Lindungi DAS Demi Masa Depan

Oleh: Markus Kudeng Sallata*) dan Nining Wahyuningrum*)

Agar pasokan air terjaga dan berkelanjutan, maka berbagai upaya perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dilakukan sejak dini.

Bak pengumpul air di pemukiman

KEMARAU panjang mendera, sumber air alami mengering. Sungai-sungai yang dulunya mengalir deras menjadi aliran yang lemah, atau bahkan mengering.

Lalu kita pun sadar, bahwa menjaga dan merawat wilayah DAS itu sangat penting. Mengapa? Karena DAS merupakan dasar utama pasokan air kita.

Di tahun 2023 ini awal musim kemarau datang  lebih cepat. Curah hujan  jauh di bawah rata-rata normal. Fenomena ini dialami di  41% wilayah Indonesia. 

El Nino dan Perubahan Iklim

El Niño dituding sebagai penyebab utama dalam mengurangi curah hujan di Indonesia. Dampaknya sangat dirasakan pada cuaca, pertanian, dan kebutuhan dasar manusia, termasuk air.

Musim kemarau yang berkepanjangan di seluruh dunia adalah hasil dari perubahan iklim yang semakin jelas dan merusak ekosistem alam. Untuk itu, perlindungan wilayah DAS terutama daerah hulu, menjadi kunci untuk mengamankan pasokan air yang berkelanjutan.

Kondisi musim kemarau yang berkepanjangan adalah peringatan bahwa kita tidak dapat mengabaikan perlindungan DAS lagi. Sumber daya air terbatas, dan tindakan sekarang diperlukan untuk memastikan pasokan air yang cukup untuk kelangsungan hidup.

Perlindungan Wilayah Hulu

Pertumbuhan pembangunan menimbulkan tekanan di wilayah hulu DAS. Mengapa tidak? Dengan peningkatan penduduk, ekspansi lahan pertanian, perladangan berpindah, penggembalaan berlebihan, invasi lahan, dan kebakaran hutan tak terkendali.

Dampaknya termasuk penurunan pasokan air, risiko banjir dan kekeringan, erosivitas sungai, pencemaran air, dan keterbatasan pangan yang meningkatkan kemiskinan di wilayah hulu.

Bak pengumpul dekat mata air

Untuk itu, penyusunan tata ruang di wilayah hulu DAS  memegang peran sentral dalam menjaga kelangsungan pasokan air. Dengan tata ruang yang optimal, seperti pemeliharaan hutan dan vegetasi, tentunya akan dapat membantu mengelola aliran air dengan efisien.

Alhasil, hal ini dapat mengurangi risiko banjir saat musim hujan dan mempertahankan kelancaran aliran air saat musim kemarau. Disamping itu, tata ruang yang membatasi aktivitas yang berpotensi mencemari air, seperti industri berbahaya dan pembuangan limbah domestik, dapat menjaga kualitas air yang prima. Ini sangat penting untuk pasokan air minum, pertanian, dan kelangsungan ekosistem.

Yang tak kalah penting lagi ialah; mengikutsertakan penduduk lokal dalam perencanaan tata ruang DAS dapat meningkatkan kesadaran mereka akan urgensi konservasi. Ini juga mendorong terciptanya kesepahaman antara pemerintah, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjaga kesinambungan pasokan air.

Partisipasi aktif masyarakat dalam praktek pelestarian lahan seperti penanaman vegetasi penahan erosi, reboisasi, dan teknik konservasi lainnya dapat membantu mengurangi tingkat erosi.

Dengan mengenali pentingnya penataan spasial di wilayah hulu DAS, kita dapat berinvestasi dalam praktik-praktik konservasi dan pengelolaan yang berkelanjutan, yang akan mendukung keberlanjutan pasokan air bagi kehidupan manusia dan ekosistem di hilir DAS.

Pendampingan untuk Keberlanjutan

Pendekatan holistik untuk pemberdayaan masyarakat hulu DAS merupakan cara yang efektif untuk memastikan bahwa keberlanjutan sumber daya air dan kehidupan masyarakat lokal dapat terjaga seiring waktu. Pendekatan ini menggabungkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan dapat diadopsi oleh masyarakat setempat.

Tim peneliti di bidang kehutanan (Balai Litbang LHK Makassar) mempunyai pengalaman ini. Sejak tahun 2015 bersama-sama dengan LSM Balang Institut (lokal) dan PEMDA.

Melalui pendekatan partisipatif (Participatory Action Research/PAR) yang mengutamakan pengkajian, dan pembelajaran menemui pemukim secara persuasif. Lalu bersama-sama mengidentifikasi, memahami dan mendiskusikan bersama menyusun  solusi permasalahan yang ada.

Dari hasil tersebut muncul kesepakatan untuk menyusun “model pengelolaan SDA mandiri berbasis luas pemukiman” di beberapa desa di Sulawesi Selatan.

Hasilnya cukup menggembirakan. Mayarakat di wilayah hulu DAS memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan melalui pertemuan kelompok. Mereka jadi tahu, bahwa ekosistem hutan yang baik berperan dalam mengendalikan tata air. Populasi pohon dalam ekosistem hutan memengaruhi iklim mikro, meningkatkan kelembaban, menurunkan suhu, dan menghambat angin serta sinar matahari langsung.

Ketersediaan air pun dipengaruhi oleh populasi pohon dalam ekosistem hutan, bukan oleh pohon individu. Jarak tanam yang rapat lebih efektif dalam mengontrol tata air daripada tanamannya sendiri. Faktor-faktor ini berperan dalam menjaga sumber air, termasuk mata air.

Dengan bimbingan dari LSM Balang Institut, serta peneliti dari BP2LHK Makassar dan PEMDA setempat, kelompok pengguna air telah mengembangkan suatu sistem jaringan air bersih. Mereka menggunakan pipa paralon berdiameter dua inci untuk mengalirkan air dari sumbernya ke bak pengumpul/pembagi, dan dari situ ke rumah-rumah menggunakan pipa berdiameter satu inci. Pipa-pipa ini dilengkapi dengan stop kran untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Proyek jaringan air dimulai dengan pembangunan bak sederhana yang berdekatan dengan sumber air, yang terhubung menggunakan pipa paralon dengan saringan di ujungnya untuk mengalirkan air ke Bak Pengumpul/pembagi. Bak yang berfungsi ganda sebagai pengumpul air dan pembagi tersebut, dibangun dekat dengan pemukiman untuk mempermudah distribusi air ke setiap rumah.

Distribusi air untuk MCK dan keperluan rumah tangga

Model pengelolaan air bersih mandiri berbasis kampong (PAM-BK) ini sangat efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumber air apabila dibandingkan model pemanfatan sumber air sebelumnya, baik di kampung Babangeng maupun di kampung Senggang.

Jika semula masyarakat menggunakan banyak sumber air (setiap rumah) yang sifatnya tidak efektif dan tidak efisien, kini mereka hanya menggunakan satu sumber air saja. Itu sudah cukup, bahkan berlebih untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Terbukti sudah, bahwa pendampingan menjadi esensial untuk membimbing kelompok pemukim di wilayah hulu DAS dalam memanfaatkan dan menjaga sumber air.  Masyarakat akan lebih antusias dalam menjalankan praktik pelestarian jika mereka juga dapat langsung merasakan manfaatnya.*

*) Peneliti Ahli Utama, **) Peneliti Ahli Madya. Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi-BRIN

Redaksi Green Indonesia