Tentang Kayu Energi; Apa dan Bagaimana?

Inilah beberapa jenis ‘kayu energi’ yang merupakan kekayaan energi terbarukan dan berkelanjutan

KAYU energi adalah jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi, misalnya untuk menghasilkan listrik, panas, atau keduanya. Hal ini merupakan pengembangan jenis kayu bakar yang didasarkan pada kondisi ekologis dan karakteristik petumbuhannya.

“Kayu energi” umumnya mengacu pada kayu yang ditanam atau dipanen secara khusus untuk tujuan digunakan sebagai sumber bahan bakar dalam menghasilkan energy, misalnya ; biomassa, arang, pelet kayu, dan kayu bakar.

Biomassa adalah bahan organik berupa serpihan kayu dan serbuk gergaji yang dapat dibakar untuk menghasilkan panas atau listrik. Sedangkan arang adalah jenis karbon yang dihasilkan dari pembakaran kayu tanpa adanya oksigen. Dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak atau memanaskan.

Selanjutnya, pelet kayu partikel kecil kayu atau limbah kayu yang terkompresi, biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor dan boiler pelet. Sementara kayu bakar adalah potongan kayu kering yang digunakan sebagai sumber bahan bakar di perapian atau kompor kayu.

Secara keseluruhan, kayu energi dapat menjadi alternatif yang berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar fosil, karena merupakan sumber daya terbarukan. Namun, penting untuk mengelola penggunaan kayu energi secara bertanggung jawab untuk menghindari deforestasi dan dampak lingkungan negatif lainnya.

Indonesia dengan keragaman hayati yang sangat tinggi memiliki potensi sumber bahan bakar biomasa yang sangat besar. Bahkan  diantaranya sudah lama dikenal  dan menjadi sumber energi primer masyarakat  pedesaan, yaitu  kayu bakar. Sekitar  80%  penduduk Indonesia di pedesaan mengkonsumsi 70-75 % kayu bakar sebagai sumber energinya (Rostiwati, Heryati dan Bustomi, 2006)

Jenis Kayu Energi Prioritas

Dari 88 jenis yang disarankan untuk kayu bahan bakar oleh National Academy of Sciences (1980, 1983), hampir setengahnya merupakan tanaman legume.

Berdasarkan daftar yang disusun oleh Dirjen LEB (1991) dan  Hartoyo dan Nurhayati, (1976)  saat ini terdapat 167 jenis pohon yang bisa dijadikan kayu energi. Namun demikian, dari jenis-jenis tersebut sebagian ternyata merupakan jenis pohon yang sekarang ini pemanfaatannya sebagai kayu pertukangan.

Berapa jenis pohon yang memiliki nilai kalor yang cukup baik, sifat pertumbuhannya cepat, menghasilkan trubusan dan memiliki daya adaptasi baik pada berbagai kondisi tempat tumbuh, sudah dilakukan Pusat Penelitian Produktivitas Hutan (P3H) di Badan Litbang Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sejak tahun 2010 lembaga tersebut sudah melakukan penelitian tentang kayu energi, diantaranya membangun demplot pengembangan 4 jenis pohon dari keluarga leguminose. Keempat jenis pohon itu ialah akor (Acacia auriculiformis), pilang (A.leucophloea), weru (Albizia procera), dan kaliandra (Caliandra callothyrsus).

Kelebihan jenis-jenis tersebut adalah; bukan merupakan komoditas kayu pertukangan/ perkakas/ pulp, sehingga apabila dikembangkan tidak mengganggu kestabilan produk kayu bakar.

Pilihan jenis kayu energi prioritas dapat bervariasi tergantung pada ketersediaan dan kondisi lingkungan setempat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penggunaan kayu energi dilakukan secara berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.

Kaliandra (Caliandra callothyrsus)

Kaliandra (Caliandra callothyrsus) adalah tanaman legum tropis yang dapat tumbuh hingga ketinggian 10-15 meter. Tanaman ini memiliki beberapa kegunaan, antara lain sebagai pakan ternak, pupuk hijau, penahan erosi, dan bahan bakar kayu.

Nilai kalor kaliandra cukup tinggi, yaitu sekitar 4.500-4.900 kkal/kg. Menurut Bustomi (2009), riap volume kaliandra mencapai 32 m3/ha/tahun, berat jenis 0,67 dengan produksi energi 38,5 g GJ/ha/tahun dan nilai kalor 4617 kalori/gram.

Oleh karena itu, kayu kaliandra sering dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, terutama di wilayah yang sulit dijangkau oleh sumber energi utama seperti minyak bumi dan gas alam.

Pertumbuhan kaliandra cukup cepat, terutama pada awal-awal masa pertumbuhan. Pada umumnya, kaliandra dapat mencapai tinggi 3-5 meter dalam waktu 1-2 tahun setelah ditanam.

Akor (Acacia auriculiformis)

Akor (Acacia auriculiformis) adalah pohon yang berasal dari wilayah tropis dan subtropis. Pohon ini memiliki beberapa kegunaan, antara lain sebagai kayu untuk bangunan, kayu bakar, dan juga untuk perkebunan kayu. Nilai Kalor akor cukup tinggi, yakni sekitar 4.200-4.900 kcal/kg.

Menurut Bustomi (2009), jenis ini mempunyai riap 17m3/ha/tahun, berat jenis 0,77 dengan produksi energi 235,6 GJ/ha/tahun dengan nilai kalor 7.322 kalori/gram. Hal ini menjadikan akor sebagai salah satu jenis kayu bakar yang baik karena dapat menghasilkan energi yang cukup tinggi saat dibakar.

Pertumbuhan Akor cukup cepat, dengan ketinggian yang dapat mencapai 30-40 meter dalam waktu 10-15 tahun. Pertumbuhan akor yang cepat ini menjadikannya sebagai salah satu pilihan yang populer untuk perkebunan kayu, karena dapat menghasilkan kayu dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat.

Weru (Albizia procera)

Weru (Albizia procera) adalah pohon asli tropis yang dapat ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan Subbenua India. Weru dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan suhu yang hangat, serta tanah yang subur dan lembap.

Di Indonesia, weru dapat ditemukan di berbagai wilayah, terutama di hutan-hutan dataran rendah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Sering ditanam sebagai pohon peneduh di sepanjang jalan atau di pekarangan rumah. Weru dapat tumbuh dengan ketinggian mencapai 30-40 meter dan diameter batang mencapai 100-120 cm.

Nilai kalor Weru adalah 4.708 kJ/g (1.125 kcal/g) untuk bagian kayu kering, dan 4.272 kJ/g (1.022 kcal/g) untuk daun kering.

Weru adalah pohon yang tumbuh cepat dengan ketinggian yang dapat mencapai 30 meter dalam waktu 10 tahun, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sekitar 3 meter pertahun. Nilai kalor dan pertumbuhan Weru dapat bervariasi, tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tumbuh, umur, dan lokasi. Oleh karena itu, informasi ini hanya sebagai panduan umum dan dapat berbeda dalam situasi yang berbeda.

Pilang (A. leucophloea)

Pilang (A. leucophloea) adalah spesies pohon yang tersebar di Asia tropis dan sering ditanam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pilang termasuk ke dalam keluarga Fabaceae atau Leguminosae. Nilai kalor pilang adalah 5.218 kalori/gram dengan produksi energi 256,3 GJ/ha/tahun

Pilang dapat meningkat hingga 3,3 meter per tahun pada kondisi optimal. Sebuah penelitian menemukan bahwa tinggi pohon Pilang yang ditanam di bawah cahaya matahari yang cukup mencapai rata-rata 6,7 meter, sementara tinggi pohon Pilang yang ditanam di bawah naungan hanya mencapai rata-rata 3,7 meter.

Strategi Berkelanjutan

Melihat bagusnya prospek  kayu energi di tengah perkembangan zaman saat ini dan dimasa mendatang, diperlukan adanya peningkatan Inovasi teknologi agar perkembangan teknologi menjadi lebih maju. Alhasil, dapat membantu meningkatkan efisiensi produksi dan penggunaan kayu energi.

Misalnya, pengembangan sistem pembakaran dan turbin yang lebih efisien, penggunaan teknologi terbaru dalam pengolahan kayu, dan pengembangan metode pengangkutan yang lebih efektif dan ramah lingkungan.

Selain itu, perlu adanya peningkatan edukasi kesadaran lingkungan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan perusahaan tentang pentingnya penggunaan kayu energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini akan mendorong investasi dan pengembangan bisnis yang berfokus pada kayu energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Selanjutnya, perlu adanya kebijakan publik dari pemerintah dalam mendorong pengembangan kayu energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Disamping itu, diperlukan pula pengembangan pasar yang lebih luas tujuannya meningkatnya permintaan untuk energi yang bersih dan berkelanjutan. Dengan demikian, pasar untuk kayu energi dapat berkembang dan berkembang menjadi lebih luas. Ini dapat mendorong lebih banyak investasi dalam pengembangan kayu energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Yang tak kalah pentingnya lagi adalah dukungan kemitraan yang lebih kuat antara industri kayu dan energi, serta pengembangan kayu energi yang terintegrasi dan terkoordinasi. Hal ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan produksi kayu energi, serta membantu memperluas pasar dan meningkatkan aksesibilitas bagi konsumen.  

Mira Yulianti, Peneliti Ekologi dan Etnobiologi-BRIN.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia