Dianggap tumbuhan liar, dipandang sebelah mata. Namun ternyata, menyimpan segudang manfaat, salah-satunya sebagai insektisida nabati.
INDONESIA kaya, flora dan fauna-nya pun unik. Beberapa flora diantaranya diketahui berpotensi sebagai biopestisida, pestisida, dan insektisida nabati (Siregar et al., 2018). Terdapat lebih dari 400 ribu jenis tumbuhan telah terindentifikasi bahan kimianya, dan 10 ribu diantaranya mengandung metabolit sekunder yang sangat potensial sebagai bahan baku pestisida nabati.
Tumbuhan dari keluarga Piperaceae (sirih-sirihan) misalnya. Anggota keluarga Piperaceae telah lama diketahui mengandung senyawa isobutilamida tak jenuh. Aktivitas insektisida-nya cukup tinggi, sehingga banyak anggota famili Piperaceae yang diteliti secara intensif.
Salah-satu jenis tanaman dari keluarga sirih-sirihan yang banyak diteliti sebagai bahan baku pestisida nabati adalah sirih hutan (Piper aduncum L.).
Morfologi Sirih Hutan
Sirih hutan merupakan tanaman yang memiliki habitus semak dengan tinggi mencapai 6-7 m. Memiliki daun tunggal, berbentuk mata tombak, berukuran panjang 10-14 cm dan lebar 5-6 cm, letaknya berselang seling, dan mengeluarkan bau yang khas saat diremas.
Bunganya majemuk, berbentuk buli, berkelamin satu atau dua, benang sari kecil dan pendek, putih kecil berjumlah 2-3 dan berwarna putih kekuningan. Buah sirih hutan berbentuk buni dengan biji berwarna coklat, buah terletak pada bulir 12-14 cm, dan berwarna kuning kehijauan saat muda serta hijau saat buah tua.
Batang berbentuk bulat, beruas, dan berwarna coklat kehijauan. Akar tanaman tunggang berwarna putih kecoklatan. Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan dan semak belukar pada ketinggian 100 – 1500 m dpl (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Morfologi tanaman sirih hutan dapat dilihat pada gambar.
Sirih hutan merupakan tanaman asli dari Amerika Tengah dan Selatan di mana ia banyak ditemukan di hutan tropis dan subtropis. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di gunung Prau dan dataran rendah di tepi sungai seperti di tepi Sungai Kampar.
Tanaman sirih hutan dapat diklasifikasikan ke dalam Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo: Piperales, Famili: Piperaceae, Genus: Piper, Spesies: Piper aduncum Linn. (Agusta, 2000).
Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional seperti antiseptik, obat bisul, dan obat luka. Secara riset diketahui sirih hutan memiliki kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai obat.
Kandungan kimia yang terdapat pada daun sirih hutan adalah saponin, flavonoid, polifenol, minyak atsiri, dihydrocalcone, piperaduncin A,B, dan C, serta 2’,6’-dihidroksi-4’-metoksidihidrokhalkon (DMC), dan 2’,6’,4-trihidroksi-4’-metoksidihidrokhalkon (asebogenin) (Orjala et al., 1994).
Selain sebagai obat, metabolit sekunder pada ekstrak sirih hutan diduga juga mempunyai efek mematikan pada hama khususnya serangga sehingga dapat dimanfaatkan sebagai insektisida hayati.
Insektisida Nabati
Beberapa hasil penelitian menunjukkan, sirih hutan sangat efektif untuk mengendalikan hama.
Penelitian yang dilakukan oleh Hariadi (2013) menyatakan konsentrasi ekstrak tepung daun sirih hutan yang tepat untuk membunuh 95% hama kutu daun persik adalah 9,1%, setara dengan 91 g tepung daun sirih hutan/liter air. Hal ini juga diperkuat hasil penelitian Rustam et al., (2017) yang menunjukkan pemberian tepung daun sirih hutan dengan dosis 6 g/100 g beras cukup efektif untuk mengendalikan hama kumbang beras (Sitophilus oryzae L.) dengan tingkat kematian lebih dari 80% lethal time 31,25 jam dan mortalitas total sebesar 95%.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil penelitian Naim (2006), menunjukkan konsentrasi 5% ekstrak daun sirih hutan berpengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti sebesar 50% dan LC50 dari ekstrak daun sirih hutan berpengaruh terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti adalah 3,70%. Dengan demikian daun sirih hutan cukup potensial sebagai pestisida hayati.
Buah sirih hutan juga diketahui mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun bagi hama.
Penelitian Hasyim (2011), menyatakan fraksi aktif n-heksana dari ekstrak buah sirih hutan memiliki hasil fraksi 66,6% dan LC95 terhadap larva C.pavonana pada konsentrasi 769 ppm.
Buah sirih hutan mengandung dilapiol sebagai komponen utama (kelimpahan 68,8%). Dilapiol merupakan senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dan menghambat aktivitas enzim polisubstrat monooksigenase (PSMO).
Enzim PSMO berfungsi menurunkan daya racun senyawa asing yang terdapat di dalam tubuh serangga melalui proses oksidasi (Bernard et al., 1989; Scott et al., 2008). Hal ini didukung juga oleh penelitian Nailufar (2011) yang menyatakan campuran ekstrak daun T.vogelii dan buah sirih hutan (1:1, 5:1, dan 1:5) bersifat sinergistik kuat terhadap larva C.pavonana.
Ekstrak daun sirih hutan diketahui cukup efektif dalam mengendalikan hama golongan molusca.
Penelitian Jaswandi et al. (2012) menyatakan, aplikasi ekstrak tepung daun sirih hutan pada konsentrasi 100 g/l air mampu membunuh hama keong mas sampai dengan mortalitas total 87,5%. Angka konsentrasi ini masih berada pada kisaran nilai LC 95 yaitu 9,64 – 22,50%.
Konsentrasi yang tepat untuk membunuh 95% keong mas adalah 16,27% atau setara dengan 162,7 g/l air. Penelitian tersebut juga menyatakan, aplikasi ekstrak sirih hutan pada konsentrasi 100 g/l mampu membunuh hama keong mas (Pomacea sp) sampai 87,5%.
Sementara hasil penelitian Idris dan Nurmansyah (2021), menyatakan minyak sirih hutan pada konsentrasi 165, 325, dan 625 ppm bersifat moluskisidal terhadap keong mas. Konsentrasi 165 ppm ke atas memberikan kematian keong mas di atas 97%.
Peran sirih hutan sebagai pestisida nabati ditunjang adanya metabolit sekunder seperti senyawa piperisida, dihidropiperisida, dan guinensin yang memiliki efek mematikan terhadap hama serangga. Senyawa ini memiliki kerja yang cepat pada serangga dan sangat efektif untuk beberapa serangga yang menunjukkan resistensi terhadap piretiroid. Kerja bersamanya dapat meningkatkan efikasi hingga 4 kali (Dadang dan Prijono, 2008).
Dari berbagai hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bagian tanaman sirih hutan seperti daun, bunga/buah, batang, dan akar sirih hutan dapat digunakan sebagai pestisida nabati.
Michael Daru Enggar Wiratmoko. Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi; Kawasan Sains Teknologi Soekarno, Jl Raya Jakarta-Bogor KM 47, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia, E-mail: michael.enggar@gmail.com