Secara rinci dijelaskan bagaimana cara penghitungan karbon hutan dalam pelatihan di Kampus IPB Baranagsiang beberapa hari lalu.
TEKNIK penghitungan karbon berbeda antara beragam jenis hutan dan karakteristik lahannya. “Kalau lahannya non-mangrove, kemudian metodologi yang digunakan mangrove maka tidak akan available,” jelas Ahli Penghitungan Karbon yang juga Direktur PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL), M. Ridwan.
Hal itu disampaikannya pada sebuah sessi Blue Carbon Accounting Training yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) IPB di Kampus Baranangsiang Bogor beberapa hari lalu.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa penggunaan metodologi yang sudah standar cukup tersedia. “Ada Verra, Plantfivo, goldstandar dan lain-lain,” ungkap Ridwan dihadapan puluhan peserta training dari berbagai perusahaan dan perguruan tinggi tersebut.
“Jadi semua tergantung kesesuaian dengan karakteristik lahan dan hutannya,” tambahnya
Metodologi
Menurutnya, secara garis besar terdapat dua tipe metodologi yang bisa dipakai, yaitu mandatory dan volountary. Diantaranya ialah IPCC dan SNI (mandatory) dan Small Scale serta Large Scale (untuk voluntary).
Adapaun sampel lapangan pada metode perhitungan karbon dapat dilakukan melalui dua pilihan, yakni Metode Destruktif dan Metode Alometrik.
Pada Metode Destruktif, pohon dan lain-lainnya ditebang, dicabut serta dilakukan penimbangan. Model ini akurasinya paling tinggi, namun biayanya mahal dan memakan waktu yang lama.
Sedangkan Metode Alometrik ialah dengan menggunakan persamaan statistik atau menggunakan rumus yang sudah ada. “Akurasinya cukup, biaya relatif murah dan waktunya lebih cepat. Mana yang lebih baik?” ucap Ridwan.
Dijawabnya sendiri, bahwa semua itu harus berdasarkan pertimbangan yang matang. “Tentu yang lebih baik dengan tingkat keakuratan tinggi melalui Metode Deskriptif. Namun konsekuensinya; biaya mahal dan waktu lama,” jelasnya.
Pool Karbon
Dijelaskannya pula tentang pool karbon. Apa saja jenisnya?
Pool karbon atau kolam karbon bermacam-macam. Yang pertama; yaitu yang berada di atas tanah. Obyek ini menjadi sasaran utama pool karbon untuk aktivitas proyek. Yang kedua; di bawah tanah, juga merupakan sasaran utama pool karbon untuk aktivitas proyek.
Pool karbon lainnya ialah kayu mati, serasah dan karbon tanah.Kemudian untuk mencari biomassa totalnya tinggal diijumlah dari hasil kelima pool karbon tersebut.
Lalu apa saja data yang diukur dari pool karbon tersebut? Diantaranya ialah; semai dan tumbuhan bawah, pancang, tiang dan pohon, serta kayu mati. Dijelaskannya juga bahwa jenis plot yang umum digunakan di Indonesia yaitu plot berpetak dengan ukuran 2×2, 5×5, 10×10, 20×20 (SNI 7724 : Tahun 2019).
“Namun menggunakan plot kotak akan banyak kesalahan/ Eror saat Monitoring. Sehingga akan lebih baik jika menggunakan plot lingkaran,” jelas Ridwan.
Pada plot lingkaran, ukurannya sebenarnya sama saja untuk luasan yang diambil namun yang membedakan karena menggunakan lingkaran maka jari-jari yang digunakan yaitu 1.13, 2.82, 5.64, dan 11.29 masing-masing untuk tingkat pertumbuhan serasah dan/atau tumbuhan bawah, pancang, tiang, dan pohon. (Fuji Ardi Kartono)
***Riz***