Multi Manfaat Tarap Hutan Dari Kalimantan

Bina Swasta Sitepu*)

Nutrisi dari buah Tarap cukup tinggi, dengan kandungan unsur karbohidrat (11,72%), Serat kasar (2,73%), kadar abu (1,21%), Protein (0,97% ), dan lemak (0,61%). Ini menunjukkan buah Terap hutan sangat potensial sebagai salah satu sumber pangan alternatif sumber karbohidrat.

MARGA Artocarpus merupakan salah satu kelompok tumbuhan penghasil buah yang dapat diknsumsi dari suku Moraceae. Selain Nangka, Sukun, dan Cempedak yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan oleh masyarakat, terdapat beberapa jenis dari marga Artocarpus yang memiliki manfaat berupa buah untuk dikonsumsi seperti Mentawak, Tarap, Kledang, atau Bintawak.

Sebagian besar jenis-jenis tersebut merupakan jenis dari kawasan hutan dan sangat sedikit masyarakat yang membudidayakannya di pekarangan rumah atau kebun laiknya jenis-jenis populer tersebut diatas.

Tarap hutan (A. elasticus) sering dikelirukan dengan jenis Tarap/Terap yang memiliki nama jenis A. odoratissimus dan lebih populer di areal pemukiman masyarakat. Jenis ini memiliki karakter sangat mirip dengan A. sericicarpusi, namun jenis yang terakhir memiliki ukuran daun yang lebih besar serta warna buah yang cenderung lebih kuning kemerahan dan berduri lebih panjang.

Tarap hutan juga memiliki sebaran yang cukup luas dari kawasan Asia daratan di Myanmar dan Thailand hingga kepulauan Maluku di Indonesia bagian timur.Tarap hutan tumbuh subur di kawasan hutan yang agak terbuka ataupun hutan sekunder terganggu.

Pengamatan di KHDTK Samboja dan kawasan Hutan di Tabang, Kutai Kartanegara menunjukkan jenis ini sering ditemukan pada areal bekas terbakar atau bekas tebangan yang terganggu cukup berat bersama kelompok suku Mahang-mahangan (Macaranga spp.).

Tarap hutan dapat tumbuh mengelompok pada tapak tumbuhnya dan membentuk komposisi jenis yang dominan bersama jenis perintis lainnya seperti Mahang, Balik Angin (Mallotus spp.), dan Jambu-jamu (Syzygium spp.)

Tarap Hutan (Artocarpus elasticus) di kawasan hutan sekunder bersama Mahang daun lebar (Macaranga gigantea) (Foto: Dok. pribadi)

Tarap hutan merupakan salah satu jenis pohon yang dapat mencapai diameter 75 cm dan tinggi 30 meter. Kayu yang dihasilkan memiliki sifat kayu lunak dan tidak awet, sehingga jarang digunakan untuk konstruksi berat. Masyarakat di Kalimantan menggunakan kayu Tarap hutan untuk papan lantai pondok sementara di kebun ataupun peralatan rumah tangga yang memerlukan kayu lunak agar mudah dikerjakan.

Kulit Tarap hutan juga memiliki serat yang panjang dan sering dimanfaatkan sebagai material pembuatan keranjang atau dinding pondok. Getah dari jenis ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan perekat untuk menjerat burung sebagaimana halnya getah Nangka dan Sukun.

Buah Tarap hutan yang matang berbentuk bulat memanjang dengan ukuran diameter mencapai 12 cm dengan kulit luar dipenuhi duri memanjang berwarna kekuningan.

Bagian aril buah berwarna  putih kusam dan memiliki rasa sangat manis dan aroma yang wangi khas. Bahkan karena terlalu wangi, beberapa orang sulit untuk menikmati buah hutan yang juga menjadi pakan dari jenis satwa frugivora  seperti Monyet ekor panjang, orangutan, beruang, atau tupai. Biji buah tarap juga dapat dikonsumsi setelah dibakar, panggang, atau direbus seperti halnya buah nangka dan cempedak.

Buah tarap hutan (Artocarpus elasticus) muda di kawasan KHDTK Samboja (Foto: Dok. pribadi)

Nutrisi dari buah Tarap cukup tinggi, dengan kandungan unsur karbohidrat (11,72%), Serat kasar (2,73%), kadar abu (1,21%), Protein (0,97% ), dan lemak (0,61%). Ini menunjukkan buah Terap hutan sangat potensial sebagai salah satu sumber pangan alternatif sumber karbohidrat. Biji dari buah Tarap hutan juga memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi (49%) dibandingkan pada bagian daging buahnya.

Daun Tarap juga memiliki kandungan senyawa anti bakteri yang cukup tinggi. Pengujian hasil ekstrak etanol daun tarap hutan yang dipanen dari areal KHDTK Samboja menunjukkan dengan konsentrasi sebesar 1% sudah mampu menghambat perkembangan bakteri di laboratorium dengan metode disk.

Pada pengujian ini digunakan bakteri Escherichia coli dan Salmonella Typhi yang dikenal sebagai pemicu sakit diare dan tifus pada manusia. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan jenis Artocarpus lainnya yang digunakan seperti Cempedak, Mentawak, dan Kledang yang memerlukan konsentrasi hingga 15% untuk menghambat perkembangan bakteri.

Metode disk. Hasil uji aktivitas ekstrak Tarap hutan (A. elastiscus) pada bakteri E. coli (Kiri) dan Salmonella Typhi. (Foto: Dok. pribadi)

Pengembangan Tarap hutan sebagai salah satu jenis pohon dengan multi manfaat (Multi-Purpose Tree Species/MPTS) sangat potensial jika dikaitkan antara karakteristik tumbuh dengan peluang pemanfaatannya. Sebagai salah satu jenis perintis di hutan sekunder, jenis ini potensial sebagai salah satu jenis pohon untuk kegiatan rehabilitasi pada areal hutan yang terdegradasi. Jenis ini dapat digunakan sebagai tanaman pokok rehabilitsi maupun tanaman sisipan dibawah tegakan rehabilitasi sebagai jenis hutan asli penghasil buah ataupun kayu. 

Kemampuannya untuk tumbuh pada areal yang miskin hara dan terbuka memungkinkan jenis ini juga menjadi pilihan pada kegiatan reklamasi di kawasan bekas tambang. Selain itu, bibit atau anakan dari Tarap hutan juga tergolong mudah untuk diproduksi atau didapatkan.

Bibit dari jenis ini mudah diproduksi melalui penyemaian biji yang sudah tua sebagaimana biji nangka dan cempedak dengan jumlah biji per buah yang banyak. Dalam skala yang besar, jenis ini juga sangat potensial dalam mendukung sistem Multi Usaha Kehutanan yang mulai diperkenalkan dalam pengelolaan ekosistem hutan.

*)Peneliti Muda Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN

Redaksi Green Indonesia