Strategi Implementasi Green Growth

Suatu perencanaan pembangunan di daerah mesti dilakukan secara bersama oleh parapihak. Apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hanya dilakukan oleh pihak tertentu saja dan meninggalkan pihak yang lain berarti pengembang program sedang menyiapkan potensi terjadinya guncangan-guncangan pada waktu yang akan dating. Menurut Sonya Dewi, Country Coordinator of the World Agroforestry Centre (ICRAF), “prinsip dasar dalam proses perencanaan harus bersifat inklusif, integratif dan diinformasikan (informed)”.

Lebih lanjut Sonya Dewi menguraikan, “makna dari inklusif: adalah pemangku kepentingan terkait dalam proses vertikal dan horizontal seharusnya terlibat secara aktif sehingga aspirasi, kekhawatiran dan kendala dapat diidentifikasi sejak dini. Sementara yang dimaksud dengan integratif yaitu koherensi antara program dan kegiatan lintas sektor dan institusi serta sinkronisasi hasil yang diharapkan di seluruh proses perencanaan. Sementara informed memiliki makna setiap rencana dan ketersediaan data harus diinformasikan sehingga dapat dipahami dan analisa trade off secara bersama.

Sonya Dewi juga menyebutkan bahwa selama ini ICRAF sudah mengembangkan suatu program yang bisa membantu daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam menyusun dokumen pembangunan rendah emisi. Program ini diberi nama LUMENS (Land Use Planning for Multiple Environmental Services). Tools LUMENS ini berfungsi sebagai alat untuk analisis berbagai scenario aksi mitigasi dan dikaitkan dengan rencana pembangunan lainnya.

Selama ini ICRAF sudah membantu beberapa provinsi di Indonesia  dalam membuat dokumen perencanaan pembangunan rendah emisi dengan berbagai scenario. “ICRAF juga sudah membantu Provinsu Sumatera Selatan dalam pembuatan dokumen Green Growth Planning yang sudah dianalisis dari berbagai aspek pembangunan”, ungkap Sonya Dewi.

Untuk implementasi green growth di daerah, “diperlukan minimal tujuh (7) strategi yaitu Land use planning/allocation, Access to 5 capitals (natural, physical, financial, human and social), Land use practices that provide optimum benefit, Improved value chain, Peningkatan konektivitas dan skala ekonomi, Restoration of areas with degraded function dan ES Incentive and innovative funding for sustainable commodities”, pungkas Sonya Dewi.

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *