Leucobryum: Lumut Cantik dan Bermanfaat

Florentina Indah Windadri*)

Tahukah  anda apa yang dinamakan dengan tumbuhan lumut?

LUMUT merupakan kelompok tumbuhan yang sangat sederhana. Kelompok tumbuhan ini  tidak mempunyai akar seperti pada pepohonan/ tumbuhan lainnya. Bagian tubuhnya yang menyerupai akar merupakan akar semu, berguna untuk melekatkan dirinya pada substrat. Akar ini sering disebut rhizoid.

Demikian juga dengan batang yang dimilikinya juga berukuran kecil, tanpa berkas pembuluh pengangkutan dan  hanya sebagai tempat perlekatan daun. Daunnyapun sangat sederhana, hanya terdiri dari satu lapisan sel, sehingga pemenuhan akan kebutuhan air dan mineral untuk tumbuh kembangnya dilakukan dengan peresapan senyawa tersebut melalui dinding selnya.  Pada bagian ujung dari tumbuhan ini sering tampak organ yang menyerupai buah, umumnya berbentuk kapsul kecil yang berisi satu sporangium (organ penghasil spora).  

Di dalam system pergiliran keturunannya, tumbuhan lumut mengalami dua fase; yaitu fase gametofit dan fase sporofit.

Fase gametofit tampak sebagai tumbuhan lumutnya sendiri yang tumbuh tegak atau menggantung atau merayap, dengan bagian tubuhnya terdiri dari akar (jika ada), batang dan daun. Pada fase ini tumbuhan lumut akan menghasilkan gamet betina yang tersimpan dalam arkegonium dan gamet jantan dalam anteridium. Setelah terjadi pembuahan maka dimulailah fase sporofit.

Ketika sporofit muncul, akan merobek sebagian arkegonium dan meninggalkan lapisan yang disebut kaliptra. Di dalam perkembangannya akan membentuk kapsul yang biasanya di dukung oleh tangkai panjang dan ramping, disebut seta.

Kapsul dengan satu sporangiumnya akan menghasilkan dan menyimpan spora sebagai alat perkembang biakan secara generatif. Pada bagian ujung dari kapsul terdapat struktur menyerupai tutup  yang disebut operculum, akan terbuka ketika spora sudah matang dan akan disebarkan.  Persebaran spora dibantu oleh struktur berupa lembaran sel mirip gigi dan bersekat sekat sekat, yang disebut peristom.

Peristom melekat pada mulut kapsul, tersusun dalam satu atau dua lingkaran, berukuran pendek atau memanjang dan terpuntir. Umumnya peistom yang panjang dapat dikenali dari tipe operculum-nya seperti paruh.

Leucobryum merupakan salah satu kelompok tumbuhan lumut yang unik  dari suku Dicranaceae dan mudah dikenali secara sekilas dari bentuk pertumbuhan, warna, teksturnya. Lumut ini umumnya tumbuh membentuk koloni yang berbentuk gundukan tebal dan padat seperti bantal, namun ada juga yang tumbuh sebagai individu tunggal yang menjalar diantara tumbuhan lumut lainnya. Pada saat masih segar koloni berwarna hijau keputihan dan berubah menjadi putih saat kering, sehingga sering dikenal sebagai lumut putih.

Batangnya tumbuh tegak atau merayap, dipadati oleh dedaunan yang umumnya berbentuk tabung dibagian pangkalnya.  Pada bagian ujung daunnya terdapat sel-sel jernih yang berfungsi sebagai penampung air dan mineral yang dibutuhkan untuk kehidupannya disaat musim kering. Pada pengamatan penampang melintang daunnya juga ditemukan sel-sel berukuran lebih besar, jernih yang mempunyai fungsi sama sebagai  penampung air dan mineral. Sel-sel tersebut dinamakan sel leukosis.  Pada bagian ujung batang dari individu yang sudah dewasa akan ditemukan sporofit yang tumbuh tegak, berwarna coklat. Sporofit merupakan fase generatif yang menghasilkan spora sebagai alat perkembang biakannya. Spora yang terbentuk disimpan dalam kantong sporangium berbentuk kapsul.

Posisi kapsul pada anggota lumut Leucobryum tegak (erect), mendatar (horizontal) atau merunduk (incline).  Pada bagian ujung kapsul terdapat peristome berupa rambut-rambut halus, panjang dan terpuntir, operkulum dan kaliptra yang menutupi sebagain operkulum. Tipe kaliptra seperti ini dinamakan cuculate.  Leucobryum  merupakan salah satu lumut  cantik yang ditemukan sebagai hamparan karpet  hijau keputihan di tepi hutan yang agak terbuka dan lembab. Substrat pertumbuhannya berupa tanah, humus, kayu lapuk, dan bebatuan di tepi sungai di dalam hutan yang teduh, pada ketinggian tempat 5-900 m di atas permukaan laut.

Potensi Lumut Leucobryum.

Apabila mendengar kata ‘lumut’, maka secara umum orang akan berpikir bahwa kelompok tumbuhan ini merupakan jenis yang merugikan karena orang biasanya melihatnya tumbuh pada dinding atau tanah tanah yang lembab di halaman rumah sehingga membuat lingkungan menjadi tampak kotor.

Namun tidak demikian halnya dengan lumut dari kelompok Leucobryum ini yang cukup menarik karena pertumbuhannya yang menyerupai hamparan karpet atau gundukan halus berwarna hijau keputihan. Adanya penampilan koloninya yang menarik maka kelompok lumut ini mulai dilirik untuk  dijadikan berbagai keperluan.  Beberapa pemanfaatan lumut Leucobryum antara lain: Sebagai bahan pembuatan terrarium. Apa itu terrarium?

Terarium adalah wadah kaca berisi tanah, tanaman, dan unsur alam lainnya. Terarium merupakan tiruan dari ekosistem  di alam yang dibuat secara mandiri  dalam kondisi tertutup atau terbuka, tergantung pada tanaman yang pilih untuk dimasukkan. Ekosistem ini hanya membutuhkan sedikit perawatan, sehingga cocok bagi individu sibuk yang tetap ingin menikmati keindahan taman yang mini dari tanaman hijaunya.  Terarium dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Salah satu unsur yang diperlukan dalam terrarium adalah tanaman hidup. Pilihan yang bagus tentunya pada tumbuhan lumut, karena ukurannya kecil, hanya membutuhkan sedikit cahaya dan dapat tumbuh subur dalam kondisi lembap. Leucobryum merupakan pilihan tepat untuk terarium, karena pertumbuhannya menggerombol membentuk batalan dengan warna menarik hijau keputihan.manfaat lainnya adalah untuk mempercantik tanaman hias pot. Beberapa jenis Leucobryum juga sering dimanfaatkan sebagai penutup media terutama pada tanaman hias dalam pot atau bonsai.Penutupan media dengan lumut ini akan mempercantik penampilan, sekaligus membantu mempertahankan kelembaban.Untuk menjaga kelembaban dan penampilan lumut tetap segar dan menarik  cukup dilakukan dengan menyemprotkan  sedikit air. Penyemprotan dilakukan  secukupnya dan tidak setiap hari.

Manfaat lainnya ialah sebagai media tanam.  Media tanam yang umum digunakan untuk tanaman hias seperti penanaman anggrek adalah ‘moss putih’ (Sphagnum), yang mampu menyerap air sehingga dapat mengurangi frekuensi penyiramannya. Kemampuan ‘moss putih’ dalam penyerapan air lebih banyak disokong adanya sel-sel daun yang tumpang tindih seperti  berbentuk jala. 

Lumut ini jarang ditemukan di Indonesia dan biasanya diimpor dari negara negara beriklim sedang (temperate) dengan harga yang mahal.  Salah satu alternatif untuk menggantikannya antara lain menggunakan  tumbuhan lumut Leucobryum yang mempunyai kemampuan sama dalam menyimpan cadangan air dan mineral dalam sel-sel jernihnya.

Meskipun susunan sel-sel daun pada Leucobryum tidak membentuk jala tetapi mempunyai sel sel jernih yang berukuran lebih besar dari sel-sel lain di sekitarnya yang sering disebut leukosis.

Disamping itu adalah bentuk pertumbuhan yang mengelomok seperti bantalan juga mampu menyimpan air dan mineral diantara indivudunya. Leucobryum cukup baik dimanfaatkan sebagai media tanam terutama pada tanaman anggrek. Namun demikian perlu diperhatikan dalam interval penyiramannya.

Pada daerah daerah dengan kelembaban yang tinggi sebaikan pemakaian lumut dicampur dengan arang atau sabut kelapa (cocopit) untuk mengurangi kandungan air yang berlebihan saat penyiraman.

Kandungan air yang berlebihan pada media tanam menyebabkan pertumbuhan jamur atau bakteri yang merugikan karena akan menyebabkan terjadinya busuk akar dan ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman.Pada daerah dengan kelembaban rendah pemakaian lumut cukup membantu untuk mengurangi atau memperpanjang waktu penyiraman.  

Lumut juga bisa sebagai sumber antibiotik. Dalam bidang kesehatan tidak banyak jenis lumut yang dilaporkan berkhasiat obat, keuali pada beberapa jenis lumut yang tergolong dalam kelompok lumut hati dari suku Marchaantiaceae. Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Makajanma, dkk tahun 2020 telah  melaporkan bahwa lumut dari jenis Leucobryum aduncum  telah diusulkan sebagai sumber antibiotic berkaitan dengan adanya komponen dari lipofilik dalam lumut ini.  

Keanekaragaman Leucobryum

Keanekaragaman jenis dari Leucobryum di dunia tercatat sebanyak 32 jenis dengan 8 varietas.  Di Kawasan Asia Tenggara tercatat ada 14 jenis beberapa jenis diantranya dapat ditemukan di Indonesia yang tersebar dari pulau Sumatra hingga New Guinea.

Leucobryum aduncum Dozy & Molk. var. aduncum Dozy & Molk., Pl. Jungh. 3: 319. 1954. Lumut ini pertama kali  dideskripsikan oleh Frans Dozy dan Julian Hendrik Molkenboer pada tahun 1854 berdasarkan pada specimen tipe yang dikoleksi oleh Junghuhn, sn (tanpa no koleksi) dari Pulau Jawa dengan nama awal Leucobryum pentastichum Dozy & Molk.Kemudian dilakukan penelaahannya kembali pada tahun 1954  dan namanya  berubah menjadi Leucobryum aduncum var. aduncum  

Lumut ini mempunyai koloni berwarna keabu-abuan hingga hijau kekuningan, tingginya 1-2 cm,  berbatang tegak, kadang bercabang, berhizoid (akar semu), ujung daunnya selalu melengkung pada satu arah, sporofit jarang dijumpai, jika ditemukan dengan  panjang seta 16-18 mm, kapsulnya  membulat -hingga lonjong dan merunduk.

Leucobryum aduncum var. aduncum merupakan spesies lumut yang banyak ditemukan di kawasan Asia Tenggara, di Indonesia keberadaanya tersebar dari pulau Sumatra hingga New Guinea.

Kisaran habitatnya tergolong luas mulai dari hutan pantai hingga hutan pegunungan [Enroth, dkk 1989, Tiwutanon,dkk, 2023]. Jenis ini mampu tumbuh subur di lingkungan yang relatif kering, karena kemampuannya menahan air ekstra di dalam sel -selnya maupun di antara tanaman dalam bantalan.

Namun demikian ia mempunyai risiko penurunan populasi yang tinggi karena penampilannya yang cantik dan kemampuannya yang luar biasa dalam menyerap air. Lumut ini banyak dipanen dari hutan untuk berbagai keperluan komersial, seperti sebagai media tanam, penutup tanah, dan terrarium (Chawengkul, dkk, 2024)

Leucobryum bowringii Mitt., J. Linn. Soc. Bot. Suppl. 1: 26. 1859.  Jenis ini pertama kali dideskripsikan oleh  Willam Mitten berdasarkan pada specimen tipe dari  Sri Lanka yang di koleki oleh  Gardner  no.1279

Koloninya tampak kusam, berwarna hijau keputihan hingga hijau cerah. Batangnya tegak dengan tinggi 2-6 cm, sederhana atau bercabang. Daunnya lanset, jika kering berkerut dan mudah rontok. Sporofit dengan seta berwarna kemerahan, 2 cm panjangnya, posisi kapsulnya mendatar atau merunduk, operkulumnya berparuh panjang. Lumut ini di Indonesia pernah dikoleksi mulai dari pulau Sumtara hingga New Guinea kecuali di Kepulauan Sunda Kecil belum pernah dilaporkan keberadaanya. Umumnya tumbuh pada substrat tanah yang lembab di dalam hutan tertutup pada ketinggian 600-750 m diatas permukaan laut.

Leucobryum  chorophyllosum C. Müll., Syn. Musc. Frond. 2: 535. 1851. Jenis ini pertama kali dideskripsikan dan diberi nama oleh Carel Herman Muller berdasarkan spemen yang dikoleksi oleh Zollinger, sn. dari Pulau Sumbawa.

Koloni berwarna hijau cerah, tumbuh tegak, tingginya 1cm. Daun tumbuh berdesakan di bagian atas batangnya, menyebar saat segar dan agak melengkung saat kering.  Sporofit dengan panjang setanya 14-20 mm, kapsul membulat telur dengan posisi datar atau miring,  operkulum dan peristomnya panjang  seperti paruh.

Lumut ini  mempunyai wilayah sebaran dibagian selatan Indonesia yaitu  di Pulau Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Kepulauan Maluku dan New Guinea, biasanya ditemukan tumbuh pada bebatuan dan pangkal pohon.

Leucobryum juniperoideum (Brid.) C. Müll., Linnaea. 18: 689, f. 196. 1845. Lumut ini dideskripsikan pertama kali pada tahun 1826 oleh Samuel Élisée von Bridel dengan nama Dicranum juniperoideum Brid. berdasarkan pada specimen tipe berasal dari Pulau Tenerife di kepulauan Canary, Spanyol (kolektor dan nomor koleksinya tidak dikenal), kemudian dilakukan penelaahan pada tahun 1845 oleh Johan Carl Friedrich Wilhelm Müller dan mengalami perubaham nama seperti disebutkan di atas.  

Koloninya berwarna keputihan dengan tinggi mencapai 3 cm. Batang tegak, sederhana atau bercabang. Daunnya lanset, pangkalnya membulat telur dan berangsur-angsur menyempit agak menabung kearah ujung dan diakhiri dengan ujung yang tumpul atau terbelah, posisi daun menyebar dengan ujung agak melengkung saat segar dan menjadi agak lentur ketika kering, Sporofitnya jarang ditemukan. Wilayah sebarannya di Indonesia meliputi pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, tumbuh pada lingkungan yang teduh dengan substrat berupa tanah atau batang pohon yang berkanopi lebar di dalam hutan.

Leucobryum javense (Brid.) Mitt., J. Proc. Linn. Soc., Bot. Suppl. 1–2: 25 (1859), jenis ini dideskripsikan oleh Samuel Élisée von Bridel pada tahun 1798 berdasarkan specimen Kkoleksi Commerson sn. dari pulau Java, dengan nama awal Sphagnum javeense Brid.   Kemudian William Mitten pada tahun 1859 menelaahnya dan merubah namanya menjadi Leucobryum javense. Kata javense menunjukkan lokasi  dari specimen ini  pertama kali  di koleksi.  Tumbuhan sangat bervariasi perawakannya,  kadang tumbuh berkelompok membentuk koloni

yang besar atau tumbuh menjalar diantara tumbuhan lumut lainnya, berwarna putih kehijauan, atau coklat kehijauan ( pucat hampir putih  di bagian atas dan seringkali berwarna coklat pucat kehijauan di bawah saat masih segar), atau sangat pucat dan berwarna-warni saat kering, Batangnya 10–80 mm panjangnya, sering bercabang menggarpu, berwarna coklat, rapuh. Daun berdesakan, lonjong-bulat telur dan  tiba-tiba meruncing ke ujung yang lancip atau lonjong- melanset, menyebar atau tegak, sering tersusun  dalam barisan spiral, sangat cekung di pangkal, agak menabung di ujungnya. Sporofit dengan seta 8-22 mm panjangnya, berwarna merah kecoklatan, kapsulnya asimetris dengan operkulum berparuh, peristomnya berwarna merah.  Lumut ini merupakan lumut terrestrial yang eksotik, ditemukan tumbuh pada kayu lapuk, pangkal pohon atau perakaran pohon yang lembab dan terbuka diberbagai tipe hutan. pada ketinggianmencapai 1200m di atas permukaan laut. Di Indonesia pernah dikoleksi dari di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, New Guinea.

Leucobryum sanctum (Brid.) Hampe, Linnaea. 13: 42. 1839;, jenis ini didekripsikan dan diberi nama pertama kali oleh Samuel Élisée von Bridel berdasarkan tipe yang di koleksi oleh Blume, sn dari Pulau Jawa dengan nama  Dicranum glaucum Hedw. var. sanctum Brid. Pada penelaahan olehGeorg Ernst Ludwig Hampe pada tahun 1839 namanya berubah menjadi Leucobryum sanctum (Brid.) Hampe,

Perawakannya besar, kekar tingginya mencapai 10 cm, hijau keputihan, berjambul longgar. Batangnya tegak, mempunyai banyak cabang bengkok dengan untai  di bagian tengahnya. Daun tidak berjajar, biasanya bertekstur lembut, agak lentur atau agak persegi, lanset menyempit dan menjadi agak menabung di ujungnya dari pangkal yang berbentuk elips lebar. Sporofit dengan panjang seta2,5–3,0 cm; posisi kapsul horizontal, berbentuk lonjong dan asimetris.

Wilayah sebarannya di Indonesia meliputi pulau Sumatra, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi dan New Guinea,  tumbuh pada lingkungan teduh dan lembab  bersubstrat tanah atau humus di dalam hutan. Text Box: D

Tentang penulis.

Dra. Florentina Indah Windadri, dilahirkan di Yogyakarta, tanggal 26 Agustus 1962. Penulis telah menyelesaikan Pendidikan sarjana di  Fakultas Biologi, Universitas Gadjah mada Yogyakarta.

Sejak tahun 1990 penulis aktif sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang saat ini telah menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Focus penelitian bidang taksonomi tumbuhan khususnya tumbuhan tingkat rendah (briofita).  Hingga saati ini penulis telah mencapai jenjang Peneliti Ahli Madya. Berbagai  pengalaman lapangan telah diperoleh melalui penjelajahan ke berbagai  wilayah di Indonesia dari Pulau Sumatra, Jawa, Nusatenggara, Kalimantan dan Sulawesi dalam kegiatan  penelitian yang berkaitan dengan Biodiversitas. Hasil kegiatan telah di publikasikan dalam jurnal internasional aupun nasional, prosiding internasional maupun nasional,  dan buku.

*)Pusat Riset Biosistematik dan Evolusi-Badan Risetdan Inovasi Nasional (BRIN)

Redaksi Green Indonesia