Pembagian peran antara institusi pengurusan hutan (Dinas Kehutanan) dan institusi pengelolaan hutan (KPH) diharapkan dapat memperkuat efektifitas dan efisiensi kegiatan di bidang kehutanan. “Dengan cara ini, arah menuju pengelolaan hutan yang lestari (sustainable forest management) lebih jelas dan mudah diukur,” ungkap Edi Cahyono selaku Kepala KPH Lakitan-Bukit Cogong (BC).
Menurut Edi, dibentuknya KPH Lakitan merupakan aksi nyata dalam upaya mempercepat penyelesaian masalah hutan dan konflik yang ada didalamnya khususnya di wilayah Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. KPH Lakitan BC memiliki visi untuk 10 tahun kedepan yaitu “KPHP Lakitan sebagai pemasok bahan baku industri kayu dan non kayu secara berkelanjutan menuju KPH mandiri”.
Namun untuk mencapai tujuan tersebut, KPH Lakitan memiliki tantangan besar yaitu adanya 41 (empat puluh satu) desa yang terletak di sekitar kawasan hutan KPH Lakitan BC. “Secara sosial budaya, masyarakat di desa-desa ini umumnya heterogen karena berasal dari beragam suku.
Ketergantungan dan tingkat kepentingan terhadap kawasan hutan relatif masih tinggi, dan diproyeksikan akan mengalami tekanan berupa deforestasi dan degradasi. Karena adanya beberapa aktivitas tak legal seperti perambahan hutan, pembalakan liar, dan konversi lahan menjadi lokasi pemukiman dan pertambangan,” jelas Edi.
Berbasis Usaha Masyarakat
Berdasarkan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) yang telah disahkan oleh Kapusdalbanghut Regional I atas nama Menteri Kehutanan Nomor: SK. 255/Menhut-II/ REG.I/2014, terdapat wilayah tertentu + 22.140 ha. Wilayah tertentu dapat dikelola oleh KPH ataupun pola-pola Perhutanan Sosial.
Pola kemitraan yang dibangun juga memberikan akses kepada masyarakat untuk bersama-sama mengelola kawasan hutan dengan pola Agroforestry dengan tanaman kehutanan dan jenis lain yang bernilai ekonomi tinggi, diterima pasar dan yang terpenting juga mampu tetap terjaganya kelestarian hutan, sehingga terwujud masyarakat sejahtera hutan lestari.
KPH Lakitan BC memiliki beberapa unit usaha yang dikembangkan berbasis usaha masyarakat yaitu: Pengolahan Kopi Selangit, Asap Cair (cuka kayu) dari limbah kayu, Usaha budidaya jamur tiram, unit pengolahan minyak atsiri (Minyak Serai wangi dan nilam) dan pengolahan madu hutan dan produk madu lainnya serta budidaya lebah madu.
Unit-unit usaha tersebut selain melibatkan kelompokkelompok masyarakat juga melalui kerjasama antara KPH dengan Badan Usaha MilikDesa (BUMDes). KPH Lakitan BC telah mengolah serai wangi menjadi produk unggulan. Citronella oil yang merupakan essential oil yang dihasilkan dari serai wangi dapat diterima pasar nasional bahkan manca negara. Untuk meningkatkan nilai tambah, juga diolah menjadi roll on sebagai aromatheraphy oil dengan nama CiLa-fresh.
CiLa merupakan kependekan dari CitronelLa yang dihasilkan dari serai wangi bisa juga diartikan Cinta Lestari (Lestari Ekologi, Lestari Sosial dan Lestari Ekonomi) atau bisa diartikan Cinta Lakitan. Kemudian dalam rangka peningkatan usaha masyarakat khususnya kegiatan Perhutanan Sosial, KPH Lakitan BC telah memfasilitasi usaha produksi pengolahan asap cair.
Melalui fasilitasi Balai Pengelolan Hutan Produksi (BPHP V) Palembang, masing-masing Lembaga Hutan Desa (LPHD) dibantu perlatan pengolahan asap cair. Asap cair yang dihasilkan dapat diperoleh 15 – 50 liter/hari. Selain digunakan sendiri oleh anggota Hutan Desa sebagai pengental getah karet juga dipasarkan di wilayah Sumatera Selatan. KPH Lakitan BC juga mengolah asap cair sebagai pengawet makanan yang difasilitasi oleh Puslitbang Hasil Hutan-BLI KLHK.***
***DAP***
No comment