Strategi ekonomi hijau dan mekanisme insentifnya merupakan kunci penting dalam melaksanakan program aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di masa depan.
KIAN hangat dan ramai jadi pembahasan. Pasca keluarnya Perpres NEK 98/2021, peluang perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja semakin luas. Kepercayaan pihak luar negeri kepada Indonesia pun makin meningkat terkait aspek legalitas perdagangan karbon. Artinya, prospek cerah ‘ekonomi hijau’ membentang di depan mata.
Demikian salah-satu point kesimpulan dari pemaparan Dr. I Wayan Susi Dharmawan, Peneliti Senior pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan – BRIN, pada acara Carbon Accounting Training di Bogor, Kamis (20/07).
Dalam kegiatan yang digelar oleh PT Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) berama IPB University dan Green Indonesia (greenindonesia.co) tersebut, terlihat para peserta antusias. “Ini menarik karena ada uangnya…,” celoteh seorang peserta yang tertangkap oleh GI.
Disisi lain, trainer yang memang pakar dibidangnya tersebut menyatakan; kebijakan nasional harus menjamin capaian penurunan emisi difokuskan semuanya untuk pemenuhan target NDC Indonesia. Dikatakannya bahwa menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait penurunan emisi untuk melakukan registrasi (mencatat dan melaporkan) dalam Sistem Registrasi Nasional.
Taksonomi Hijau Indonesia
Dihadapan limapuluhan peserta dari berbagai daerah, Wayan mengungkapkan, bahwa strategi implementasi green economy dalam sektor kehutanan dan lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Hal itu sangat beralasan mengingat besarnya potensi ekosistem alam Indonesia yang memiliki nilai penting di tingkat global.
Peneliti senior BRIN itu juga menjelaskan tentang peluang nilai ekonomi karbon (NEK) dalam kaitannya dengan Penurunan Emisi dan Ekonomi Hijau. Diantaranya ialah; meningkatkan kinerja capaian penurunan NDC Indonesia.
Dikatakannya, bahwa Ketua Dewan Komisioner OJK menyebut; pelaku usaha yang berkomitmen mendukung ekonomi hijau akan mendapatkan insentif. Salah satunya insentif fiskal. Insentif yang diberikan diantaranya berupa fasilitas pembiayaan kredit untuk sektor ekonomi hijau dengan bunga yang lebih rendah.
Untuk mendukung ekonomi hijau, OJK juga telah meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia, yang merupakan pedoman untuk mengklasifikasikan aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
“Dengan diluncurkannya Taksonomi Hijau Indonesia ini, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau, sehingga secara tidak langsung meningkatkan daya saing Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi hijau secara global,” jelas Wayan.
***Riz***