Rasamala, Beraroma, Berkhasiat

Oleh: Masfiro Lailati*)

Pohon koleksi rasamala (Foto; pribadi)   

Hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa senyawa dari daun rasamala memiliki aktivitas antikanker yang kuat pada kanker mulut manusia.

MUNGKIN sebagian dari kita masih awam dengan jenis tumbuhan satu ini. Namanya rasamala. Aroma yang khas dari daunnya sering kita jumpai sebagai sayur atau lalapan di meja-meja warung makan khas sunda.

Daun lalap yang masih muda berwarna merah ini sangat disukai masyarakat karena bearoma harum dan dapat meningkatkan selera makan. Ternyata nutrisi yang sangat baik terkandung dalam daun rasamala.

Daun rasamala (Sumber: Internet)

Mengenal lebih dekat, jenis rasamala yang mempunyai nama latin Altingia excelsa Noronha yang merupakan sinonim dari Liquidambar excelsa (Noronha) Oken, berupa pohon yang mampu mencapai ketinggian 60 m, diameter antara 80 hingga 200 cm dan percabangan hingga 35 meter. Tidak heran jika jenis ini dijuluki sebagai rajanya hutan pegunungan di Jawa dan Sumatera karena ukurannya yang besar.

Pada tahun 1724 – 1800, seorang gubernur jenderal dan peneliti Hindia Belanda bernama Wilem Arnold Alting, pertama kali menemukan pohon ini, sehingga namanya diabadikan untuk nama jenis Altingia. Selanjutnya seorang ahli botanis Portugis bernama Fransisco Noronha meneliti pohon ini saat berkunjung ke pulau jawa dan namanya juga diabadikan untuk nama pohon rasamala.

Tumbuhan ini identik dengan vegetasi pegunungan, dimana jenis ini biasa tumbuh dengan baik di dataran tinggi, namun di dataran rendah pun bisa dijumpai dan ditanam warga, terutama banyak ditemukan di daerah Jawa Barat. Maka tidak heran, masyarakat Sunda menjadikannya sebagai sayur dan lalapan.

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu habitat dan termasuk jenis dominan penyusun ekosistem hutan. Diketahui pula bahwa pohon rasamala memiliki segudang manfaat dan bernilai ekonomi.

Penyebaran Rasamala

Rasamala termasuk dalam family Altingiaceae dalam klasifikasi botani. Tanaman ini tersebar dari Bhutan, Yunnan, Bangladesh, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, sampai ke Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kepulauan sunda kecil. Penyebaran pohon rasamala di Indonesia menyebabkan perbedaan dalam penyebutan nama daerah seperti mala, tulasan, dan mandung.

Masyarakat suku Melayu menyebut pohon rasamala dengan raksamal atau ra’samala, di daerah Tapanuli disebut dengan tulason. Sedangkan di daerah Sunda, masyarakatnya sering menyebutnya dengan istilah mala atau rasamala, di Palembang disebut cemara hitam dan di daerah Minangkabau dikenal dengan nama pohon lamin, mandung, mandung jati, dan sigadundeung.

Pohon rasamala ini diketahui dapat tumbuh baik pada daerah pegunungan di ketinggian 600 – 1600 mdpl dengan tingkat kelembapan tinggi dan curah hujan tipe A-B. Rasamala dapat tumbuh secara alami pada tanah vulkanik.

Karakteristik

Daun rasamala berukuran panjang 6-12 cm dan lebar 2,5-5 cm berbentuk elips hingga lonjong dengan letak bergiliran, dan bagian tepian daunnya berbentuk seperti gerigi halus. Buah rasamala memiliki diameter antara 1,2-2,5 cm dan berwana kecokelatan. Kapsulnya terdiri dari empat ruang, dan setiap ruang mengandung 1-2 benih yang telah terbuahi. Di setiap ruang juga terdapat 35 butir benih yang belum mengalami pembuahan. Buah rasamala memiliki biji yang pipih dan bersayap.

Kayu Rasamala

Kayu rasamala banyak digunakan untuk konstruksi bangunan kerangka jembatan, tiang hingga bantalan rel kereta api, meski keawetan kayu berkategori sedang di kelas II dengan berat jenis antara 0,6 hingga 0,8. Di Pasaran, harga kayu rasamala tergolong cukup murah. Kayu dan akar rasamala juga sering dijadikan dekorasi bagi para penghobi aquascape, karena bentuknya memiliki nilai seni tinggi. Kulit kayu bertekstur halus rata berwarna abu kecoklatan sedangkan batang kayunya berwarna kemerahan.

Akar rasamala (Sumber; internet)   

Kayu dari pohon rasamala yang sudah tua sangat awet dan jarang diserang rayap. Menurut sumber bila batang rasamala dibiarkan di luar terkena pengaruh musim, akan kuat bertahan selama 20 tahun.

Beragam Manfaat

Tidak hanya sebagai lalapan dan sayur, daun rasamala memiliki khasiat obat. Masyarakat di Jawa menumbuk halus daun rasamala dan digunakan untuk obat batuk dan sakit perut. Diketahui juga secara tradisional daunnya memiliki potensi sebagai obat penurun panas, anti inflamasi hingga penambah vitalitas.

Hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa senyawa dari daun rasamala memiliki aktivitas antikanker yang kuat pada kanker mulut manusia SP-C1 melalui penghambatan prolierasi sel. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa senyawa apigenin pada daun rasamala memiliki aktivitas sebagai antibakteri Enterococcus faecalis pada penyakit pulpa dan periapikal di gigi dan mulut yang sering terjadi pada anak.

Apigenin merupakan senyawa flavonoid yang mempunyai potensi sebagai senyawa anti kanker, antioksidan, dan anti inflamasi dengan toksisitas intrinsik yang rendah. Minyak atsiri daun rasamala juga mengandung senyawa monoterpen dan sesquiterpen yang berpotensi sebagai antibiotik alami.

Getah dari batang kayunya berwarna putih kekuningan, cepat mengering, dan mudah diambil dari batang pohon. Jika getahnya ini dimasukkan ke dalam bara api, akan menyebarkan aroma harum, seperti wangi daun mala yang diremas-remas. Getah yang memiliki aromatik ini sering dijadikan sebagai pengharum ruangan untuk menghilangkan bau yang tidak sedap.

Selain itu juga, pohon rasamala yang memiliki percabangan yang lebar dan besar sehingga berpotensi menjaga dan menyimpan lebih banyak air. Pohon rasamala sering mendominasi strata tegakan yang lebih tinggi menjadikan pohon ini banyak digunakan dalam kegiatan reboisasi dan pemulihan ekosistem.

Status Kelangkaan

ibit rasamala (Sumber: internet)

Status populasi pohon rasamala di alam saat ini masih aman sehingga tidak berada dalam status terancam kepunahan. Menurut IUCN Redlist pohon rasamala berstatus least concern pada tahun 2018. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari rasamala dari daun hingga akarnya. Pemanfaatan pohon ini harus tetap bijak agar kelestariannya tetap terjaga. (Dari berbagai referensi).

*) Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

      

              

Redaksi Green Indonesia