Konservasi Tanah dan Air: Belajar dari Kisah Sukses Warga

Dr. I Wayan Susi Dharmawan, S.Hut, M.Si*)

Penguatan motivasi dan kelembagaan masyarakat dalam mendukung upaya konservasi tanah dan air melalui kegiatan rehabilitasi menjadi faktor kunci keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan lahan secara lestari”

DALAM Undang-undang No 41/1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa; hutan mempunyai beberapa fungsi, antara lain menghasilkan kayu, menjaga kesuburan tanah, melindungi tata air, menjaga keanekaragaman hayati, menjaga iklim mikro, dan mencegah perubahan iklim global. 

Terbukti, bahwa keberadaan hutan selama ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan jika masyarakat yakin akan manfaat positif hutan tersebut maka kepedulian dan usaha pembangunan hutan akan berlangsung secara cepat.

Terwujudnya kelestarian air tidak terlepas dari usaha-usaha konservasi tanah dan air itu sendiri. Upaya ini dapat dilakukan melalui peningkatan cadangan air pada wilayah perakaran tanaman. Caranya ialah melalui kegiatan penanaman, peningkatan infiltrasi, pengurangan evaporasi, dan introduksi tanaman yang hemat air. Dengan adanya pepohonan di atas permukaan tanah, diharapkan akan tersimpan “persediaan air yang cukup banyak di dalam tanah”, sehingga masyarakat tidak akan kekurangan air.

Telah banyak program penanaman pohon yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat, seperti reboisasi dan rehabilitasi lahan serta GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), penanaman 1 milyar pohon dan lain-lain telah memberikan manfaat yang signifikan kepada masyarakat.

Catatan Sukses Penghijauan

Seperti yang telah dilakukan Kelompok Tani Hutan Baru Rangga di Garut – Jawa Barat misalnya. Kelompok yang didirikan pada tahun 1997 di Desa Rancasalak, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut ini terdiri dari para petani sayuran. Atas kiprahnya yang telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, kelompok ini telah mendapatkan Peringkat I Tingkat Provinsi Jawa Barat dan Peringkat III Tingkat Nasional dalam penilaian Gerhan tahun 2003.

Kelompok tani ini dinilai telah berhasil menghijaukan kembali lahan kritis di desa mereka dan dapat meningkatkan hasil penjualan sayurannya. Kegiatan Gerhan telah memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat. Kondisi tanah lebih subur, kekeringan air sudah dapat dikurangi, air tidak keruh lagi, dan tidak adanya longsoran dari tempat-tempat yang berlereng curam.  

Catatan sukses juga  ditorehkan Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2, Dusun Sapuangin, Desa Karangsari, Kabupaten Ciamis – Jawa Barat. Usaha kelompok tani ini tidak sia-sia, karena telah berhasil menghijaukan kembali lahan kritis seluas 230 ha menjadi lahan yang benar-benar produktif dan pada tahun 2006. Mereka  berhasil meraih Juara I Lomba GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis) Tingkat Provinsi Jawa Barat.

Awalnya lahan di desa ini –dengan topografi berat dan tingkat kelerengan 45%– hanya berhamparkan tanaman pisang. Lahan ini kritis. Kemudian lahan tersebut ditanami 60 ribu pohon beragam jenis, antara lain jati, mahoni, waru gunung, durian, kopi, cengkeh, dan nilam.

Manfaat yang telah diperoleh dengan adanya penghijauan ini adalah sumber air di desa sudah terisi kembali dan apabila kemarau masih terdapat sumber air serta iklim di desa makin sejuk.

Text Box: Ketersediaan air di musim kemarau tetap terjaga di Desa Kadungora, GarutMasyarakat Desa Selopamioro, Kabupaten Bantul sudah menanam jati sejak tahun 1970-an, sehingga kegiatan pembangunan hutan rakyat oleh masyarakat sudah berlangsung sangat lama. Adanya gerakan Gerhan dapat memperkuat dan memacu semangat masyarakat dalam membangun hutan.

Untuk mensukseskan Gerhan, Gapoktan Sapuangin menanam jati dan melinjo pada lahan seluas 350 ha yang tersebar di 11 dusun. Di samping itu terdapat lahan hutan konservasi seluas 336 ha dan hutan pelestarian seluas satu ha. Lahan tersebut milik Keraton Yogyakarta yang dikenal sebagai lahan SG (Sultan Ground).

Desa Selopamioro mempunyai solum sangat tipis (berbatu-batu), namun setelah kegiatan penanaman jati secara swadaya, dan adanya program Gerhan di Desa Selopamioro tersebut telah membuat tanah memiliki daya serap air yang tinggi, sehingga ketersediaan air juga meningkat. Sawah-sawah terairi, kebutuhan air masyarakat terpenuhi, dan tanah di Desa Selopamioro pun terlindung dari bahaya erosi.

Banyak lagi catatan sukses konservasi yang dilakukan masyarakat. Seperti Kelompok Tani Sidomulyo misalnya, yang berlokasi di Desa Kertowono, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Pada tahun 2006 kelompok tani ini berhasil menjadi Juara I Nasional Lomba Gerhan berkat kesuksesannya melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seluas seluas 75 ha.

Pada awalnya, areal di des aini sangat kritis dan hanya memiliki sumber mata air sebanyak 10 buah. Tetapi sejak berkembangnya hutan rakyat sengon yang dimulai pada tahun 1996, maka saat ini sudah terdapat  lebih kurang 44 buah sumber mata air yang dapat memenuhi kebutuhan air bagi warga di tiga kecamatan, yaitu Kedojajang, Padang, dan Gucialit.

Dengan meningkatnya jumlah mata air maka hal ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sumber air.

Terbukti jelas, dengan adanya kegiatan penanaman pohon, cadangan air di dalam tanah akan semakin meningkat, sehingga pada saat musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada saat musim hujan tidak terjadi banjir.

Usaha-usaha penanaman pohon oleh masyarakat lokal telah memberikan hasil yang menggembirakan, antara lain kelestarian air terjamin dan produktivitas tanah meningkat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut dapat dijadikan sebagai contoh keberhasilan dan pembelajaran bagi kelompok masyarakat lain di wilayah lainnya.

*)Peneliti Ahli Madya, Bidang Kepakaran Konservasi dan Pengaruh Hutan. Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi. Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Redaksi Green Indonesia