M Rizqi Dwi Ramdani*)
INDUSTRI pertambangan Indonesia terus bertransformasi dengan kebijakan hilirisasi yang progresif. Di tengah derasnya arus modernisasi, pemerintah Indonesia giat membangun smelter sebagai penanda hilirisasi. Hingga akhir 2023, lima unit smelter telah selesai, memenuhi setengah dari target.
Salah satu proyek besar yang mendukung hilirisasi ini adalah proyek Freeport Indonesia di Gresik. Dengan investasi sebesar Rp58 triliun, pembangunan smelter terbesar di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) ini akan mendukung pengolahan tembaga.
Hilirisasi mineral nikel, matte, ferronikel, untuk baterai kendaraan Listrik menjadi bagian dari harapan baru. Negara ini ingin mengubah batu menjadi tenaga, mengubah mineral mentah menjadi kekuatan dunia. Ada impian besar untuk masa depan yang lebih hijau, lebih bersih. Proyek-proyek ini memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada komoditas mineral yang sebelumnya diekspor dalam bentuk mentah.
Namun, sektor pertambangan dihadapkan pada kritik yang terus menerus terkait dampak lingkungan. Penggundulan hutan, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem adalah isu utama yang sering disorot. Akan tetapi perlu di lihat komitmen serius pemerintah dalam memitigasi dampak buruk dari kegiatan pertambangan dan memperbaiki kondisi lingkungan pasca-pertambangan. Salah satu solusi nyata adalah dengan menerapkan prinsip reklamasi tambang yang mengutamakan pemulihan ekosistem setelah kegiatan penambangan selesai.
Pada 2023, reklamasi mencapai 7.920 hektare, melampaui target yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan komitmen serius dalam memitigasi dampak buruk dari kegiatan pertambangan dan memperbaiki kondisi lingkungan pasca-pertambangan. Lahan yang sebelumnya marginal dapat diubah menjadi kawasan hijau yang produktif, yang berfungsi sebagai hutan tanaman industri, ekowisata, atau bahkan sebagai zona penyerapan karbon.
Peran Keberlanjutan
Fakta bahwa Indonesia memiliki sekitar 21 juta hektare kawasan hutan yang tidak berhutan. Ini dapat dioptimalkan pemerintah untuk program restorasi lingkungan. Pemanfaatan lahan non-hutan untuk pertambangan dapat mengurangi risiko kerusakan akibat aktivitas manusia yang tidak terkendali, seperti perambahan liar dan pembukaan lahan untuk pertanian berpindah.
Potensi kemampuan CSR pada perusahaan pertambangan harus dilibatkan sebagai solusi untuk mitigasi perubahan iklim, asalkan diatur dengan ketat dan dilakukan dengan praktik yang bertanggung jawab. Selain itu, sektor pertambangan juga berperan dalam pembangunan infrastruktur dasar di daerah-daerah terpencil.
Proyek pertambangan sering kali disertai dengan pembangunan jalan, listrik, dan fasilitas publik. Ini memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat sekitar.
Walaupun sektor ini tidak terlepas dari tantangan lingkungan dan ketegangan geopolitik, fleksibilitas industri Indonesia menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang. Inisiatif untuk mengurangi dampak ekologis dan mengembangkan sektor pertambangan yang lebih bertanggung jawab sangat diperlukan.
Tentu, pertambangan adalah pilar ekonomi, namun perlu terus mendukung keberlanjutan lingkungan.*
*) Validator/Verifikator GRK dan NEK PT Anindya Wiraputra Konsult
No comment