Akses Modal UMKM Hijau Perlu Terus Didorong

Bank Indonesia telah beberapa kali menyuarakan desakan ke bank-bank swasta maupun BUMN untuk meningkatkan pembiayaan kredit ke banyak UMKM di sektor hijau secara lebih masif.

MENJAWAB tantangan perubahan iklim, mulai banyak UMKM bertransformasi menjadi ‘hijau’. Demikian tulis Siaran Pers Supernova via ID Comm yang disampaikan ke Redaksi GI kemarin (08/06).

Dijelaskan bahwa survei yang dilakukan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tahun 2021 terhadap 1.073 pelaku UMKM, menemukan hampir 90% dari total responden UMKM telah menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan.

Sementara itu akses pendanaan UMKM hijau sudah mulai dilakukan oleh para investor, dan diperkuat dengan adanya dorongan pada perbankan swasta dan BUMN untuk menerapkan keuangan berkelanjutan melalui memberikan modal pada UMKM hijau.

Inez Stefanie, Founder dari Supernova Ecosystem, mengatakan, saat ini akses terhadap modal atau investasi untuk UMKM hijau perlu terus dibuka agar investasi berdampak dapat berkembang. Namun langkah yang tepat perlu diambil dalam usaha mendukung bisnis hijau. Pasalnya, tidak semua sumber pendanaan bersedia atau cocok untuk berinvestasi pada bisnis hijau.

Supernova Ecosystem sebagai katalisator untuk membantu akses pemodalan UMKM Hijau. Sejak mulai beroperasi di tahun 2021, Supernova Ecosystem berusaha untuk menciptakan ekosistem bisnis lestari yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan serta menciptakan kolaborasi antar bisnis hijau di Indonesia.

Peran OJK

Selain berasal dari modal investor ventura untuk pengembangan UMKM hijau, pendanaan investasi UMKM hijau juga bisa berasal dari perbankan yang regulasinya diatur oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Teguh Yudo Wicaksono, Head of Mandiri Institute, berpendapat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, para regulator pemerintah telah cukup menunjukkan komitmennya dalam mendorong UMKM berkelanjutan. “Salah satu contohnya adalah Otoritas Jasa Keuangan telah meresmikan kebijakan hijau seperti Peraturan OJK No. 51 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan.

Selain itu, Bank Indonesia juga telah beberapa kali menyuarakan desakan ke bank-bank swasta maupun BUMN untuk meningkatkan pembiayaan kredit ke banyak UMKM di sektor hijau secara lebih masif,” ungkapnya.

‘Bantalan’ Krisis Ekonomi

Menurut Teguh, cara paling efektif untuk UMKM lokal bisa sukses menerapkan aspek ramah lingkungan justru bukan melalui integrasi langsung ke produk fisiknya karena akan memakan biaya yang cukup mahal.

Namun, akan lebih memungkinkan secara biaya untuk para UMKM lokal jika aspek ramah lingkungan diimplementasikan pada satu atau beberapa bagian di proses rantai pasokan (pengolahan limbah, penggunaan energi bumi yang lebih efisien, dan lainnya). “Dari yang saya lihat dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan pesat jauh lebih terfokus pada UMKM yang mengaplikasikan praktik bisnis ramah lingkungan, dibandingkan dengan UMKM yang menghasilkan produk hijau.

Mengapa demikian? UMKM produk hijau biasanya dipelopori oleh anak-anak muda dan membutuhkan kreativitas dan modal stabil dari investor yang sangat peduli terhadap isu lingkungan jika ingin sustain operasionalnya. Sementara itu, untuk sebuah UMKM, memang jauh lebih mudah untuk mengintegrasikan prinsip ramah lingkungan dalam aktivitas produksi, seperti pengelolaan limbah zero waste, tanpa harus mengganti produknya menjadi barang ramah lingkungan,” ujar Poppy Ismalina, Peneliti Senior dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia