Ramadhan bak lampu merah traffic ligh bagi bunga Hortensia. Meski tetap dipotong namun hanya dijadikan kompos di kebun, karena tidak laku dijual. Perawatan tetap dilakukan untuk menyambut harga tinggi pasca lebaran.

Lengkaplah sudah derita petani pada dua desa di jalur Puncak Dua Bogor – Cianjur. Bunga potong jenis hortensia yang selama berbulan-bulan menjadi penyangga ekonomi akibat ‘hancurnya’ harga sayuran akhir-akhir ini, kini pun stop dipanen. Bulan Ramadhan bagai kedipan lampu merah traffic ligh buat kegiatan pasar bunga potong yang satu ini.

Seperti diketahui, disamping beragam komoditas sayuran yang diusahakan petani di Desa Sukawangi dan Batulawang, bunga potong hortensia adalah bumper (penyangga, pertahanan), terutama sejak setahun terakhir.

Mengapa tidak? Disaat petani ‘lemas terkulai’ akibat jatuhnya harga jual wortel, kubis, pakcoy, sawi putih dan sebagainya, masih beruntung warga di kedua desa pegunungan itu memiliki tanaman hortensia alias bunga panca warna. Terbukti, komoditas hortikultura yang satu ini stabil, meski harganya tidak begitu tinggi.

Pengelolaan usahataninya pun sederhana, tidak terlalu rumit seperti komoditas sayuran, apalagi cabe atau tomat. Untuk kedua jenis yang disebut terakhir, seperti diakui petani, selain biaya produksi yang tinggi juga butuh perhatian serius akibat ancaman hama dan penyakit.

“Sekali ditanam, pakai stek, bisa dipanen bertahun-tahun. Pupuk dan perawatannyapun minim,” kata seorang petani di Kampung Arca Sukawangi. Ditambahkannya bahwa dalam 2000 pohon bunga panca warna bisa dipanen 400 – 500 tangkai per minggu.

Harga di tingkat petani akhir-akhir ini antara Rp 1.000,-  sampai Rp 1.200,- per tangkai. Oleh para bandar bunga potong tersebut dikirim ke berbagai tempat di Bogor dan Jakarta, terutama Pasar Rawa Belong (Pasar Induk Bunga). Di pasar dikabarkan harganya berada pada kisaran Rp 2.500,- per tangkai.

Tak perlu jauh-jauh, penulis (GI) sendiri pun adalah salah-seorang petani yang telah merasakan nikmatna menanam hortensia di Sukawangi. Konon, menurut para bandar, bunga potong yang satu ini tidak ada yang menyaingi di Pasar Rawa Belong.

“Boleh dibilang kualitas hortensia  dari Puncak Dua adalah yang terbaik dibanding produk sejenis dari daerah lain. Kelebihannya terutama tidak mudah rontok dan bertahan (tetap segar) selama beberapa hari dalam pas/ wadahnya, seperti pada ruang tertentu di hotel-hotel dan restauran  elit,” jelas Mang Openg, petani dan juga bandar di Kampung Arca.

Tumbuhan Hijau Abadi

Hortensia (Hydrangea), menurut Wikipedia, adalah nama genus dari 70-75 spesies tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sebagian besar spesies berasal dari Jepang dan Tiongkok. Tanaman semak dengan tinggi 1 sampai 3 meter, tetapi ada juga yang merambat di tanaman lain hingga mencapai ketinggian 30 meter.

Sebagian besar spesies merupakan ‘tumbuhan hijau abadi’. Hortensia juga dikenal dengan nama kembang bokor, sedangkan dalam bahasa Melayu dikenal dengan nama bunga tiga bulan. Di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama bunga masamba.

Bandar bunga siap-siap melakukan pengiriman ke Pasar Rawa Belong Jakarta

Umumnya bunga hortensia berwarna putih pada sebagian besar spesies. Tetapi beberapa spesies terutama H. macrophylla mempunyai bunga yang bisa berwarna biru, merah, merah jambu, atau ungu bergantung pada tingkat pH tanah. Sewaktu masih kuncup, bunga berwarna hijau, berubah menjadi putih, sewaktu mekar berwarna biru muda atau merah jambu yang secara bertahap berubah menjadi warna-warna yang lebih tua tua (biru tua atau merah) sebelum bunga rontok. Tanah yang bersifat asam menghasilkan bunga berwarna biru, tanah dengan pH normal menghasilkan bunga berwarna putih krem, dan tanah yang bersifat basa menghasilkan bunga berwarna merah jambu atau ungu.

***Riz***