersih. Sedangkan Ibis Roko-roko merupakan burung migran yang dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Burung ini adalah indikator keutuhan ekologi lahan basah. Sedangkan, Katak tegalan adalah indikator penggunaan bahan kimia pertanian.  

Keberadaan Taman Kehati menunjukkan bahwa konservasi satwa bisa dilakukan di kawasan urban. Taman Kehati mampu menyediakan habitat bagi satwa liar yang keberadaannya terancam akibat adanya fragmentasi. Berkurangnya jenis satwa indikator di alam liar adalah juga suatu pertanda bahwa kualitas lingkungan menjadi kurang baik untuk manusia.

*)Peneliti Pertama, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi-BRIN

Redaksi Green Indonesia