Kemandirian pangan berupa pertanian dan perikanan di setiap kawasan perlu didorong untuk tumbuh menjadi pusat aktivitas ekonomi baru. Pembangunan sistem transportasi laut yang menghubungkan antar pulau-pulau kecil dengan pulau Induknya akan menjadi alat pemerata pangan antar wilayah.
Seperti sudah dipahami, bahwa sesungguhnya Indonesia adalah negara maritime yang pulau-pulaunya dihubungkan oleh laut. Hingga saat ini tercatat 13.487 pulau dimana sekitar 6.000 pulau sudah berpenghuni. Didalamnya terdapat 5 gugusan besar yang bisa dijadikan titik pusat keseimbangan pangan nasional. Dalam kontek ASEAN, Indonesia adalah pemilik terbesar negara ASEAN. Sebagai negara besar dan berdaulat tentu kita tidak ingin di dikte oleh negara lain dalam hal pangan. Untuk memperkuat pangan, pembangunan harus didesain dengan pendekatan yang tepat melalui agro-maritim.
Tidak Perlu Import
Konsep Agro-Maritim menempatkan pulau-pulau induk menjadi pusat aktivitas pengembangan pangan (pertanian dan perikanan) berbasis industri. Sementara pulau-pulau kecil disekitarnya menjadi kawasan penyangga untuk penyedia kebutuhan bahan baku industri pertanian dan perikanan. Pulau kecil yang potensial dikembangkan pertanian akan dorong sebagai kawasan pertanian, sedangkan yang tidak – didorong sebagai kawasan perikanan dan jasa.
Hampir mirip dengan konsep agropolitan-minapolitan, sesungguhya konsep Agromaritim perlu dikembangkan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya daerah pulau-pulau terluar yang berfungsi sebagai penyangga. Dalam hal konektivitas wilayah yang perlu didorong adalah transportasi laut menjadi industri yang mampu melayani masyarakat antar pulau dan kawasan penyangga tersebut.
Keterbatasan logistik pertanian, perikanan seharusnya terjawab ketika aktivitas industri pertanian dan perikanan terkosentrasi merata di 5 pulau utama yang menjadi pusat industri agromaritim dengan koneksi dengan baik. Disini akan terlihat bahwa bahan baku tidak lagi menjadi kendala untuk menopang industri, sehingga import menjadi tidak perlu. Dengan membangun titik pusat pulau utama dan pulau penyangga, maka masalah bahan baku, logistik dan konektivitas menjadi terselesaikan.
Dalam hal pengawasan konsep Agrimaritim Industri akan lebih mudah dilakukan. Kekurangan dan kecukupan pangan akan dengan mudah terpantau. Dalam sektor industr berbasis bahan pangan juga lebih mudah terukur kemampuan daya dukungnya. Jika kawasan suatu pulau tidak memiliki kesediaan pangan yang memadai, maka import dapat dilakukan dari pusat-pusat (pulau) lain yang mengalami kelebihan pangan. Dengan demikian keseimbangan dan kecukupan pangan akan mudah kendalikan dari dalam negeri sendiri.
Nilai Ekonomi Lebih 100 Triliun per Tahun
Dengan mengangkat potensi bangsa sebagai negara agraris berbasis maritim, sesungguhnya kekurangan pangan (pertanian dan perikanan) tidak akan pernah terjadi. Nelayan dan petani kita tidak lagi menjadi jongos-jongos di sawah dan di laut yang diperbudak oleh bangsa asing. Melalui Agromaritim terpadu Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang berdaulat atas wilayahnya, bangsanya dan pangannya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
“Negara Maritim Indonesia tidak hanya sekedar butuh pengakuan, tapi lebih jauh butuh eksistensi dan aktivitas yang lebih konkrit”, pesan ketua ISOI terpilih Prof. Dr. Agung Dhamar Syakti saat diskusi awal pengurus ISOI. Prof Dr. Agung Dhamar Syakti menyampaikan, “dalam mendorong penguatan Haluan Mairitm Indonesia perlu upaya secara sistematik dan terstruktur. Setidaknya ada beberapa momentum yang bisa dimanfaatkan diantara RUU Kemaritiman Indonesia, Undang-undang Cipta Kerja termasuk investasi perikanan dan kelautan serta penguatan riset dan industry kemaritiman”.
Negara maritime Indonesia tidak hanya kaya potensi, tetapi harus kaya kegiatan dan memberikan manfaatkan lebih luas. Untuk itu investasi maritime harus mencakup investasi jasa dan industry kelautan. Bukan hanya soal industri eksplorasi seperti tambang, namun jasa maritim dan bioteknologi laut menjadi potensi masa depan.
Kemandirian pangan berupa pertanian dan perikanan di setiap kawasan didorong untuk tumbuh menjadi pusat aktivitas ekonomi baru. Pembangunan sistem transportasi laut yang menghubungkan antar pulau-pulau kecil dengan pulau Induknya akan menjadi alat pemerata pangan antar wilayah. Efek lainya seperti pertumbuhan sektor jasa akan menjadi sumber-sumber baru pendorong ekonomi nasional. Dari sektor industri transportasi laut kita akan mendapatkan nilai ekonomi lebih dari 100 triliun per tahun.
Mendorong Indonesia sebagai Kekuatan Maritim
Ketua Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) menyampaikan, “momentum Deklarasi Bintan tentang Haluan maritim Indonesia harus menjadi adrenalin baru Indonesia yang akan dilaksanakan Bulan September mendatang. Untuk itu beberapa Langkah yang perlu menuju deklarasi Bintan adalah seminasi informasi kepada seluruh masyarakat Indonesia”.
Dr. Yonvitner, Kepala PKSPL IPB yang juga divisi Humas dalam kepengurusan ISOI 2021-2024 menilai, “sangat strategis untuk terus mendorong Indonesia sebagai negara maritim. Poros maritim dan Haluan maritim adalah sebuah titik pangkal yang perlu disenaraikan untuk majunya negara maritim. Segala kekuatan dan potensi maritim Indonesia mulai dari sumberdaya pesisir, lautan menjadi cadangan energi besar untuk pembangunan. Untuk itu tidak ada kata terlambat untuk membangun Indonesia melalui maritime”.
Pengalaman PKSPL IPB lebih dari 25 tahun juga menjadi sebuah bukti sejarah bahwa kita masih banyak ketertinggalan yang harus dipacu, yaitu mewujudkan kesejhateraan dari laut. “Semua momentum dan modalitas yang ada, sudah dapat dimanfaatkan mulai dari UU Kelautan, UU Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil, Pesisir dan Laut, UU Perikanan, UU Cipta Kerja dan UU Kebencanaan, UU Lingkungan Hidup, dan UU kebencanaan. Karena dengan memperhatikan semua itu, maka modalitas kebijakan sangat cukup untuk mendorong Indonesia sebagai kekuatan maritime”, ucap Yonvitner.
***MRi***
No comment