Melalui Program Rehabilitasi DAS Menoreh PT Borneo Indobara (BIB), diharapkan akan muncul ide-ide kreatif di tengah beragamnya aktifitas perekonomian masyarakat. Kolaborasi antara PPL dan PKL pun diperlukan.
MEREHABILITASI Daerah aliran Sungai (DAS) adalah memperbaiki kehidupan. Alam lestari, dan masyarakat pun –tentunya– akan sejahtera. Mengapa tidak? Karena beragam aktifitas makhluk, terutama manusia, baik langsung maupun tidak, akan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam atau lingkungan hidup sekitarnya.
Demikian halnya dengan Program Rehabilitasi DAS Menoreh PT. Borneo Indobara (BIB) yang digelar di DAS Menoreh, Purworejo – Jawa Tengah. Diharapkan pula, kegiatan bersama Alas Tunas Mandiri (ATM) tersebut dapat memunculkan ide-ide kreatif di tengah masyarakat.
Beragam aktivitas ekonomi dilakukan oleh penduduk pada sejumlah desa di sepanjang DAS Menoreh. Berbagai mata pencaharian itu berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia pada masing-masing desa. Ragam mata aktivitas warga meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, hingga sektor kehutanan.
Dengan masuknya program Rehabilitasi DAS Menoreh PT BIB, maka data dan informasi mata pencaharian penduduk diperlukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya alam. Apakah mata pencaharian tersebut terkait langsung dengan potensi sumberdaya alam yang tersedia, atau apakah ada kemungkinan mengeksplorasi mata pencaharian baru bagi masyarakat.
Ragam Aktivitas
Di Desa Bapangsari Kecamatan Bagelen, komoditas kelapa menjadi produk unggulan. Namun sayangnya produk samping dari buah kelapa seperti sabut dan serbuk kelapa (cocopeat) yang dihasilkan tidak atau belum dimanfaatkan secara komersil. Padahal produk samping buah kelapa ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Sementara di desa-desa lain seperti Hargorojo (Bagelen), Donorejo (Kaligesing) dan Mayung Sari (Bener), pohon-pohon kelapa disadap niranya untuk dijadikan gula kelapa dan gula semut. Gula semut yang diproduksi telah diekspor ke beberapa negara Eropa dan Australia.
Komoditas-komoditas lainnya yang banyak diusahakan penduduk dan menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga antara lain cengkeh (seluruh desa), kopi (Desa Bedono, Kecamatan Bener dan Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing).
Yang tak kalah menarik di kawasan ini adalah peternakan kambing. Terutama di Kaligesing, di mana kambing menjadi penyumbang terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) desa-desa di kecamatan itu.
Seiring dengan semakin terkenalnya kambing ras kaligesing bermunculan peluang usaha dan mata pencaharian baru, termasuk di pasar kambing. Diantaranya ialah jasa penitipan kendaraan bermotor serta warung kopi dan rumah makan, penjual pakan kambing (rambanan), pedagang susu kambing dan produk olahannya, bahkan ada pedagang kambing keliling dan salon kambing.
Usaha lain yang terkait dengan sumberdaya alam yang ada di desa ialah pemandu wisata, seperti di Desa Tlogoguwo misalnya. Jelajah goa-goa yang terdapat di Kali Gesing pun menjadi aktivitas perekonomian.
Sementara itu, keberadaan hutan pinus milik Perhutani juga merupakan peluang usaha yang telah dimanfaatkan penduduk dan pemerintahan desa. Sebagian masyarakat Desa Jati dan Mayungsari (Kecamatan Bener) dan Desa Donorejo (Kecamatan Kali Gesing) menjadi penyadap getah pinus yang diupah berdasar banyaknya hasil getah yang disadap. Di sisi lain, Pemerintahan Desa Jati memanfaatkan hutan pinus tersebut menjadi tempat rekreasi atau hutan wisata.
Di Kecamatan Loano, matapencaharian masyarakat lebih beragam lagi. Misalnya di Desa Karangrejo, terdapat pengusaha homestay, pemandu wisata religi, peternak burung berkicau, distributor jangkrik, dan distributor tanaman hias.
Di desa-desa lain seperti Desa Banyuasin Kembaran dan Banyuasin Separe terdapat dukun bayi, perajin anyaman bambu, pedagang online, dan lain-lain. Mata pencaharian lainnya adalah sebagai pegawai pemerintah, karyawan perusahaan swasta, pedagang, jasa profesional dan buruh serabutan.
Selalu Aktif
Kesibukan masyarakat pedesaan, termasuk penerima program Rehabilitasi DAS Menoreh, sangat berkaitan dengan keadaan alam di sekelilingnya. Musim membentuk pola-pola peristiwa atau kejadian di tengah-tengah masyarakat desa yang mempengaruhi rutinitas keseharian masyarakat.
Berdasar hasil pertemuan dengan masyarakat (FGD) dan wawancara individual, Tim Rehabilitasi DAS Menoreh mendapatkan informasi, bahwasanya rutinitas petani setiap hari tidak pernah lepas dari kerja.
Para petani mencari rambanan setiap pagi dan sore. Di sela-sela waktu, jika tidak mencari rumput, mereka membersihkan kandang, mengumpulkan kotoran kambing, membersihkan gulma di kebun. Terkadang mereka pun melakukan kegiatan sosial seperti gotong royong, menghadiri hajatan, takziah dan lain sebagainya.
Tidak jarang pula kaum perempuan mengambil alih tugas laki-laki. Terutama saat kepala keluarga atau anak lelaki dalam kondisi sakit. Adakalanya rumah tangga harus menyewa tenaga kerja dari luar untuk menyelesaikan segmen pekerjaan tertentu.
Peran Kelembagaan
Untuk mengetahui bagaimana fungsi dan peran lembaga tersebut pada kegiatan Rehabilitasi DAS Menoreh PT BIB, baik pada tahap persiapan, tahap pelaksanaan mau pun paska pelaksanaan, dilakukan pengkajian apakah lembaga-lembaga yang sudah terbentuk di desa telah berfungsi dan berperan secara optimal atau harus lebih ditingkatkan.
Menurut Tim Rehabilitasi DAS Menoreh, perlu dipikirkan sejak awal perlu tidaknya kelembagaan baru untuk menopang keberhasilan proyek ini. Misalnya lembaga pemasaran hasil panen, dan lain sebagainya.
Sementara ini, selain kelembagaan masyarakat atau institusi, di lingkungan pedesaan terdapat aktor yang mempengaruhi pembangunan masyarakat desa. Aktor-aktor tersebut diantaranya adalah kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, orang kaya, dan lain sebagainya.
Sedangkan di lingkungan pemerintahan kecamatan, terdapat lembaga Penyuluh Pertanian Lapangan atau PPL. Pada kegiatan Rehabilitasi DAS Menoreh PT. BIB, penyuluh yang terlibat langsung adalah Penyuluh Kehutanan (PKL), bukan penyuluh pertanian.
Petugas Penyuluh Kehutanan terlibat sejak awal program seperti penentuan desa dan kelompok tani yang menjadi peserta program, pengecekan kesiapan lahan kelompok tani, pengecekan legalitas kelompok tani, pengawasan penyaluran bibit tanaman, dan pupuk serta pelaksanaan penanaman di lapangan.
Sementara tanaman yang disalurkan kepada kelompok tani adalah tanaman buah-buahan bukan tanaman penghasil kayu. Tanaman buah-buahan adalah salah satu komoditas pertanian yang ditangani oleh penyuluh pertanian lapangan. Oleh karena itu keterlibatan para penyuluh pertanian lapangan cukup penting.
Sayangnya, PPL berkantor di Kantor Kecamatan, sedangkan penyuluh kehutanan lapangan (PKL) tidak standby di kecamatan dan tidak masuk ke dalam struktur pemerintahan kecamatan. Padahal, kolaborasi antara PPL dan PKL diperlukan untuk menyukseskan program Rehabilitasi DAS Menoreh.
***Riz***