Tumbuhan Kelompok Mint: Darimana Aroma dan Rasa itu?

Oleh: Tri Yuni Indah Wulansari & Tri Warseno

PERNAHKAH Anda makan kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai lalapan? Atau menggunakan daun rosemary (Salvia rosmarinus Spenn.) dan oregano (Origanum vulgare L.) sebagai pemberi rasa pada makanan?
Atau mungkin menggunakan aroma daun peppermint (Mentha x piperita L.) dan lavender (Lavandula angustifolia Mill.) sebagai pewangi ruangan?.
Tanaman-tanaman yang disebutkan tadi mempunyai ciri dari rasa maupun aromanya yang khas. Semuanya merupakan anggota dari suku Lamiaceae. Lamiaceae, atau dikenal juga dengan sebutan mint family, adalah salah satu suku tumbuhan berbunga yang anggotanya memiliki habitus berupa tanaman herba atau semak. Anggota dari suku ini terdapat lebih dari 7.000 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Beberapa spesiesnya bersifat aromatik karena mengandung minyak atsiri yang berperan penting dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi.

Gambar 1. Contoh anggota Lamiaceae. Pohon mint (kiri atas), lavender (kanan atas) dan rosemary (bawah). Sumber: powo.science.kew.org

Lalu struktur apakah yang menghasilkan minyak atsiri tersebut?
Jika kita kembali mengulas pelajaran biologi yang pernah didapat di masa sekolah, suatu tumbuhan terdiri dari organ-organ seperti akar, batang, daun, bunga dan buah. Kemudian dari organ tersebut tersusun oleh beberapa jaringan yang berisi sel-sel yang memiliki tugas dan fungsi yang sama. Minyak atsiri pada tumbuhan Lamiaceae, umumnya dihasilkan oleh struktur sekretori tumbuhan.

Dua Jenis Struktur
Sekretori pada tumbuhan adalah suatu struktur baik, berupa jaringan maupun sel yang dapat mengeluarkan sekret seperti minyak atsiri, getah, resin dan zat lain.
Berdasarkan Evert (2006) dalam buku “Esau’s Plant Anatomy”, struktur ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan letak atau keberadaannya, yaitu struktur sekretori internal dan struktur sekretori eksternal.
Struktur sekretori internal menghasilkan sekret yang letaknya berada di dalam jaringan dan tidak muncul di permukaan palisade, seperti contohnya sel sekresi pada daun jeruk. Sedangkan struktur sekretori eksternal menghasilkan sekret di luar dan memiliki struktur menonjol pada/melebihi palisade seperti kelenjar garam pada tanaman bakau dan trikoma glandular.

Trikoma Galndular
Lamiaceae atau mint family pada banyak studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa suku ini memiliki trikoma glandular yang berperan penting pada kandungan minyak atsirinya, selain itu keanekaragaman dari trikoma glandularnya juga dapat digunakan sebagai ciri taksonomi. Trikoma glandular pada Lamiaceae terdiri dari dua bentuk utama yaitu trikoma glandular tipe peltate dan tipe capitate. Kedua tipe trikoma glandular ini memiliki bagian yang sama yaitu sel basal, sel tangkai dan sel kepala dimana biasanya pada sel kepala tersebut tempat terakumulasinya minyak atsiri pada Lamiaceae yang memberikan aroma dan rasa yang khas. Baran et al (2010) memberikan detail yang lebih spesifik pada bagian trikoma tipe peltate dan capitate pada genus Salvia. Trikoma peltate memiliki struktur sel pusat (central cell) pada bagian ujung sel tangkai dan sel perifer (periphery cell) di dalam sel kepala. Sedangkan pada tipe capitate terdapat sel leher pada ujung sel tangkai.

Gambar 2. Bagian dari trikoma glandular peltate. cu: cuticle, gs: glandular space, pc: periphery cell, cc: central cell. (Baran et al 2010)

Gambar 3. Bagian dari trikoma glandular capitate. cu: cuticle, bc: basal cell, hc: head cell, nc: neck, sc: stalk cell. (Baran et al 2010)

Perbedaan diantara kedua tipe trikoma glandular tersebut menurut Ascencao & Pais (1998) adalah trikoma glandular tipe peltate umumnya memiliki tangkai yang pendek dengan sel kepala yang besar (terdiri dari 4-18 sel) dan tipe capitate memiliki tangkai yang lebih panjang. Huang et al (2008) dan Luo et al (2010) menyatakan bahwa trikoma peltate memiliki ruang pada sel kepala yang lebih besar dan umumnya menghasilkan jumlah sekret (termasuk minyak atsiri) yang lebih banyak dibandingkan dengan trikoma tipe capitate.

Gambar 4. Contoh trikoma glandular bentuk peltate pada Hyptis villosa (Lamiaceae) (Tozin & Rodrigues 2016)

Gambar 5. Contoh trikoma glandular bentuk capitate pada Hyptis villosa (Lamiaceae) (Tozin & Rodrigues 2016)

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh beberapa ilmuan, beginilah keberadaan trikoma glandular dari beberapa spesies anggota famili Lamiaceae.
Kemangi (Ocimum basilicum L.) mempunyai bentuk trikoma glandular peltate dan capitate pada bagian daun dan tangkai, juga ditemukan tipe trikoma peltate pada bunga (Lyudmila et al. 2018 dan Sanoj&Deepa 2021).
Daun rosemary (Salvia rosmarinus Spenn.) mempunyai bentuk trikoma peltate dan capitate pada permukaan bawah daun, dan hanya terdapat bentuk trikoma peltate pada permukaan atas daun. Sel kepala pada trikoma peltate terdiri dari 8 sel dan memiliki diameter 60-85 μm, sedangkan trikoma capitate memiliki diameter sel kepala 13-15 μm (Choi et al 2011)
Daun oregano (Origanum vulgare L.) mempunyai bentuk trikoma peltate dan capitate pada permukaan daunnya. Sel kepala memiliki jumlah sel yang banyak sampai dengan 12 buah (Hajiabad et al 2015)
Daun peppermint (Mentha x piperita L.). Trikoma glandular bentuk peltate ditemukan pada permukaan atas, sedangkan trikoma capitate terlihat jelas pada permukaan bawah dan tidak sepenuhnya terlihat pada permukaan atas.
Sel kepala trikoma peltate terdiri dari 8 sel dan memiliki ruang sekretori yang besar (Choi&Kim 2013)
Lavender (Lavandula angustifolia Mill.) memiliki trikoma bentuk peltate dan capitate dimana trikoma peltate ditemukan pada bagian permukaan atas dan bawah daun sedangkan pada bagian petal bunga hanya ditemukan trikoma capitate.
Trikoma glandular juga ditemukan pada bagian batang tumbuhan. Sel kepala pada trikoma peltate terdiri dari 8 sel sedangkan capitate terdiri dari 2-4 sel, baik trikoma peltate dan capitate pada bagian sel kepala ini merupakan tempat akumulasi metabolit sekunder (Zhang et al, 2023) dari kelima contoh anggota Lamiaceae di atas, semuanya memiliki trikoma glandular bentuk peltate dan capitate dengan beberapa variasi bentuk.
Lalu, apa yang membuat satu dan yang lainnya memiliki rasa dan aroma yang berbeda? hal ini tidak lain adalah sekret yang dihasilkan. Sekret dari setiap tumbuhan dapat memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda dan sering kali menjadi kespesifikan pada suatu spesies.
Sekret tumbuhan ini yang sebagian besar atau bahkan kandungannya secara keseluruhan adalah metabolit sekunder tumbuhan, produksinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan stress biotik maupun abiotik. Oleh karenanya dalam produksi minyak atsiri dari suatu tumbuhan selain menggunakan bibit unggul juga harus menyesuaikan kondisi yang optimal (sesuai) untuk pertumbuhan tanaman dengan hasil metabolit sekunder terbaik agar hasil dan mutunya konsisten.

Tentang Penulis
Tri Yuni Indah Wulansari, M.Sc dilahirkan di Banyumas pada bulan Juni 1988. Pendidikan S1 ditempuh pada program studi Biologi di Universitas Jenderal Soedirman dan S2 di program studi Biologi Universitas Gadjah Mada. Selepas meraih gelar master, penulis pernah bekerja sebagai dosen Biologi di Universitas Islam As-Syafi’iyah. Saat ini, penulis bekerja menjadi peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan jenjang peneliti ahli muda. Penulis menggemari untuk mempelajari anatomi tumbuhan pada taksa-taksa tertentu yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomi.

Tri Warseno, S.Si, M.Sc lahir pada 06 April 1985 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Selepas meraih sarjana S1 Biologi FMIPA UNS, tahun 2009 aktivitas penulis sebagai peneliti di Kebun Raya “Eka Karya” Bali – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang sekarang menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional. Fokus penelitian di botani dan perbanyakan tumbuhan hias khususnya suku Begoniaceae, Nepenthaceae dan Ericaceae. Tahun 2020 melanjutkan studi S2 Biologi UGM dengan penelitian mengenai keragaman dan biosistematika suku Begoniaceae. Hingga saat ini penulis sudah mencapai jenjang peneliti ahli muda di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan fokus penelitian biosistematika Begononia.**

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *