Manisnya Madu, Tak Semanis di Budidayanya

Andika Silva Yunianto*) dan Avry Pribadi**)

Lokasi budidaya lebah jenis Apis mellifera yang berbatasan langsung dengan areal Hutan Tanaman Industri di Riau

Pengembangan lebah madu bukan hanya sekedar memberikan dampak positif dari segi sosial dan ekonomi, tetapi juga ekologi.

SELAMAT tinggal pandemi (covid-19), janganlah kembali.. Masih teringat betapa ketar-ketirnya masyarakat saat pandemi mematikan itu berlangsung. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga kekebalan dan daya tahan tubuh saat itu, diantaranya dengan mengkonsumsi madu.

Memang, cairan alami dengan rasa manis, yang dihasilkan lebah dari sari bunga tanaman (floral nectar), selain bunga (ekstra floral nectar) maupun ekskresi serangga itu, memiliki banyak khasiat. Madu mengandung makronutrien, mikronutrien dan antioksidan tinggi, bermacam vitamin, kalsium dan zat besi. Manfaat banyak. Selain untuk daya tahan tubuh, madu mampu mengobati berbagai macam penyakit, kesehatan kulit, dan sebagainya.

Bisnis Lebah Madu

Data BPS menunjukkan, produksi madu di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 189.780 liter. Jumlah tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan madu nasional ketika covid-19 melanda di Indonesia. Untuk memenuhi kekurangannya, Indonesia harus mengimpor madu dari China.

Sungguh ironi. Dengan hutan Indonesia yang mencapai 125,76 juta hektar (KLHK, 2022), atau 62,97% dari luas daratan Indonesia, madu pun masih diimpor?

Seseungguhnya, kegiatan budidaya lebah madu sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan, baik di areal yang berbatasan dengan kawasan konservasi, hutan lindung, maupun areal konsesi perusahaan (HTI).Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) misalnya, pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan melalui aktivitas budidaya lebah madu telah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahun 2019, diperoleh data bahwa dalam kurun waktu 4 bulan pertama sejak awal pelaksanaan kegiatan, masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) dibawah binaan TNBT, mampu menjual hasil madu jenis Heterotrigona itama atau lebah tidak bersengat sebanyak 16,7 kg dari 67 koloni produktif dengan pendapatan tambahan sebesar Rp. 4.390.000.

Selain itu, sejak akhir tahun 2020 beberapa kelompok tani di sekitar kawasan konservasi sudah mulai membudidayakan lebah (Apis mellifera) dengan sistem menetap di sekitar areal yang berbatasan dengan hutan tanaman industri. Data yang dihimpun dari dinas LHK propinsi DIY menyebutkan bahwa pada tahun 2019, setiap tahunnya lebah jenis ini mampu menghasilkan madu sebanyak 35-40 kg madu/tahun/koloni.

Tantangan Pelestarian Lingkungan

Memasuki tahun ke-3 pandemi, penyebaran covid-19 sudah dapat dikendalikan. Selain faktor vaksinasi, tingkat imunitas masyarakat yang tinggi disinyalir menjadi faktor pendukungnya. Hal ini sangat berpengaruh signifikan terhadap penjualan serta konsumsi madu oleh masyarakat.

Ketika wabah covid-19 melanda Indonesia, para peternak madu sangat kewalahan untuk memenuhi permintaan. Namun ketika wabah mulai melandai, peternak harus bekerja ekstra agar mampu menjual madu.

Seorang peternak lebah skala UMKM di Riau menyebutkan, bahwa tren penjualan madu pada saat pandemi mengalami peningkatan. Pada tahun awal pandemi, salah seorang peternak lebah di Riau yang mengelola sekitar 300 koloni mampu menjual sebanyak hampir 700 kg madu per bulan, dan meningkat hingga 1 ton per bulan di tahun 2021.

Namun, pasca pandemi, peternak hanya mampu menjual madu sebanyak 500 kg dengan harga yang terus turun. Untuk menutup biaya operasional si petani harus menjual beberapa koloni lebah yang dimilikinya. Hal yang sama nyaris dirasakan sama peternak di seluruh Indonesia. Jelas, penurunan ini bukan hanya berdampak secara langsung kepada peternak, tetapi juga pada ekosistem alam.

Mengapa tidak? Budidaya lebah madu bukan hanya sekedar memberikan dampak positif dari segi sosial dan ekonomi, tetapi juga ekologi. Hubungan antara masyarakat, lebah dan lingkungan, bagaikan simbiosis mutualisme. Saling membutuhkan dan menguntungkan.

Dengan adanya koloni lebah yang menghasilkan madu, tentunya akan mendorong masyarakat untuk turut serta menjaga kawasan hutan dan sekitarnya dari bahaya dan ancaman alih fungsi kawasan, pembakaran hutan serta penebangan liar. Lebah juga dapat membantu tumbuhan dalam proses penyerbukan.

Tampaknya peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan, termasuk dalam mengatasi fenomena “konsumsi madu” secara musiman. Perlu kesadaran dan pembiasaan diri untuk mengkonsumsi madu, mengingat pada kenyataannya, saat ini konsumsi madu per kapita di Indonesia hanya sekitar 15 – 20 gr saja.

*) Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan – BRIN **) Peneliti pada Pusat Riset Zoologi Terapan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan – BRIN

***Riz***

Redaksi Green Indonesia