Oleh: Heru Dwi Riyanto*)
MEMPERINGATI hari Kehutanan yang jatuh beberapa saat yang lalu yakni 16 Maret, dan hari bumi yang akan jatuh tanggal 22 April 2023 mendatang, mungkin tak ubahnya seperti ketika merayakan hari ulang tahun kelahiran manusia. Pada saat itu pasti kita mengucapkan doa-doa, kata-kata bijak dan harapan-harapan masa depan dari handai taulan.
Semuanya pasti berkaitan dengan hal-hal yang baik bagi yang berulang tahun. Tapi yang baik tadi tidak akan mungkin terjadi apabila yang bersangkutan tidak melakukan introspeksi diri dan melakukan perbaikan.
Lalu bagaimana dengan peringatan hari bumi, apakah doa-doa dan harapan-harapan kita terhadap bumi pada masa akan dating?
Sudah pasti, dari semua lapisan sosial masyarakat akan berdoa dan mengharapkan bumi dapat lebih meningkatkan kesejahteraan manusia. Lalu bagaimana juga agar semua yang kita harapkan dari bumi dapat tercapai? Apakah “bumi” yang harus berbenah diri?
Bukan! Manusia-lah yang harus berbenah diri. Kita, manusia harus memperlakukan bumi sebagai tempat kita hidup dengan lebih arif dan bijaksana.
Manusia sebagai khalifah di atas muka bumi ini telah diberi oleh Allah SWT wewenang dalam mengatur bumi dan memanfaatkan segala isinya. Manusia dapat menghancurkan bumi dan segala isinya dalam sekejap, sebaliknya manusia juga dapat memperpanjang umur bumi, sampai hari kiamat tiba.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa beberapa tahun belakangan telah terjadi banyak bencana alam hampir di seluruh belahan bumi. Yang dahsyat dan menelan korban ratusan ribu jiwa dalam sekejap. Ada pula yang secara lambat, tapi juga menelan korban jiwa, yaitu penyakit, kelaparan, kekeringan dan udara yang semakin panas.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Bumi yang dulu dengan beraneka slogan “Ijo Royo-royo”, “Gemah Ripah Loh Jinawi”, “Swarna Dwipa” dan lain-lain, sekarang kering kerontang, serta panas meradang. Mengapa?
Jawabnya; ada pada kata-kata bijak, bahwa ‘Bumi, alam dan lingkungan ini akan selalu memberi yang kita butuhkan tanpa kita minta, tapi bumi ini akan bergolak apabila kita berlaku tidak bijak terhadapnya”.
Lalu apakah memang kita telah berlaku tidak bijak terhadap Bumi?. Jawabnya ada di hati nurani para pembaca sendiri.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Jawabnya, tanpa terlalu banyak teori, salah satunya adalah tanamlah pohon-pohonan, karena pepohonan adalah salah satu sumber kehidupan.
15 juta per Hari
Seperti diketahui, bahwa pohon dalam hidupnya melalui proses fotosintesa mengambil CO2 (karbon dioksida) dari udara dan mengeluarkan O2 (oksigen) ke udara. Oksigen inilah yang dengan tiada henti kita hirup untuk hidup kita. Berapa banyak oksigen yang kita hirup dan berapa rupiah apabila dinilai dengan uang?
Apabila udara yang kita hirup, oleh Allah SWT, adalah hutang. Maka itulah hutang kita kepada bumi. Marilah bersama kita berhitung.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian, manusia rata-rata per hari menghirup udara setara dengan kurang lebih lima (5) meter kubik, (setara dengan 10 meter kubik daun-daunan dalam suatu tajuk pohon). Apabila satu tabung 0,1 meter kubik oksigen berharga kurang lebih Rp. 300.000,-, maka satu meter kubiknya berharga Rp 3.000.000,-. Jadi manusia per hari berhutang Rp 15.000.000,- pada bumi ini.
Berapakah hutang pembaca sekalian, silahkan hitung sendiri dikalikan umur pembaca masing-masing. Misalkan umur kita adalah 40 tahun maka hutang kita pada bumi adalah 40x365x15.000.000= 14.632.600.000.000,-, kurang lebih 14 trilyun rupiah, apakah kita sanggup membayarnya? Lalu bagaimana apabila pembayarannya adalah berupa penanaman pohon.
Tanam Pohon
“Sudahkah anda menanam pepohonan?. Kalau sudah, berapa banyak?
Nah bagaimana kalau pembaca sama sekali belum pernah menanam pepohonan, apa yang harus pembaca lakukan untuk membayar hutang anda pada bumi ini.
Banyak yang dapat anda lakukan, diantaranya adalah: Sukseskan dan dukung upaya-upaya gerakan tanam menanam pohon, jaga pepohonan yang ada agar tidak ditebang tanpa tujuan yang jelas. Selanjutnya, bantu pemerintah dalam memberantas illegal logging, serta sadarkan dan cegah upaya-upaya yang ingin mengubah status fungsi hutan untuk tujuan ekonomi semata dengan mengabaikan lingkungan.
Inilah sepenggal tulisan bagi kita semua, untuk sekedar perenungan dan introspeksi diri akan apa yang telah kita lakukan terhadap bumi yang kita cintai.
*) Periset Pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Organisasi Riset: Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional