Arang;  Mutiara Hitam yang Terpendam

Chairil Anwar Siregar*

Ini bisa menjadi salahsatu program yang berpotensi dalam memitigasi perubahan iklim global. Tidaklah berlebihan jika arang kita sebut sebagai kunci sukses dalam menunjang pembagunan berkelanjutan.

HITAM kelam dan terkesan kotor,  Patahan-patahan kayu itu biasa digunakan dalam membakar sate, ikan, ayam dan sebagainya. Aroma asap arang (smoke chicken) pun menggoda selera makan.

Secara tradisional, dulu, arang juga digunakan dalam menyetrika baju. Arang pun sebagai salah-satu komponen selain batu, pasir, sabuk kelapa dan ijuk, dalam menyaring dan membersihkan air.

Semua kegunaan arang yang hitam tersebut, sadar atau tidak sadar, dengan mudah dapat digantikan oleh keberadaan daya listrik di zaman modern ini.

Demikian suramnya nasib kegunaan arang pada zaman sekarang, dan bahkan lebih suram dari warna aslinya yang gelap. 

Namun demikian, ada secercah harapan, yang dikabarkan oleh berita dalam bentuk iptek yang dibongkar oleh para ahli tanah dan ahli arkeolgi pada sekitar tahun 1980an. Rahasia kesuburan tanah di Amazon Tengah, yang biasanya tidak subur, terus terkuak, dan biang kerok kesuburan itu, ternyata muncul karena adanya pendaman arang di dalam tanah yang sudah berumur 7000-9000 tahun.

Arang atau charcoal yang terpendam lama, dilaporkan merupakan bagian dari teknik budi daya tanaman oleh suku Maya untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. Inilah yang disebut ‘tanah Terra Petra’ (Terra Petra soils), tanah hitam atau tanah gelap.

Dalam sejarah, dilaporkan bahwa oarang Maya, secara misterius lenyap kira-kira 1000 tahun yang lalu, dan diperkirakan telah terjadi bencana alam dalam bentuk wabah penyakit yang menyerang manusia yang akhirnya memusnahkan peradaban suku Maya.

Pembenah Tanah

Arang secara ilmiah didefinisikan sebagai bahan organik (carbonaceous material) yang telah mengalami proses pembakaran tidak sempurna (pyrolysis). Oksigennya terbatas, atau tanpa oksigen pada suhu yang relatif tinggi. Arang memiliki karakteristik yang khas dibanding bahan organik pada umumnya.

Arang sangat berpori. Terdiri dari pori berukuran besar (macropores) dan pori-pori berukuran kecil (micropores), serta sulit terdekomposisi lagi karena terbentuk inaktivasi C yang berasal dari atmosfer.

Secara tradisional, arang dapat dibuat dengan menggunakan tungku sederhana (kiln) seperti drum besi dengan kapasitas 220 liter. Semua bahan organik yang sudah kering dimasukkan, kemudian ditutup dan dibuatkan beberapa lobang, antara lain di bagian dasar untuk menyulut bahan organik.

Sementara satu lobang di bagian penutup atas drum, adalah untuk keluaran asap dari pembakaran tidak sempurna yang terjadi di dalam drum. Proses pembuatan arang sudah dapat dikatakan sempurna, umumnya membutuhkan waktu 12 sampai 24 jam.

Menariknya, ketika proses pembuatan arang berlangsung, asap yang keluar dari cerobong secara sederhana bisa ditangkap dengan menggunakan terowongan bambu. Sehingga proses kondensasi akan merubah asap menjadi butiran larutan dan akhirnya menetes dan mengalir untuk segera ditampung.  

Cairan itu disebut dengan cuka kayu atau liquid smoke. Cuka kakyu ini dapat digunakan sebagai insektisida atau fungisida alami (organik) yang ramah lingkungan.

Belajar dari kultur suku Maya dan pengalaman nenek moyang di negeri sendiri, dapat disimpulkan, bahwa ternyata arang juga dapat berfungsi sebagai pembenah tanah. Arang bisa memperbaiki kondisi struktur dan kelembaban tanah. Arang di tanah, menjadi tempat hidupnya jasad renik tanah yang bermanfaat untuk memperbaiki tingkat kesuburan, sehingga pertumbuhan tanaman dapat menjadi sangat baik.

Secara kimia tanah, arang dapat mengkoreksi pH tanah, meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, K tanah dan menekan kelarutan unsur unsur bersifat racun di tanah seperti Al dan Mn tanah.

Lebih dahsyat lagi, ternyata arang tidak lagi mengalami dekomposisi dalam masa puluhanribu tahun sehingga dapat mengurangi tingkat emisi C ke udara.  

Tabel 1. Berapa sifat kimia yang penting pada arang

pH (H2O)8
pH (KCl)8
C – Organik, %55
N – Kjeldahl, %0.1
C/N131
P Potensial (HCl 25%, P2O5), ppm290.6
K Potensial (HCl 25%, K2O), mg/100 g18
P – tersedia (Bray, P2O5), ppm69
K – tersedia (Morgan, K2O), ppm133
Ca (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g28
Mg (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g8
K (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g17
Na (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g2
Total (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g55
KTK (1 N NH4Oac, pH 7.0 ekstraksi), me/100 g19
Kejenuhan Basa, %> 100
KCl 1 N, Al3+, me/100 g0
KCl 1 N, H+, me/100 g0

Ramah Lingkungan

Pengalaman nenek moyang dan laporan para peneliti, dapat disimpulkan, bahwa arang mengurangi polusi udara. Arang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Arang juga dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif untuk membuat arang aktif, yang digunakan sebagai pengganti bahan kimia dalam berbagai produk konsumen. Diantaranya untuk filter air, filter udara, dan kosmetik. Dalam hal ini, penggunaan arang dapat membantu mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan.

Arang memiliki sifat porositas yang tinggi, sehingga dapat menyimpan nutrisi dan air yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Ketika dicampur dengan tanah, arang juga dapat membantu mengurangi kelebihan air dan menjaga keseimbangan nutrisi dalam tanah. Selain itu, arang juga dapat meningkatkan pH tanah yang asam, sehingga dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman.

Arang juga dapat digunakan sebagai bahan remediasi tanah, yaitu proses membersihkan tanah dari kandungan logam berat dan zat-zat beracun lainnya. Arang dapat menjerap atau mengikat logam berat dan zat-zat beracun dalam tanah.

Dengan demikian, betapa dahsyatnya kemampuan arang dalam kehidupan sehari-hari, dalam industri atau sektor pertanian.

Arang dapat membantu membersihkan lingkungan hidup, mengurangi dampak negatif yang dihasilkan oleh bahan-bahan lain seperti bahan bakar fosil atau sampah plastik.  Jika seluruh dunia ini serius dengan masalah perubahan iklim, maka semua masyarakat terutama di desa, dianjurkan untuk membuat dan menggunakan arang dalam menopang kehidupannya sehar hari.  

Pendek kata, mensosialisasikan arang menjadi salah-satu program yang berpotensi dalam memitigasi perubahan iklim global. Tidaklah berlebihan jika arang itu kita sebut sebagai kunci sukses dalam menunjang pembagunan berkelanjutan. Jangan anggap enteng dengan si Arang hitam, dia adalah  Mutiara Hitam, yang bisa kita handalkan dalam pembangunan bersih dan berkelanjutan. Semoga.

*) chai008@brin.go.id., Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi-BRIN

Redaksi Green Indonesia