Masyarakat tampaknya masih perlu disadarkan pentingnya menjaga ekosistem mangrove. Pengalokasian lahan yang tepat akan mendukung pelestarian lingkungan.
ADA penampakan unik pada salah satu desa di Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Tepatnya di Muara Beting – yang tak jauh dengan pantai Muara gembong, sejumlah makam berjajar di areal hutan mangrove. Di areal basah tersebut, tak sedikit jenazah terbaring di peristirahatan terakhirnya.
Inilah salah-satu ‘potret’ kian beratnya tekanan kebutuhan lahan di tengah kepadatan penduduk.
Pemukiman yang tergolong sempit di kawasan muara Sungai Citarum ini memperlihatkan bagaimana padatnya penduduk di daerah itu harus menyisihkan sedikit tanah wakaf untuk areal pemakaman masyarakat yang letaknya di dekat lahan mangrove yang tergolong basah.
Perlu Kesadaran
Bila musim hujan air mangrove akan mengalami pasang, sehingga kuburan-kuburan yang ada di situ juga ikut tergenang. Namun, pada saat kemarau makam yang tadinya tergenang kembali kering yang ditandai dengan tanah yang terlihat retak. Pada saat ini pula biasanya masyarakat atau sanak saudara dari penghuni makam membuat gundukan kembali setelah tergerus air yang pasang tersebut.
Hutan mangrove di kawasan ini dapat dikatakan sebagai hutan mangrove sekunder. Di sini juga terlihat persemaian anakan mangrove yang siap untuk ditanam. Terlihat, bahwa masyarakat tampaknya masih perlu disadarkan akan pentingnya menjaga ekosistem mangrove yang ada di desa mereka.
Di sini misalnya, masyarakat cenderung rancu dalam mengalokasikan lahan. Kuburan ini contohnya, tentunya akan lebih baik jika ditempatkan pada lahan yang tidak tergenang air.***
Fuji Ardi Kartono