Oleh: Donny Wicaksono1, Agustinus Tampubolon2, dan Lutfy Abdulah3
Potensi limbah layu di Indonesia ternyata tidak bisa dipandang remeh. Diantaranya sebagai bioenergi. Namun dalam pemanfaatannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
LIMBAH kayu merupakan bagian kayu yang tersisa dari proses pemanenan pohon di hutan. Kayu sisa ini ada karena tidak semua bagian pohon yang dimanfaatkan dan bernilai ekonomis bagi pengusaha kayu.
Para pengusaha kayu biasa memanfaatkan bagian batang pohon saja untuk kemudian dipasarkan ke industri kayu. Itu pun tidak seluruh batang pohon, hanya sampai ketinggian batang yang bebas dari cabang saja. Bagian pohon lain seperti cabang, ranting dan tunggak menjadi limbah dari proses pemanenan pohon.
Ternyata tidak hanya dari proses pemanenan pohon, limbah kayu pun ada dari proses lain. Berbagai hasil penelitian menyebutkan limbah kayu tercipta dari proses pengangkutan kayu, penumpukan dan penimbunan kayu, serta proses pemotongan kayu di pabrik industri kayu.
Pada proses pengangkutan dan penimbunan kayu bisa terjadi kerusakan batang kayu dan juga kayu yang membusuk, rusak karena lama ditumpuk. Sedangkan di industri kayu, limbah kayu terjadi karena proses pemotongan dan pembentukan batang kayu menjadi ukuran dan produk tertentu sesuai kebutuhan industri.
Limbah kayu ini pada umumnya tidak dikumpulkan, karena berbagai pertimbangan. Diantaranya pertimbangan biaya dan waktu yang akan memperbesar biaya operasional. Limbah kayu pada lokasi tebang juga dibiarkan karena dianggap sebagai limbah alami yang akan kembali ke alam. Pengumpulan limbah kayu kemungkinan dilakukan untuk keperluan suatu riset/penelitian, tetapi tidak secara bisnis operasional di lapangan.
Sebuah Potensi
Sebenarnya berapa sih, besarnya limbah kayu? Berbagai penelitian menyebutkan besaran limbah kayu yang ternyata lumayan fantastis jumlahnya. Melalui penelitiannya, Sari (2009) menyebutkan bahwa limbah kayu yang dihasilkan dari proses pemanenan pohon bisa mencapai sebesar 13,7 m3/ha hingga 86 m3/ha, atau jika dihitung dalam satuan per pohon, maka bisa mencapai 4,51 m3/pohon hingga 8,46 m3/pohon.
Sementara itu, dari proses pengangkutan kayu sebanyak 26 batang log kayu, limbah kayu yang dihasilkan mampu mencapai 206,7 m3. Sedangkan di tempat penimbunan kayu, limbah kayu bisa mencapai 169,4 m3.
Jadi, dengan mengambil contoh dari kasus 26 batang log kayu tersebut, dari proses pemanenan, pengangkutan dan penimbunan kayu, maka limbah kayu yang dihasilkan bisa mencapai sekitar sebesar 600 m3. Jumlah limbah kayu yang signifikan ini mempunyai potensi besar sebagai sumber bahan baku untuk dimanfaatkan menjadi bioenergi kayu, seperti briket, wood pellet atau yang lainnya.
Selanjutnya, dengan mengasumsikan limbah kayu berasal dari kayu hutan alam dan menggunakan angka konversi biomassa, maka dari 600 m3 limbah kayu akan mempunyai potensi 0,22 ton karbon atau setara dengan 0,81 ton CO2–equivalent. Menggunakannya sebagai energi alternatif serta sebagai substutisi penggunaan energi fosil dalam industri akan memiliki potensi karbon sekitar 1 ton CO2–equivalent.
Sebagai Bioenergi
Lalu, apakah ada lagi potensi limbah kayu dari sumber yang lain? Potensi limbah kayu bisa diperoleh dari proses produksi kayu bulat di Indonesia, yang bisa dimanfaatkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyediakan data produksi kayu bulat menurut provinsi di Indonesia. Berdasarkan data tersebut pada tahun 2021 produksi kayu bulat terkecil adalah 0 m3 (Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur), terbesar adalah 24,2 juta m3 (Provinsi Riau), dan mencapai 64,4 juta m3 secara total di Indonesia.
Dalam penelitiannya, Ruslandi et al. (2020) menyatakan bahwa untuk produksi 1 m3 kayu gelondongan akan menghasilkan limbah kayu sebesar 3 m3.
Dengan menggunakan data produksi kayu bulat dari BPS dan angka dari hasil penelitian tersebut, maka potensi limbah kayu dari pemanenan untuk produksi kayu bulat di Indonesia mampu mencapai 0 hingga 72,7 juta m3 berdasarkan provinsi, dan mencapai 193,3 juta m3 di Indonesia pada tahun 2021. Persebaran spasial potensi limbah kayu dari pemanenan untuk produksi kayu bulat pada tahun 2021 berdasarkan provinsi di Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 1 dan 2 berikut.
Dalam pemanfaatan limbah kayu sebagai sumber bioenergi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, adalah perlu ditentukannya cara pengumpulan limbah kayu mulai dari proses pemanenan pohon di hutan, pengangkutan kayu, penimbunan kayu hingga pabrik/industri pengolahan kayu. Teknik pengumpulan limbah kayu ini perlu ditentukan sehingga efisien secara operasional.
Kedua, adalah proses pembuatan bioenergi dari limbah kayu. Tentunya proses pembuatan bioenergi membutuhkan investasi sumber daya biaya, teknologi dan alat pembuatan, didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki keahlian yang baik di bidang ini.
Ketiga, adalah tingkat permintaan dan kebutuhan, serta akses pasar bioenergi kayu.
Sebagai suatu prasyarat, bahwa tersedianya limbah kayu sangat bergantung kepada permintaan pasar akan produk-produk kayu. Semakin tinggi permintaan pasar, maka produksi kayu akan terus berlanjut, sehingga semakin banyak pula limbah kayu yang bisa dipanen dan dimanfaatkan. Hal ini merupakan potensi multi-usaha kehutanan, mewujudkan sistem pengelolaan hutan berkelanjutan yang semakin baik.***
1. Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, 2) Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, 3) Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional