Beragam permasalahan yang mungkin bisa timbul, sebagai dampak dari berkembangnya pasar atau perdagangan karbon itu, tentunya perlu mendapat perhatian dan diantisipasi sejak dini.
ISTANTO, Direktur Usaha Hutan Produksi, mewakili Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan bahwa tantangan ke depan terkait maraknya isu perdagangan karbon cukup rumit.
Dalam kegiatan FGD Development of Policy Recommendation for Carbon Credit’s Secondary Market and Trading System di Hotel Aston, BNR Bogor, pagi ini (Kamis, 16/02), Istanto mengungkapkan bagaimana kalau nanti semua ingin berdagang karbon?
“Lalu HPH tidak mau lagi menebang kayu. Lantas bagaimana dengan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan kayu, kertas (pulp) dan lain-lain?” tutur Istanto.
Perlu Regulasi
Beragam permasalahan yang mungkin bisa timbul, sebagai dampak dari berkembangnya pasar atau perdagangan karbon itu, tentunya perlu mendapat perhatian dan diantisipasi sejak dini.
“Harus ada ketentuan-ketentuan atau regulasi terkait hal itu,” tambahnya.
Terkait perdagangan karbon dalam negeri, menurut Istanto, sebenarnya sudah ada yang berjalan. Misalnya antara Perhutani dengan Pertamina dan sebagainya. Sementara di dunia internasional perdagangan karbon sudah banyak dilakukan. Seperti di Hongkong dan beberapa negara lain.
Diungkapkan oleh Istanto, bahwa hal ini perlu didiskusikan sehingga dapat memberi masukan yang positif demi idealnya penyelenggaraan perdagangan karbon nasional.
Kegiatan FGD yang digelar IPB University, dengan moderator praktisi karbon – M. Ridwan tersebut, cukup menarik perhatian berbagai pihak, baik yang hadir di ruangan (Hotel Aston Bogor) maupun peserta secara Zoom dari berbagai lokasi.
***Riz***