Muhammad Ridwan: Hutan Produksi Target Utama Penurunan Emisi

Aktivitas RIL dalam PHPL meliputi kegiatan penebangan, pembuatan jalan sarad dan penyaradan, pembuatan jalan utama dan jalan cabang, serta pembuatan TPn dan TPK.

POTENSI Karbon pada berbagai pengelolaan lahan (HPH, HTI, HCS dan KPH) telah disampaikan pada kegiatan  Pelatihan Perhitungan Potensi Karbon dan Kegiatan Penurunan Emisi Sektor Kehutanan di Lubuk Linggau Sumatera Selatan beberapa waktu lalu. Adalah Muhammad Ridwan, Direktur Utama PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) yang menyampaikan materi tersebut.

Muhammad Ridwan

Beberapa hal yang dipaparkan dalam pelatihan yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lubuk Linggau itu meliputi cara perhitungan Emisi GRK pada PBPH – HPH, emisi GRK pada PBPH – HTI dan hutan konservasi, hutan lindung dan lain-lain, serta teknik perhitungan emisi GRK pada HCS dan KPH.

PT CKL adalah sebuah perusahaan di Bogor, yang berbasis iptek untuk  melayani berbagai pihak dalam hal perhitungan karbon, survei kehutanan dan lingkungan, pelatihan, jasa konsultan bidang lingkungan dan sebagainya.

RIL pada HPH

Dalam paparannya dihadapan peserta pelatihan itu, Muhammad Ridwan mengungkapkan, bahwa luas hutan produksi di Indonesia saat ini mencapai  68,83 juta hektar, atau 55% dari total luas hutan yang ada. Disusul oleh hutan lindung pada urutan kedua, yakni 29,58 juta hektar (23%) dan hutan konservasi seluas 27,41 juta hektar (22%).

Dengan luasnya hutan Indonesia yang mencapai puluhan juta hektar tersebut, sektor kehutanan menjadi target utama dalam upaya menurunkan emisi. Lebih utama lagi ialah pada hutan produksi, yakni 60%. “Dalam hal ini RIL adalah aktivitas langsung pada HPH yang menurunkan emisi,” ungkap Ridwan.

Dijelaskannya bahwa Aktivitas RIL dalam PHPL itu meliputi kegiatan penebangan, pembuatan jalan sarad dan penyaradan, pembuatan jalan utama dan jalan cabang, serta pembuatan TPn dan TPK. “Dalam hal ini perlu dihitung stok karbon pada kondisi baseline,” jelasnya.

Lebih jauh dijelaskan bahwa perhitungan stok karbon dilakukan dengan menggunakan SNI 7724 tahun 2019 & IPCC Good Practice Guidance untuk LULUCF tahun 2006. Ada dua jenis baseline, yaitu baseline UM (kegiatan produksi Teknik konvensional) dan baseline nasional (rata-rata sampel UM pada beberapa pulau sebelum melakukan RIL).

Aksi Mitigasi

“RIL/RIL-C adalah aksi mitigasi,” ungkap Dirut PT. CKL itu. Dikatakannya, bahwa ada 5 perbaikan kondisi areal kerja unit manajemen dalam konteks aksi mitigasi dalam kegiatan RIL-C.

Kelima hal tersebut meliputi; kegiatan ITSP yang berkualitas dan akurat, yaitu posisi pohon yang akan ditebang dan tidak ditebang jelas, sehingga tidak terjadi salah tebang untuk menghindari banyaknya limbah pohon dan kerusakan tegakan tinggal.

Selanjutnya ialah, yang kedua; perencanaan penebangan sudah menggunakan peta pohon. Dalam hal ini kegiatan penebangan perlu memperhatikan resiko kerusakan tegakan tinggal dan mengurangi limbah penebangan. Ketiga; Perencanaan penyaradan harus berbasis peta jalan sarad, dan  pembuatan  jalan sarad  dilakukan dengan cermat, sehingga penyaradan kayu dapat dilakukan dengan terarah untuk mengurangi kerusakan tegakan tinggal.

Yang keempat; Penyaradan dilakukan sesuai dengan trayek jalan sarad yang direncanakan dan dilakukan sesuai dengan teknik RIL, sehingga kehilangan tegakan lebih sedikit dan kerusakan tanah berkurang. Dan yang kelima; Perencanaan yang baik dalam pembuatan jalan utama, cabang, TPK dan TPn akan mengurangi kerusakan tegakan.

Cara Penghitungan Penurunan Emisi Kegiatan RIL. Cara pertama ialah Perbandingan Stok karbon produksi Teknik RIL dengan Teknik Konvensional, yakni dengan menghitung penurunan Emisi Ton C/ha (% Penurunan Emisi) atau dengan cara cabungan stok karbon produksi Teknik RIL & konvensional dengan jumlah produksi RIL dan konvensional, dimana FE atau penurunan emisi dihitung per m3 produksi (% Penurunan Emisi/m3).

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *