Mobil listrik bisa mengurangi emisi karbon (CO2) hingga 50 persen. Pengurangan emisi ini dihasilkan dari Electric Vehicle (EV) yang mendukung Net Zero Emission. 

MOBIL listrik akan membanjiri jalan perkotaan. Segera atau masih lama, yang pasti trend itu kini sedang berlangsung. Industri mobil di seluruh dunia pun tengah bersaing untuk menghasilkan mobil yang ramah lingkungan, yakni dengan merekayasa mesin tanpa energi fosil, bensin atau solar.

Emisi karbon (CO2) adalah pertimbangannya.

Sejumlah literatur menyatakan, setiap pemakaian 1 liter bensin, maka emisi yang dikeluarkan berkisar 2,4 kilogram CO2. Hal ini setara dengan 1,2 kwh listrik.

Lalu bagaimana jika sebuah mobil listrik? Dikatakan, bahwa setiap pememakaian energi listrik 1,2 kwh, yang bersumber dari bahan bakar dari batu bara, maka 1 kwh menghasilkan emisi 1 kg CO2.

Lalu bagaimana pula dengan perhitungan jarak tempuh? Seperti dipaparkan Dosen dari Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan (ESL) IPB University, Dr. A. Faroby Falatehan, bahwa satu mobil baru mengeluarkan sekitar 210 gram CO2 per kilometer. Hal tersebut dipaparkannya dalam Pelatihan Validator dan Verifikator Sektor FOLU dan Energi di Kampus IPB Baranangsiang jelang penghujung Maret lalu.

Denda & Kredit Emisi

Dalam pelatihan yang digelar oleh PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) itu, Dr. Faroby mengutip peraturan yang dirilis UE, dimana untuk mobil baru menghasilkan emisi CO2 sebanyak 95g/km. Untuk itu UE menetapkan denda sebesar €10.925.

Dr. A Faroby Falatehan

Sebaliknya, berdasarkan hitung-hitungan tersebut, ada industri mobil yang ‘bak ketiban durian runtuh’; Tesla. Industri mobil ini otomatis diuntungkan dengan ketetapan (peraturan) itu.

Konon, setiap kendaraan Tesla (merek mobil listrik) baru akan menerima 25 gram kredit emisi karbon. Mengapa? Karena mobil listrik Tesla 0 emisi. Dengan kenyataan itu, tentu saja, Tesla menghasilkan pendapatan yang cukup besar dalam jangka panjang.

Trend Energi Terbarukan

Penggantian kendaraan berbahan bakar konvensional dengan kendaraan listrik tidak bisa dihindari. Untuk mengurangi jejak karbon secara keseluruhan, negara-negara juga akan meningkatkan upaya mereka dalam pengembangan energi terbarukan untuk mencapai emisi karbon net-zero.

Ini merupakan salah-satu kiat dalam menahan laju rusaknya kehidupan di ‘planet hijau’ ini. Mengapa tidak? Selama ini sektor transportasi (mobil dan kendaraan bermotor lainnya), tanpa disadari, telah memperburuk ekosistem melalui emisi karbon yang dihasilkannya.

Yang jelas, semakin banyak kendaraan bermotor, semakin banyak bahan bakar fosil yang digunakan. Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil menyumbang emisi gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer bumi.

Menurut World Wide Fund, pada tahun 2009, sektor transportasi menyumbang sebanyak kurang lebih seperempat dari total gas rumah kaca di atmosfer bumi. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi energi di sektor transportasi Indonesia pada tahun 2007 sebesar 29%, dan meningkat menjadi 47% pada 2017. Sektor transportasi menghasilkan emisi sebanyak 1,28 juta ton, dengan rata-rata peningkatan 6,7% per tahun.

***Riz***