Kiprah Pelestarian dari Pengaruh Tokoh Adat

Kelompok nelayan ini berperan aktif dalam menjaga lingkungan di sekitar perkebunan kelapa sawit, mulai dari pelestarian ikan hingga mencegah karhutla.

FIRMAN, seorang tokoh karismatik di Kecamatan Kerumutan, Pelalawan – Riau. Dia diberikan amanah untuk memimpin suatu kelompok nelayan di desanya; Nelayan Peduli Api (NPA) PT. Sari Lembah Subur  (SLS). Seiring perjalanan, sekarang berubah nama menjadi ‘Nelayan Peduli Lingkungan (NPL)’.

Firman mengisahkan kiprahnya kepada GI dan Tim SLS beberapa waktu lalu

Kelompok yang terbentuk dari perkumpulan nelayan dari berbagai desa sekitar Sungai Kerumutan (Pangkalan Kampuy dan Kerumutan) itu sering mendapatkan ikan dengan jumlah yang cukup banyak. Ikan-ikan itu diantaranya ikan gabus, baung, toman, lais, ikan tapa dan lele rawa.

Nelayan-nelayan tersebut tadinya adalah nelayan liar tanpa di bentuk suatu legalitas sehingga tidak jarang aktivitasnya sering berdampak buruk terhadap lingkungan. Kegiatan yang memberikan dampak itu diantaranya cara penangkapan ikan dengan alat jaring, listrik dan potassium, dan juga pembuatan sale ikan di lokasi sungai yang tidak terkendali.

Dampaknya; ikan mati dan ekosistem rusak. Disamping itu, aktivitas pembakaran dalam pengasapan ikan pun dikhawatirkan berpotensi membakar lahan.

SLS Peduli

Kenyataan itu mendorong PT. SLS untuk ‘turun tangan’. Perusahaan kelompok Astra Agro Lestari (AAL) itu mencoba merangkul nelayan-nelayan tersebut dan mendengar aspirasi nya dan terciptalah kelompok nelayan pertama (Nelayan Peduli Lingkungan) pada tahun 2014 yang memiliki notaris kelompok tahun 2016.

Terbentuknya kelompok secara terstruktur memberikan kontrol yang cukup stabil untuk meredam dampak kerusakan yang di timbulkan. Kejadian kebakaran tersebut mendapat perhatian dari pemerintah dan aparat setempat dengan penjagaan dari satuan TNI dan POLRI yang cukup ketat.

Nelayan itu pun tak jarang di bantu oleh PT SLS, mulai dari uang hingga alat tangkap.

Setelah kebakaran berakhir, banyak tempat di penggiran sungai digunakan Masyarakat sebagai tempat berdiam untuk menangkap ikan. Menangkap ikan hanya dibolehkan menggunakan bubu dan ajir demi menjaga kelestarian ikan.

Cegah Karhutla

Firman, lelaki asal Ponorogo Jawa Timur itu, membentuk struktur dari kelompok. Dia pun didaulat sebagai ketua. Anggota nelayan yang awalnya 19 orang harus di pangkas jadi 10 orang karena sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan dari  kedinasan perikanan. Bantuan yang diberikan berupa pong-pong (kapal kecil untuk menangkap ikan) 10 unit.

Firman di depan bangunan pengasapan ikan

Dengan adanya perhatian dari PT SLS dan dinas setempat cukup sukses untuk mencegah kebakaran dan kerusakan lingkungan. Bantuan tidak terbatas sampai di situ, karena  ada juga bantuan dari Astra Internasional berupa penerangan di lokasi penyalaian pinggir sungai dengan mengandalkan tenaga surya.

Karena banyaknya yang termotivasi dengan adanya berbagai bantuan pada kelompok nelayan, akhirnya masyarakat lebih sejahtera. Desa menjadi lebih produktif dengan kelompok nelayan baru yang banyak bermunculan.

***Rzq/Riz***

Redaksi Green Indonesia