Banyak hal yang telah diberikan oleh sebuah perkebunan kelapa sawit di Pelalawan – Riau kepada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.

PODO Sunarmo, Kepala Desa Mulya Subur, Kecamatan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan, berkisah; Bahwa dulu dirinya  pernah bekerja di PT. SLS, dan selanjutnya Dia bekerja sebagai pengurus  koperasi yang juga terkait dengan kelapa sawit SLS.

Podo Sunarmo, Kepala Desa Mulya Subur

“Banyak bantuan yang diberikan SLS kepada koperasi, baik dalam penyediaan sarana produksi, hingga perbaikan jalan menuju Satuan Pemukiman (SP) 7 dan jalan kebun,” kisahnya.

Dikisahkannya pula, bahwa dulu nyaris lokasi SP7 gagal dijadikan kebun, karena gangguan gajah yang luar biasa. “Pagi ditanam sore sudah tidak ada,” tutur Podo.

“Alhamdulillah… kini kebun sudah terbentang dan selama bertahun-tahun memberikan perekonomian yang menggembirakan bagi warga SP7,” tambahnya.


Desa Mandiri

Desa Mulya Subur pernah tercatat sebagai Desa Mandiri. Ceritanya dimulai dari integrasi sawit dengan sapi. Tujuan awalnya adalah untuk menghasilkan biogas, terutama dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga (memasak). Namun karena tidak berhasil, tujuannya beralih sebagai penghasil pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit.

“Dengan begitu kami tidak begitu tergantung pada pupuk yang dibeli dengan harga yang mahal dan juga terkadang langka,” tutur Podo.

Dikatakannya, sapi-sapi dibeli dengan dana kredit dari bank. Cicilan dipotong dari hasil panen TBS setiap bulan. Kepala Desa Mulya Sari itu pun mengucapkan terima kasih atas adanya penjaminan (avalis) dari PT. SLS. 


UMKM Olahan Lele

Di Desa Mulya Sari saat ini tengah berkembang UMKM aneka olahan pangan. Diantaranya kripik tempe, kripik kulit ikan lele, abon lele dan sebagainya. SLS memberi bantuan berupa kolam terpal, kemasan, dan berbagai pelatihan terkait pengolahan pangan tersebut.

Dikatakan oleh Podo, salah-satu kendala yang dihadapi hingga saat ini adalah pemasaran. Disamping itu, seiring perkembangan ekonomi, diakui Kades Mulya Sari, ialah sulitnya menggulirkan dana, dan akhirnya mandeg.

Mengapa? Ternyata, semua warga (petani) di desanya sudah bisa dikatakan ‘mampu’ dan mandiri dalam perekonomian, dan tidak seharusnya mendapat guliran dana dari pinjaman bank.

***Riz***